Oleh: Muhammad Ahlun Nazar
“Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpihak disetujui oleh orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa” (QS Al-Baqarah / 2: 183)
MADRASAHDIGITAL.CO – Ayat di atas merupakan ayat yang tentu sangat akrab di telinga kita. Sebagai seruan untuk berpuasa bagi orang-orang yang beriman. Yang mana selalu digaungkan pada saat khutbah, ceramah, tausiyah, dan sejenisnya, khususnya saat menghabiskan bulan Ramadan. Makna dan hikmah dari ayat tersebut sangat dalam sekali apabila kita cermati dan paham, baik dari segi etimologi maupun implementasi.
Dalam Islam, definisi orang-orang beriman dan indikatornya sangat luas dan bervariasi. Orang-orang yang beriman adalah orang-orang yang percaya kepada Allah SWT, malaikat, kitab Al-Qur’an, Rasul, hari kiamat, serta qadha’ dan qadar. Memang sekilas kita berpikir mudah, namun pada implementasinya itu sangat susah. Sebab kata percaya itu tidak hanya dari mulut saja, namun juga harus dari hati kita. Oleh sebab itu, ketika kita menelitinya, maka kita akan menemui banyak sekali orang yang tidak beriman.
Seperti pada ayat di atas, hanya dengan menunaikan ibadah puasa saja kita telah mendapat gelar sebagai orang yang beriman. Banyak dari kita yang belum mengerti. Apa hikmah hari dalam bulan Ramadan seperti saat ini, itu adalah kesempatan kita untuk berpuasa lebih mudah dibandingkan dengan puasa-puasa sunnah. Sebab, hampir tidak ada godaan yang menyertai kita. Namun, mengapa puasa kita masih belum sempurna? Dan kita masih merasa berat?
Sebagian besar dari kita yang mempertimbangkan indikator puasa adalah menahan lapar dan dahaga, dan tidak mengerti apa artinya dan hikmah dari puasa itu sendiri. Sementara, pada hakikatnya bukan itu yang menjadi tolak ukur kita berpuasa. Memang dalam puasa kita harus menahan lapar, namun disamping itu, kita juga harus menahan hawa nafsu dan segala sesuatu yang mengantarkan kita pada kemaksiatan.
Seperti yang telah penulis amati, banyak sekali orang-orang di sekitar kita, khusus anak muda yang meremehkan bulan puasa. Banyak fenomena-fenomena yang terjadi dan dilakukan yang tidak seharusnya kita lakukan. Fisik kita berpuasa, namun jiwa kita tidak, bahkan lebih buruk dari bulan sebelumnya. “Mengakunya kita puasa, tapi siang-siang kita pacaran. Ngakunya, kita puasa tapi ucapan kita tetap tak bisa kita jaga. Ngakunya kita puasa, tapi mata kita masih suka melihat pornografi, dan masih banyak lagi yang lain.”
Fenomena yang sering terjadi adalah kita tidur di siang hari, bahkan sepanjang hari saat ber-puasa. Dan fatalnya, kita tidak salat lima waktu. Apakah hal seperti itu baik? Tentu saja tidak. Kita mencari yang sunnah, tetapi kita tidak melaksanakan yang wajib. Bagaimana kabar puasa kita? hal semacam itu perlu kita hilangkan dari budaya kita. Sebab, itu bisa membawa ke sia-sia-an puasa kita. Jika seperti itu, lebih baik kita tidak puasa. Kita tetap puasa dengan tidur tetapi amalan salat kita luntur. Tindakan tersebut tidak akan ada manfaatnya jika kita berpuasa dengan tidur sepanjang hari, tidak salat lima waktu. Justru, kita akan mendapatkan lapar saja. Kita harus bisa membedakan mana yang utama dan mana yang tidak. Oleh karena itu, marilah kita perbaiki puasa kita. Sebab, kita tidak akan pernah tahu apakah kita akan bertemu Ramadan yang akan datang.
Dari uraian-uraian di atas memberikan kesimpulan, sangat penting mengenai puasa Ramadan. Tujuan puasa adalah mengantarkan kita untuk menyandang gelar orang yang bertaqwa. Sebab orang beriman belum tentu bertaqwa. Dan ayat diatas telah menjelaskan tentang kita berpuasa agar kita bertaqwa, yaitu la’allakum tattaqun.