Oleh: Asyifa Suryani*
MADRASAHDIGTAL.CO – Pada awal Maret 2020, Indonesia mendapat berita duka pasca Presiden RI Joko Widodo mengumumkan bahwa dua warga negaranya positif terinfeksi Covid-19. Pandemi yang pertama kali muncul di Wuhan, China, telah merebak ke negara lain, bahkan hampir ke seluruh dunia. Pandemi tersebut menyebar dengan cepat dan menyebabkan banyak korban berjatuhan.
Adanya pandemi Covid-19 ini menjadikan masyarakat sadar akan pentingnya kesehatan dan pola hidup sehat. Pola hidup sehat merupakan prioritas utama demi mengurangi potensi mengurangi berbagai penyakit. Walau dikaji dari sudut pandang manapun kesehatan menjadi sumber utama yang sangat berpengaruh untuk berbagai sektor kehidupan.
Namun faktanya, menerapkan pola hidup sehat tidak sesederhana dan semudah itu. Coba saja kita perhatikan saat pemerintah mengeluarkan kebijakan social distancing atau yang sekarang dikenal dengan pyhsical distancing, atau himbuan agar tidak tongkrongan di warkop, cafe, mall, dan yang lainnya. Banyak masyarakat yang menganggap kebijakan tersebut sebagai kebijakan politis, padahal jika kita mau mengkaji di dalamnya terdapat banyak kebaikan dan edukasi yang dapat berguna untuk kita semua.
Sebagai contoh, saat kita tongkrongan di warkop tak hanya satu atau dua orang saja yang datang, bahkan puluhan. Kita cenderung memegang benda-benda yang ada di ligkungan tersebut, terlebih pengunjung tidak rajin cuci tangan atau berganti pakaian. Tidak dapat dipungkiri, hal itu dapat berpotensi terpaparnya penyakit menular. Atau contoh lain, saat kita menibulkan sebuah kerumunan, barangkali saja di tengah kerumunan tersebut terdapat seseorang yang terinfeksi.
Hingga Senin (20/4/2020), menunjukkan total kasus positif corona di Indonesia telah mencapai 6.760 pasien. Angka tersebut terhitung setelah ada tambahan kasus positif baru yang terkonfirmasi dalam 24 jam terakhir sebanyak 185 orang. Data kasus baru kali ini jauh lebih rendah dari sehari sebelumnya yang masih di atas 300 pasien. Jumlah kasus baru pada hari ini juga terhitung paling rendah sejak 5 April lalu. Hingga hari ini, sebanyak 5.423 pasien positif corona masih menjalani perawatan. Jumlah pasien dalam perawatan ini setara dengan 80,2 persen dari total kasus positif covid-19 di Indonesia.
Sementara pasien positif corona yang berhasil sembuh tercatat mencapai 747 orang. Sedangkan angka kematian akibat covid-19 di Indonesia sejauh ini sudah 590 jiwa. Menurut juru bicara pemerintah untuk penanganan COVID-19, Achmad Yurianto, sampai hari ini, sudah ada 16.343 orang yang berstatus sebagai Pasien Dalam Pengawasan (PDP). Adapun mereka yang ditetapkan menjadi Orang Dalam Pemantauan (ODP) sebanyak 181.770 jiwa.
Melihat data yang kian meningkat tersebut, pemutusan mata rantai terhadap pandemi Covid-19 dirasa belum berhasil. Banyak masyarakat yang justru merasa aman-aman saja terhadap keadaan yang seperti ini selama di tempat tersebut belum terdapat kasus positif. Bahkan masih banyak tempat hiburan, warkop, atau cafe yang buka dan banyak menerima pengunjung.
Dalam berbagai kesempatan pemerintah menghimbau masyarakat agar menerapkan pyshical distancing dan melakukan segala aktivitas seperti belajar, bekerja, dan beribadah dari rumah. Namun perlu diakui bahwa kedisiplinan masyarakat masih tergolong rendah. Namun di sisi lain, banyak kalangan menganggap bahwa kebijakan pemerintah belum sepenuhnya menyentuh pada aspek kesadaran warganya. Andaikan pemerintah atau aparat keamanan diberi wewenang khusus, mungkin saja segala hal yang menimbulkan kerumunan dalam jumlah banyak akan ditutup, namun realitanya setelah aparat keamanan atau petugas memberikan peringatan untuk membubarkan diri, dalam beberapa waktu yang tidak lama, situasi kembali seperti semula. Hal itu banyak terjadi di beberapa tempat hiburan dan tongkrongan.
Dalam hal ini kebijakan pemerintah adalah memutus mata rantai peyebaran pandemi Covid-19. Pemerintah berusaha untuk menjaga yang sehat dengan kebijakan-kebijakan yang telah dikeluarkan. Sebab, penularan tersebut berasal dari orang-orang yang sudah dinyatakan positif. Namun dalam hal ini, kesadaran masyarakat untuk stay at home masih minim, padahal sudah banyak pihak yang mengampanyekan bahwa jika tidak ada kepentingan yang mendesak maka tidak perlu keluar rumah. Kebijakan-kebijakan lain juga sudah banyak dikeluakan oleh pemerintah. Contohnya penerapan penggunaan masker, cuci tangan dengan sabun, dan etika batuk atau bersin.
Saran yang datang dari Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO, bahwa konsumsi produk hewani mentah atau kurang matang dapat memicu risiko tinggi infeksi dari berbagai organisme yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia. Pusat Pegendalian dan Pencegahan Penyakit juga telah menjelaskan bahwa langkah-langkah pencegahan Covid-19 ini bisa dilakukan degan cara mencuci tangan dengan sabun, berolahraga secara teratur, menjaga pola makan dengan memperhatikan gizi dan nutrisi, serta menghindari kontak dengan orang sakit atau mereka yang memiliki gejala Covid-19.
Problematika tersebut menjadikan pemerintah banyak terbelenggu dengan lika-liku serta opsi mengenai lockdown atau tetap memberlakukan kebijakan yang sudah berlangsung. Sebab, banyak pihak yang juga mendesak pemerintah untuk memberlakukan lockdown. Namun perlu kita sadari di dalam kedua hal tersebut juga miliki sisi negatif dan sisi positif masing-masing. Untuk hal tersebut juga dianggap bukan jawaban atas apa yang sedang dialami sekarang, yang dibutuhkan dalam hal ini adalah kesadaran untuk saling membantu dan meciptakan relasi yang harmonis serta saling menguntungkan antara satu sama lain.
Pemerintah berusaha semaksimal mungkin untuk megatasi pasien yang terjangkit Covid-19 dengan menerapkan kebijakan-kebijaknnya, sementara itu masyarakat bahu-membahu untuk berusaha agar mengurangi dan memutus mata rantai penyebaran Covid-19. Semua itu dengan tujuan dan harapan agar pandemi tersebut kian berakhir dan hilang dalam waktu yang singkat. Sebab, kita semua turut menanti agar lekas membaik dan kembali seperti semula sebelum adanya pandemi tersebut.
*Anak Literasi Untuk Negeri Jateng