Oleh: Inas Jordi Purnomo (Ketua Umum PC IMM Kota Semarang 2025/2026)
MADRASAHDIGITAL.CO- Koperasi telah lama dikenal dan hadirnya memberikan banyak manfaat untuk rakyat indonesia, terutama untuk masyarakat akar rumput atau kalangan bawah. Hal ini menjadi wajar, karena pada dasarnya koperasi dijalankan secara bersama-sama oleh para anggotanya untuk menghadirkan manfaat bersama. Dalam sejarahnya, koperasi berkembang pesat sebagai roda penggerak perekonomian rakyat, jumlahnya tersebar di seluruh penjuru indonesia. Berkembangnya koperasi menjadi suatu hal yang wajar karena merupakan amanat dari konstitusi indonesia (UUD 1945 Pasal 33). Seiring berkembangnya zaman, koperasi mengalami kemunduran dalam menjalankan roda perekonomian rakyat indonesia. Penyebab koperasi mengalami kemunduran, mulai dari penyimpangan dalam memahami konsep koperasi, koperasi dijadikan sebagai alat politik, lemahnya tata kelola dan manajemen, dan banyak penyebab lain dari kemunduran koperasi.
Di tengah deteriorasi entitas koperasi sebagai soko guru perekonomian indonesia, rezim Prabowo-Gibran menggagas program untuk mengembalikan koperasi sebagai ruh penggerak perekonomian rakyat melalui program Koperasi Desa Merah Putih. Program ini didukung dengan dasar hukum Instruksi Presiden (Inpres) no. 9 Tahun 2025. Dalam Inpres tersebut menerangkan bahwa program ini rencana akan tersebar di desa maupun kelurahan diseluruh penjuru tanah air dengan jumlah 80.000 koperasi. Membangun 80.000 koperasi tentu membutuhkan dana yang tidak sedikit.
Dalam Inpres tersebut Presiden menginstruksikan 15 kementerian/lembaga negara selain Kementerian Koperasi untuk bekerja sama menjalankan dan menyukseskan program ini. Disini kita bisa melihat bagaimana pemerintah menaruh perhatian yang sangat tinggi demi suksesnya program ini. Terlihat dari bagaimana pemerintah bukan hanya menitikberatkan program ini kepada Kementerian Koperasi saja, tapi juga kepada kementerian atau lembaga negara lain. Gagasan pembentukan Koperasi Desa Merah Putih sekilas seperti membawa angin segar untuk mengembalikan entitas koperasi sebagai soko guru perekonomian indonesia. Pertanyaanya, apakah konsep yang diambil negara ini sudah tepat? Apakah program ini benar-benar berdasarkan kebutuhan dan keinginan rakyat indonesia?
Pengertian Koperasi
Koperasi berasal dari kata cooperation, yang memiliki arti kerja sama. Meskipun koperasi berarti kerja sama, tetapi tidak semua kerja sama selalu berarti koperasi. Adapun maksud dari koperasi disini adalah usaha bersama-sama dalam lingkup perekonomian. Ewell Paul Roy, Ph.D. dalam bukunya Cooperatives: Development, Principles and Management, menyatakan bahwa pengertian koperasi adalah suatu perkumpulan, biasanya berbadan hukum, mempunyai tujuan ekonomi yang dibentuk oleh dan untuk orang-orang atau perusahaan yang memiliki kebutuhan sama, yang memiliki suara yang sama dalam manajemen, yang memberikan modal yang sama atau seimbang serta memperoleh pelayanan dan manfaat yang seimbang dari koperasi tersebut.
Pengertian koperasi lebih lanjut lagi juga diatur dalam konstitusi negara indonesia, yaitu Undang-Undang (UU) no. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian. Dalam UU tersebut, tepatnya di Pasal 1 menjelaskan bahwa Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum Koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip Koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan. Jika kita tarik benang merah dari dua pengertian tersebut, koperasi mempunyai konsep, yaitu merupakan perkumpulan dari orang-orang yang memiliki tujuan ekonomi yang sama yang dibangun diatas asas kekeluargaan.
Prinsip Dasar Koperasi
Koperasi juga harus dijalankan dengan prinsip-prinsipnya. Sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang (UU) no. 25 Tahun 1992 Pasal 5. Adapun prinsip koperasi menurut Pasal 5 tersebut adalah:
- keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka;
- pengelolaan dilakukan secara demokratis;
- pembagian sisa hasil usaha dilakukan secara adil sebanding dengan besarnya jasa usaha masing-masing anggota;
- pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal;
- kemandirian.
- pendidikan perkoperasian
- kerja sama antar koperasi
Mohammad Hatta dan Koperasi
Berbicara mengenai koperasi rasanya kurang lengkap jika kita tidak menggali pokok-pokok pemikiran dari orang yang mempunyai julukan “Bapak Koperasi”, yaitu Mohammad Hatta. Perkembangan koperasi tidak terlepas dari sumbangsih pemikiran Mohammad Hatta. Dalam buku berjudul “Demokrasi Kita: Idealisme dan Realitas Serta Unsur Yang Memperkuatnya” karya Tjuk Atmadi, Hatta memandang bahwa koperasi memiliki persamaan dengan kebiasaan dengan orang Indonesia, yaitu Kolektivisme. Masyarakat indonesia terkenal dengan gotong-royong, bahu-membahu, dan tolong-menolong dalam mengerjakan banyak hal. Hal inilah yang menjadi salah satu alasan kuat bagi Hatta untuk memahamkan masyarakat indonesia akan pentingnya koperasi. Koperasi mendidik anggotanya untuk bertanggub jawab dan memperkuat toleransi bersama. Hatta juga memandang koperasi harus dilaksanakan berdasarkan asas kekeluargaan dan egaliter (sederajat). Hal ini sebagaimana kata Bung Hatta yang dikutip Y. Harsoyo dkk. dalam buku “Ideologi Koperasi: Menatap Masa Depan”:
“Koperasi merupakan bentuk usaha yang berdasarkan atas azas kekeluargaan, karena koperasi yang menyatakan kerjasama antara para anggotanya sebagai suatu keluarga dan menimbulkan tanggung jawab bersama sehingga pada koperasi tidak ada majikan dan tidak ada buruh,”
****
Bagi Hatta, koperasi bisa menjadi alat persekutuan si lemah untuk mempertahankan hidupnya dari sistem perekonomian yang mencekik atau menindas rakyat kecil. Apalagi pada saat itu indonesia berada dibawah cengkraman kolonialisme-imperialisme, yang sangat menyengsarakan rakyat. Hal ini juga diluapkan Hatta dalam pidato inagurasinya tahun 1926, saat beliau menjadi Ketua Perhimpunan Indonesia:
“Penindasan modal raksasa asing, dengan pemerintah asing sebagai pelindung alamiahnya, seperti halnya di Indonesia saat ini yang hanya menimbulkan kesengsaraan dan kemelaratan, maka halnya sistem penghidupan perekonomian rakyat yang diorganisir secara koperasi akan dapat melawan dengan behasil. Koperasi sebagai bentuk pengorganisasian perekonomian rakyat yang dapat memberikan dasar-dasar yang kokoh kuat bagi pembangunan kembali ekonomi kita”
Hatta ingin menjadikan koperasi sebagai soko guru perekonomian negara, yang pada saat itu perekonomian negara sangat ditopang oleh ekonomi yang dijalankan oleh rakyat bawah. Ide koperasi ini pada akhirnya dituangkan Hatta kedalam UUD 1945 Pasal 33, yang menjadi salah satu dasar dalam pelaksanaan koperasi.
Dalam buku “Mengenang Bung Hatta” karya I Wangsa Widjaja, Hatta memandang perkembangan koperasi harus bekerja sama dengan pemerintah untuk menciptakan koperasi yang kuat. Koperasi harus tumbuh dari bawah tumbuh atas dasar kesadaran rakyat itu sendiri akan pentingnya koperasi. Intervensi pemerintah hanya pada sebatas mendidik kader-kader koperasi. Dengan kader yang terdidik dan memiliki keterampilan yang mumpuni, maka koperasi akan berkembang baik dan menjadi kekuatan ekonomi rakyat yang kuat untuk menopang kehidupan.
Koperasi Desa Merah Putih: Angin Segar atau Angin Suram?
Dengan keluarnya Inpres no. 9 Tahun 2025, maka rezim Prabowo-Gibran berupaya untuk mengembalikan koperasi sebagai tonggak perekonomian rakyat melalui Koperasi Desa Merah Putih. Koperasi Desa Merah Putih dibentuk dengan regulasi dari atas ke bawah atau biasa dikenal dengan top-down. Model top-down seperti ini juga bertentangan dengan Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa, yang dimana pemerintah desa berhak mengatur dan memegang kendali penuh atas pembangunan desa justru dipaksa ikut perintah dan arahan dari pusat. Pemerintah seakan ingin menempatkan koperasi sebagai agregator layanan negara bukan sebagai organisasi yang berdaulat dan mandiri seperti yang tertuang dalam UUD 1945 Pasal 3. Koperasi tidak akan mencapai kemadirian jika mengandalkan dukungan eksternal, dalam hal ini dana dari pemerintah. Koperasi seharusnya tumbuh berdasarkan kebutuhan dan kesadaran lokal. Hal ini didasarkan karena kebutuhan lokal masing-masing daerah berbeda tidak bisa dipukul sama rata.
****
Koperasi Desa Merah Putih juga bertentangan dengan salah satu butir dalam UU No. 25 tentang Perkoperasian, yaitu keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka. Jika kita melihat pelaksanaan Koperasi Desa Merah Putih, maka pembentukan koperasi ini hanya diarahkan berbasis desa dengan keanggotaan warga desa tertentu dan lebih tertutup. Koperasi pada dasarnya inklusif, siapa saja bisa turut berpartisipasi aktif untuk memajukan koperasi. Disaat yang sama, Koperasi Desa Merah Putih juga bertentangan dengan prinsip koperasi yang lain, yaitu pengelolaan dilakukan demokratis. Bagaimana pengelolaan Koperasi Desa Merah Putih ini akan demokratis, jika format organisasi, manajemen operasional, jenis usaha, hingga mekanisme pelaporan dan pertanggungjawaban sudah ditentukan dalam Petunjuk Pelaksanaan Menteri Koperasi Nomor 1 Tahun 2025 5 Tentang Pembentukan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih.
Berdasarkan temuan utama dari hasil riset Koperasi Desa Merah Putih (KO PERAS DESA MERAH PUTIH: Pedoman Pelaksanaan, Perubahan, dan Alternatif Program) yang dilakukan oleh Celios (2025), banyak kerugian yang bisa ditimbulkan dari pelaksanaan Koperasi Desa Merah Putih. Diantara temuan itu adalah:
- Koperasi Desa Merah Putih berpotensi menjadi Ladang Rente dan Korupsi.
- Koperasi Desa Merah Putih berpopntensi memicu konflik dan kerentanan sosial.
- Perangkat Desa menolak Koperasi Desa Merah Putih dibiayai dengan pinjaman bank, dengan Dana Desa sebagai sumber pembayaran cicilan.
- dll.
****
Hasil riset juga menunjukkan bahwa kebutuhan utama masyarakat desa bukan hadirnya Koperasi Desa Merah Putih. Meskipun jawaban responden bervariasi, semuanya mengerucut pada tiga prioritas utama. Pertama, 25% responden menjawab infrastruktur dasar seperti jalan, jembatan, layanan kesehatan, sekolah hingga SMA, akses internet, dan irigasi pertanian masih sangat dibutuhkan. Kedua, 36% responden menekankan bahwa masyarakat lebih membutuhkan dukungan langsung terhadap ekonomi lokal, seperti penyediaan alat pertanian modern, jaminan harga hasil panen, dan penguatan BUMDes agar desa bisa mengembangkan potensi dan menciptakan lapangan kerja. Ketiga, 15% responden menjawab masyarakat desa akan lebih terbantu apabila pemanfaatan dana desa dapat diarahkan pada pembangunan yang benar-benar dibutuhkan, termasuk infrastruktur yang mendukung produktivitas dan program pemberdayaan masyarakat.
Temuan ini menunjukkan bahwa masyarakat menginginkan pembangunan yang tepat sasaran dan menjawab kebutuhan nyata di lapangan. Dengan kata lain, dibandingkan dengan program seperti Koperasi Desa Merah Putih yang belum tentu sejalan dengan kebutuhan utama warga, masyarakat desa lebih mengharapkan pemenuhan prioritas yang konkret dan langsung dirasakan, seperti infrastruktur dasar, dukungan untuk ekonomi lokal, dan pemanfaatan dana desa yang tepat sasaran.
Penutup
Pemerintah selalu jatuh kedalam lubang yang sama, yaitu membuat program yang pada dasarnya tidak sesuai kebutuhan dan menyelesaikan masalah masyarakat. Pemerintah dalam hal ini juga mengalami kesalahpahaman atas konsep koperasi. Alih-alih memperkuat koperasi sebagai soko guru perekonomian negara, pemerintah justru menghadirkan program yang bisa menciptakan peluang untuk melakukan korupsi. Koperasi merupakan model yang cocok sebagai penopang perekonomian rakyat yang berdaulat. Hal ini didasarkan pada kebiasaan rakyat indonesia yang suka gotong-royong, yang di mana ini sejalan dengan prinsip koperasi, yaitu suatu upaya untuk menolong diri sendiri secara bersama-sama. Kesadaran untuk berkoperasi harus timbul dari masing-masing individu agar dalam berkoperasi dapat dijalankan dengan sungguh-sungguh. Mengingat pesan Hatta (Bapak Koperasi), bahwa kerja-kerja koperasi harus senantiasa dilakukan terus-menerus. Koperasi tidak akan tumbuh, jika tidak ada cita-cita koperasi (baca: pendidikan koperasi).