MADRASAHDIGITAL.CO – Oleh: Muh Taufiq Firdaus, Ketua Umum PC IMM AR Fakhruddin Kota Yogyakarta Periode 2019-2020
Sumpah kader pelopor-progresif: Kader pelopor-progresif IMM mengikrarkan: Mengaku berbangsa satu; bangsa yang mencita-citakan keadilan. Mengaku berbahasa satu; bahasa kebenaran; Mengaku bertanah; Tanah air tanpa penindasan
(Deklarasi Kota Malang – Manifesto Kader Progresif, 2002)
Selayang Pandang
Sebagai salah satu organisasi otonom (ortom) dari Persyarikatan Muhammadiyah dan bagian dari gerakan mahasiswa, kelahiran Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah tidaklah lahir tanpa sandaran, kelahiran IMM bukanlah lahir dalam kondisi kebetulan (an historical accident), melainkan kelahiran IMM tidak lain merupakan keharusan sejarah (an historical necesety) dan kehendak pribadi dari Muhammadiyah yang selalu mengalami transformasi diri dalam tubuh persyarikatan tak terkecuali melihat potensi—(Intelektual-aktivis)—mahasiswa/kader muda muhammadiyah yang mampu menopang cita cita luhur dari Muhammadiyah.
Tentu ini menjadi salah satu upaya Muhammadiyah dalam aktivitas dakwah dan perjuangannya, sehingga dalam setiap lintasan zaman, Muhammadiyah akan tetap eksis dan mampu menghendaki perubahan dan tak luput akan kontribusinya dalam memberikan solusi alternatif yang mengusung dakwah mencerahkan.
Sejak kelahiran IMM pada 1964 hingga tahun 2021, satu hal yang patut dicatat adalah IMM tidak pernah absen dalam agenda perkaderan (internal) dan agenda transformasi sosial (eksternal) hal ini sesuai dengan tujuan IMM itu sendiri. Keterlibatan IMM dalam setiap masa, tentu didukung dengan beberapa faktor yang melatarbelakangi agenda IMM, sehingga agenda tersebut dapat terus berlanjut.
Pertama; faktor dari Muhammadiyah, sebagai organisasi induk, Muhammadiyah selalu hadir untuk mendorong kader kader IMM untuk tampil sebagai pelopor agenda transformasi sosial. Muhammadiyah sebagai salah satu organisasi terbesar di Indonesia yang telah tersebar di seluruh Indonesia, tentu harus dilihat sebagai keuntungan buat IMM yang dalam setiap agendanya membawa identitas Muhammadiyah.
Kedua; Dalam bangunan organisasi IMM. Struktur organisasi IMM telah sangat rapih dan sistematis dimulai dari tingkatan, nasional, daerah, cabang dan komisariat sehingga sangat dimungkinkan IMM untuk terlibat dalam agenda perubahan sosial di setiap ruang lingkup kepemimpinannya. Belum lagi ketika melihat kuantitas kader IMM yang telah tersebar luas di kampus perguruan tinggi Muhammadiyah (PTM) atau perguruan tinggi negeri/swasta (PTN/S) di seluruh Indonesia, tentu semakin menarik untuk ditunggu dan melihat tawaran progresif kader IMM sebagai aktualisasi nilai dari Muhammadiyah.
Meskipun demikian, Ahmad Fuad Fanani dalam Reimagining of Muhammadiyah selalu memberikan alarm buat kader Muhammadiyah/IMM agar tidak terlenah dengan “kemewahan” dan “kebesaran” yang didapatkan dari Muhammadiyah. Maka, faktor yang disebutkan di atas bisa berubah menjadi petanda buruk ketika kader Muhammadiyah tidak lagi mau berjuang dan hanya selalu mengagungkan “kemewahan” dari Muhammadiyah.
Menjaga Nalar Intelektual
Dalam sejarah perkembangan Muhammadiyah dan IMM, masing-masing keduanya mempunyai keterikatan kuat dengan Yogyakarta. Muhammadiyah dan IMM sama-sama dilahirkan dan deklarasikan di Yogyakarta oleh KH Ahmad Dahlan dan Djazman Alkindi dalam interval waktu berbeda. Muhammadiyah dicetuskan oleh KH Ahmad Dahlan pada tahun 1912, sedangkan IMM di deklarasikan pada 1964.
Bahkan di awal pendirian Muhammadiyah, menurut Najib Burhani dalam bukunya Muhammadiyah Jawa, aktivitas Muhammadiyah sangat dekat dengan tradisi Yogyakarta saat itu, hal ini disebabkan dari sosok para pendiri Muhammdiyah termasuk KH Ahmad Dahlan sendiri, menghabiskan waktu kecilnya hingga dewasa dalam lingkungan Keraton Hadiningrat termasuk keluarga besarnya.
Romantisme kelahiran dan sejarah Muhammadiyah dan IMM yang ada di Yogyakarta, membuat Yogyakarta menjadi salah satu kota yang istimewa dalam lembar sejarah Muhammadiyah dan IMM. Meskipun demikian, tidak menafikkan peran masing-masing daerah di seluruh Indonesia yang juga terlibat dalam perkembangan Muhammadiyah dan IMM hingga sekarang. Sebagiamana yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa dalam setiap level kepemimpinan, IMM dapat terlibat aktif mendorong agenda perubahan sosial di tengah masyarakat, demkian juga halnya di Yogyakarta yang dikenal sebagai kota pendidikan.
Yogyakarta dan IMM selain karena faktor historis kelahiran, keduanya juga dipertemukan dalam iklim intelektual. Yogyakarta dengan identitas kota pendidikan memberikan fasilitas dan akses intelektual yang bertebaran disetiap tempat di Yogyakarta, di antaranya; agenda literasi–membaca-menulis-diskusi, toko buku yang berlimpah hingga perguruan tinggi tersebar luas.
Hal ini membuat Yogyakarta disesaki oleh berbagai macam kelompok-komunitas-organisisasi yang mengusung gerakan intelektual, salah satunya IMM. IMM di Yogyakarta sangat dimungkinkan untuk melakukan agenda-agenda tersebut. Sesuai dengan nilai yang terkandung dalam salah satu Trilogi IMM; Intelektualitas.
Terkait dengan upaya membangun gerakan intelektual, Prof Abdul Munir Mulkhan pernah menyarankan bahwa agenda strategis yang dapat dilakukan IMM adalah dengan membangun gerakan intelektual yang dimilikinya. Paling tidak, menurutnya ada tiga agenda besar, yakni pengembangan pemikiran melaui berbagai kegiatan pengkajian dan dialog dalam berbarbagai bentuk; kedua, penelitian yang tetap harus terkait dengan pengembangan tradisi intelektual; ketiga, searah dengan moral dakwah dengan pengembangan pengabdian masyarakat melalui keterlibatan IMM yang tetap berakar pada paradigma intelektual.
Senapas dengan itu, Mohammad Hatta menjelaskan, aktivitas yang ditanggung oleh gerakan intelelektul. Menurutnya, gerakan intelektual memiliki tanggung jawab moral yang sangat besar terhadap setiap krisis yang terjadi di bangsa ini. Dengan demikian, IMM yang juga mengusung gerakan intelektual sudah barang tentu ikut bertanggung jawab terhadap setiap problematik dan konflik di Yogyakarta.
Dalam setiap problematik sosial yang terjadi di Yogyakarta, IMM harus menjawab dengan nalar intelektual. Konflik struktural yang kerap terjadi di Yogyakarta harus dapat dibaca dan dipetakan melalui nalar intelektual. Di sini peran nalar intelektual akan menjernihkan dan membuka tabir konflik tersebut secara terang benderang. Alhasil keputusan dan keberpihakan IMM berangkat dari kesadaran intelektualnya.
Maka, posisi intelektual dalam gerakan IMM sudah tentu menjadi sangat penting. Upaya untuk menyawab permasalahan sosial dengan nalar intelektual bukan suatu perkara mudah, jika IMM tidak sungguh-sungguh menciptakan tradisi intelektual dalam lingkungan organisasi. Untuk memperdalam nalar intelektual, IMM dapat memperluas dan membuat agenda intelektual seluas-luasnya untuk mengembangan basis intelektual semisal taman baca dan toko buku IMM.
Ruang diskusi kritis disemerakkan dan ruang tulis dibudayakan sebagai aktualisasi nalar intelektual kader yang semua itu terangkum dalam konsep perkaderan intelektual. IMM memerlukan gerakan intelektual sebagai basis yang dapat membantu IMM ikut aktif dalam agenda tranformasi sosial di manapun khususnya di Yogyakarta.
Teguhkan Independensi
Agar gerakan intelektual IMM tidak tergerus, sedapat mungkin IMM harus mengambil tapal batas yang jelas dalam suatu peristiwa. Tidak dapat diintervensi atau diinstruksikan oleh kelompok lain. Gerakan intelektual IMM harus murni dan tidak berafiliasi dengan kelompok manapun termasuk kepentingan politik dunawi. Julian benda selalu mengingatkan akan “pengkhianatan kaum intelektual” dan IMM sangat berpotensi rapuh dengan ini.
Maka, untuk melindungi nalar intelektual IMM dengan urusan yang lain, IMM harus terus merawat tradisi intektual dan tidak cepat puas tapi selalu melakukan transformasi diri. Salah satu tantangan IMM di Yogyakarta adalah Yogyakarta itu sendiri. Yogyakarta dengan kota pendidikan sudah menjadi karakter yang tidak dapat dipisahkan. Maka IMM harus terus menjadi gerakan intelektual untuk dapat terlibat di dalam problematik sosial di Yogyakarta. Yogyakarta dengan kota pendidikannya, IMM dengan gerakan intelektualnya.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Munir Mulkhan, Menggugat Muhammadiyah, Yogyakarta : Fajar Pustaka Baru , 2000)
Ahmad Fuad Fanani , Reimagining of Muhammadiyah, Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2018
Ahmad Najib Burhani, Muhammadiyah Jawa, Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2010
DPP IMM, Tri Kompetensi Dasar : Peneguhan Jatidiri Kader Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah, Jakarta, Bidang Keilmuan DPP IMM, 2007.
Mohammad Hatta, Tanggungjawab moral kaum intelegensia, Jakarta: LP3ES, 1984