MADRASAHDIGITAL.CO, Oleh: Muhammad Nur Faizi, Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Saat berkeliling ke beberapa daerah, mungkin sedikit sulit menemukan orang Muhammadiyah. Lebih mudah menemukan aset mereka yang berjajar di setiap daerah; mulai dari sekolah, rumah sakit, lembaga infak, zakat, maupun wakaf semuanya mudah ditemukan. Kelembagaan mereka berderet panjang dan tertata rapi. Dari semua kesuksesan itu, ada sebuah rahasia di organisasi mereka, yaitu kebiasaan bersedekah.
Sebuah laporan dari Majelis Ekonomi dan Kewirausahaan Muhammadiyah menyebutkan pada tahun 2017 Persyarikatan mengelola hampir 21 juta meter persegi tanah wakaf. Hebatnya tak sedikitpun dari tanah tersebut atas nama pribadi tertentu. Semuanya atas nama Persyarikatan. Dalam tanah 21 juta meter persegi tersebut berdiri 19.951 sekolah, 13.000 masjid dan mushola, 765 bank perkreditan rakyat syariah, 457 rumah sakit dan klinik, 437 baitul mal, 635 panti asuhan, 102 pondok pesantren, dan 176 universitas.
Jika semua aset itu ditaksir, bisa mencapai angka Rp 320 triliun. Jumlah itu belum ditambah dengan kekayaan kas yang dimiliki amal usaha yang tersimpan di bank. Kalau ditaksir, kekayaannya bisa mencapai angka Rp 1.000 triliun. Jumlah ini berhasil dicapai akibat pengolahan manajemen yang mengagumkan. Andal, rapi, dan solutif atas segala bentuk permasalahan.
Andaikan KH Ahmad Dahlan masih hidup, mungkin beliau akan tersenyum lebar melihat pesatnya laju organisasi Muhammadiyah. Sejak masa awalnya, Muhammadiyah terus mengevaluasi diri dan berkembang sesuai keadaan zaman. Muhammadiyah mampu beradaptasi secara rapi menyesuaikan kebutuhan masyarakat masa kini. Rumah sakit, sekolah, lembaga zakat, hingga segala jenis bantuan kemanusiaan berhasil mereka ciptakan.
Dengan massa yang besar dan aset berjajar, bukan perkara mudah melakukan valuasi pada harta yang begitu banyaknya. Cara menghitungnya cukup rumit dibandingkan pengelolaan harta perorangan atau bisnis tertentu. Dengan tingginya tingkat kerumitan dan hasil yang lumayan, membuat Muhammadiyah benar-benar digdaya atas pengelolaan administrasi umat.
Kesuksesan ini semakin didukung oleh minat bersedekah yang tinggi dari seluruh warganya. Kotak-kotak masjid tidak pernah kosong dari isian uang. Begitupula kertas-kertas penyerahan harta wakaf, tidak pernah sepi dari tanda tangan. Semua itu terjadi karena mentalitas kaya Muhammadiyah serta kemauan untuk bekerja keras. Karena dengan semua usaha itu, mereka bisa melaksanakan jihad kemanusiaan. Bekerja dan terus bekerja untuk mencapai tingkat kemakmuran semua orang.
Apabila ada yang menanyakan, bagaimana caranya organisasi sederhana bisa memiliki aset sekian banyaknya? Salah satu jawabannya ada pada semangat KH Ahmad Dahlan yang terus dinyalakan hingga sekarang. “Hidup hidupilah Muhammadiyah, jangan mencari hidup di Muhammadiyah”. Visi ini terus digerakkan oleh semua kader Muhammadiyah. Mereka menjadi pribadi yang unggul, yang ingin menolong semua makhluk.
Dengan visi tersebut, orang-orang Muhammadiyah menjadi sosok yang ringan tangan. Mudah sekali untuk melepas hartanya, dan tidak berpikir dua kali untuk melepaskannya. Hingga pada akhirnya, terciptalah ribuan bangunan kemanusiaan yang menjadi dasar pergerakan Muhammadiyah. Inilah yang menjadi visi dari KH. Ahmad Dahlan, di mana semua warga Muhammadiyah mengabadikan dirinya untuk umat.
Penulis kerap terinspirasi dengan orang-orang Muhammadiyah. Bagaimana mereka mampu menyusun segala rancangan yang mampu membantu banyak umat. Pun sempat terpikir, andaikan sistem ini diterapkan untuk mengatur perekonomian Indonesia, pasti kekayaan negara akan berlipat ganda. Mampu menghidupi semua rakyat dan bisa mencapai kata sejahtera.
Tidak heran jika Muhammadiyah disebut sebagai Sang Pencerah. Muhammadiyah mampu mencerahkan negeri dengan konsep yang apik. Ketelitian serta ketepatannya dalam memunculkan solusi atas semua persoalan membuat Muhammadiyah jauh berkembang. Muhammadiyah terus berkembang dan hebat dalam mengatur pilihan-pilihan.
Muhammadiyah, dengan jumlah yang banyak dan diisi oleh orang yang gila bersedekah atau berwakaf. Kemudian ikhlas membangun gerakan, baik gerakan keagamaan maupun gerakan keorganisasian. Muhammadiyah hadirnya nyata melalui bukti-bukti yang terus dimunculkan melalui sarana prasarana. Memfasilitasi umat dengan ribuan sarana yang hebat.
Bahkan di daerah-daerah terpencil sekalipun, Muhammadiyah ikut menyumbang kontribusi besar. Muhammadiyah tidak tutup tangan dalam keadaan pandemi yang menelantarkan banyak manusia. Mereka memberikan bantuan-bantuan ke sektor ranting sebagai sektor terkecil. Kemudian menyasar ke pihak-pihak kecil seperti individu yang terkena dampak pandemi secara langsung.
Banyak tokoh Muhammadiyah yang melakukan aksi yang luar biasa dalam pembiasaan hidupnya. Misalnya, Buya Maarif Syafi’i yang biasa berjalan kaki, naik bus ataupun kereta api menyapa banyak orang. Pernah ada seseorang yang mengingatkan beliau untuk menggunakan mobil dalam perjalanannya. Akan tetapi, beliau menolak dengan perkataan yang lembut.
Sedekah adalah kebiasaan yang baik, maka kebiasaan itu harus ditopang oleh kebiiasaan-kebiasaan kecil yang terus dilakukan setiap harinya. Seperti Buya Maarif Syafi’i yang tidak malu untuk berjalan kaki. Beliau mementingkan sisi efektivitas daripada gaya-gayaan. Dalam hal tersebut, Buya sudah membiasakan dirinya setiap harinya dalam efektivitas segala hal, baik waktu, ekonomi, ataupun posisi. Kebiasaan-kebiasaan itulah yang terus dihidupkan Muhammadiyah dan menjadi kebiasaan untuk selalu beramal untuk terciptanya kemaslahatan umat.