MADRASAHDIGITAL.CO,- Oleh : Mohammad Haidar Albana
Berita yang menjadi perbincangan hangat pekan ini selain pertandingan Catur Dewa Kipas melawan GM Irene Kharisma tampaknya menjadi tontonan serius orang Indonesia melalui mediator Dedy Corbuzier yang disiarkan di channel YouTube miliknya dengan penonton yang lebih dari satu juta orang.
Selain di atas yang seharusnya menjadi perbincangan serius netizen Indonesia yaitu tentang survey yang dilakukan oleh microsft tentang tingkat kesopanan orang Indonesia. Studi tersebut dirilis pada Jumat (26/2/2021).
Bersamaan dengan temuan dari Digital Civility Index (DCI) 2020, yang mengukur tingkat kesopanan digital dari pengguna internet dunia saat berkomunikasi di dunia maya. Survey tersebut menempatkan netizen Indonesia pada peringkat terbawah se- Asia Tenggara.
Sesuatu yang menjadi keanehan di sini adalah ketidak seriusan orang Indonesia untuk memperbaiki etika bersosial medianya. Tak jarang, mereka melakukan reaksi dengan menyerang akun instagram resmi microsoft hingga pihak microsoft menutup kolom komentarnya.
Hal ini menjadi perhatian serius oleh Taufiqu Rahman Ph.D (Pakar komunikasi) dalam Konferensi Akademik di bidang Ilmu Komunikasi, Jogjakarta. Ia menegaskan bahwa kebanyakan dari orang Indonesia ketika berbicara tentang literasi digital hanya mencangkup pada aspek berita bohong, miskomunikasi atau disinformasi. Seharusnya juga, perihal etika literasi atau kecerdasan emosional saat bersosial media hendaknya disadari.
Dijelaskan lagi oleh Taufiqu bahwa rincian indikator dari DCI terhadap ketidaksopanan masyarakat Indonesia di dunia media sosial seperti banyaknya ghosting atau chat yang tidak memperkenalkan diri terlebih dahulu yang berimbas pada teror, lalu bullying pada seseorang.
Penyebab Ketidaksopanan netizen Indonesia dalam bersosial media
menurut Endang Mariani seorang Pengamat Psikososial dan Budaya. Ada tiga faktor yang menjadikan ketidaksopanan masyarakat Indonesia di media sosial. Terutama dalam sorotan situasi pandemi seperti sekarang ini.
Pertama: Adanya ketidak pastian informasi tentang berita pandemi yang menyebar di masyarakat. Sehingga memunculkan berita bohong secara berkala.
Kedua: Kesulitan ekonomi selama pandemi mengakibatkan meningkatnya kasus penipuan. Hal ini disebabkan karena banyaknya pekerja yang di PHK selama pandemi dan berkurangnya lapangan pekerjaan. Akiibatnya banyak masyarakat yang melakukan pekerjaan dengan tidak halal seperti penipuan.
Ketiga: Respon frustasi karena pandemi yang tidak berkesudahan mengakibatkan seseorang melampiaskan frustasi tersebut pada media sosial dengan bentuk ujaran kebencian, bully dan teror.
Memiliki etika dalam bersosial media adalah kewajiban kita bersama. Sebagai manusia terkhusus umat Islam. Penulis memiliki solusi yang diambil dari Majelis Pustaka dan Informasi Pimpinan Pusat Muhammadiyah tentang Akhlakul Medsosiyah Warga Muhammadiyah akan menjadi solusi netizen di seluruh Indonesia dalam beretika di media sosial. Sesuai dengan Kode Etik NetizMu Majelis Pustaka dan Informasi Pimpinan Pusat Muhammadiyah dapat dirumuskan bahwa:
Pertama: Media sosial harus dijadikan sebagai wahana silaturahim, bermuamalah, tukar informasi, dan berdakwah amar ma’ruf nahi munkar.
Materi maupun konten yang disebarkan NetizMu harus dapat dipertanggung jawabkan secara personal dan kelembagaan yang bersifat mencerahkan tidak bertentangan dengan norma sosial, agama, dan sesuai dengan etika ke- Indonesiaan serta tidak melanggar hak orang lain.
Selanjutnya berkaitan dengan hubungan interpersonal sesama netizen harus saling berteman. Hal ini sebagai bentuk silatuhrahmi dan menjaga ukhuwah dalam dunia media sosial.
Kedua: Sesama netizen harus saling mengingatkan, menasehati dengan etika yang tinggi sebagaimana ajaran Islam yaitu sanggup mengoreksi, menasehati dan meminta maaf ketika melakukan kesalahan.
Menurut Prof. Dadang Kahmad selaku Ketua PP Muhammadiyah Bidang Pustaka Informasi dan Komunikasi mengatakan bahwa: “Media adalah pilar demokrasi yang mana merupakan simbol kebutuhan dalam menciptakan keseimbangan, sarana edukasi, hingga sebagai alat kontrol pada pemerintah. Untuk itu, maka seharunya kita sebagai warga negara yang baik harus mengedepankan etika dalam bermedia sosial yaitu dengan cara toleransi, persuasif, dan mencerahkan.”
Redaktur: Nia A