MADRASAHDIGITAL.CO- Oleh : Rodiatun Mardiah, Mahasiswi Mu’tah University Yordania
Bahasa bukan hanya sekadar alat komunikasi, lebih dari itu ia merupakan jembatan antara dunia internal dan eksternal manusia yang merupakan makhluk sosial. Dalam bahasa, tidak hanya terdapat upaya penyampaian informasi, tetapi juga ekspresi, perasaan dan nilai. Sebagai sarana untuk menyampaikan apa yang kita pikirkan, bahasa memiliki kekuatan untuk membentuk persepsi dan mempengaruhi pandangan kita terhadap berbagai fenomena yang terjadi dalam kehidupan kita sehari-hari.
Melalui bahasa yang kita gunakan, kita tidak hanya mengungkapkan apa yang kita pikirkan atau rasakan, akan tetapi juga memberikan makna pada apa yang kita utarakan, mengkontekstualisasikannya dalam pemaknaan yang lebih luas. Sehingga bahasa menjadi lebih dari sekadar alat, ia menjadi media untuk menciptakan hubungan emosional yang mendalam antar manusia.
Dengan demikian, bahasa adalah suatu hal yang sangat penting dalam kehidupan kita sehari-hari, yang tidak hanya membawa informasi, tetapi juga menciptakan dan merajut makna dalam setiap kalimat yang terucap. Sebuah bahasa bukan hanya menghubungkan kata demi kata, tetapi ia juga terbentuk dari pikiran, perasaan, dan pengalaman.
Bahasa hari ini
Memang benar saat ini kita hidup di era dimana Bahasa mengalami proses dekonstruksi. Kata-kata yang dulunya dianggap kasar atau tidak pantas, kini seringkali digunakan dalam konteks yang berbeda. Entah itu sebagai bentuk kekinian, kebebasan berekspresi atau bahkan simbol kedekatan atau keakraban. Namun, pertanyaannya adalah apakah kita sudah cukup peduli dengan etika dalam berbahasa? Mengingat bahwa bahasa bukan hanya alat untuk berkomunikasi, tetapi juga mencerminkan sikap dan nilai-nilai yang kita anut, apakah kita terlalu mengabaikan dampak penggunaan kata-kata yang mungkin bisa menyakiti perasaan orang lain, menstigmatisasi kelompok tertentu, atau merendahkan martabat seseorang?
Berbahasa bukan hanya soal memilih kata yang ‘tepat’ atau ‘sopan’, tetapi juga tentang kesadaran akan konteks dan tujuan dari komunikasi itu sendiri. Kita perlu mempertanyakan apakah kebebasan berbahasa yang kita nikmati saat ini justru mengaburkan pentingnya rasa saling menghormati dan empati. Sebuah bahasa yang hanya mengedepankan kebebasan tanpa memperhatikan dampaknya bisa menjadi senjata yang melukai, bahkan jika tidak dimaksudkan demikian.
Di sisi lain, penting juga untuk mengakui bahwa bahasa adalah fenomena yang hidup dan selalu berubah. Apa yang dianggap pantas dan tidak pantas akan selalu bergeser seiring berjalannya waktu. Namun, meskipun begitu, semangat untuk menghormati satu sama lain, untuk menjaga kepekaan sosial, tetap menjadi pondasi yang tidak boleh dilupakan dalam berbahasa. Maka dari itu, kita dihadapkan pada tantangan untuk menemukan keseimbangan antara kebebasan berbahasa dan tanggung jawab sosial dalam menggunakannya.
Antara adab dan ilmu
Dalam islam kita sudah tidak asing lagi dengan narasi bahwasanya adab itu diatas ilmu. Lantas apa itu adab? Secara etimologi adab berasal dari Bahasa arab addaba-yu addibu yang berarti mendidik atau pendidikan. Sebagai muslim kita percaya bahwasanya adab merupakan norma-norma yang harus kita jaga berdasarkan aturan agama.
Sehingga tidak dapat dipungkiri bahwa proses menuntut ilmu adalah pondasi utama dalam membentuk adab. Kita bisa menilai apakah suatu bahasa atau tindakan etis atau tidak beradab atau tidak dengan menggunakan pengetahuan dan pemahaman yang benar ilmu pengetahuan yang kita pelajari dalam kehidupan.
Ilmu bukan hanya tentang gelar atau prestasi, tetapi lebih kepada bagaimana seseorang bisa menggunakan pengetahuannya untuk menemukan kebenaran dan bertindak sesuai dengan nilai-nilai yang benar. Seseorang yang berilmu dilihat dari kemampuannya untuk tidak hanya tahu, tetapi juga bisa menempatkan pengetahuannya dalam konteks yang benar, sehingga ia mampu mempengaruhi masyarakat dengan cara yang positif.
Oleh karena itu, dalam berbahasa dan bertindak, kita harus sadar bahwa ilmu dan adab berjalan beriringan. Sehingga ketika kita menggunakan bahasa, terutama di ruang publik, harus ada kesadaran penuh akan dampak yang dapat ditimbulkan dari bahasa yang kita gunakan, baik terhadap diri kita sendiri maupun terhadap orang lain. Sudah semestinya melalui proses menuntut ilmu, mendorong kita untuk menjadi individu yang tidak hanya cerdas, tetapi juga memiliki moralitas yang tinggi. Jadi, meskipun di era ini kita bebas berekspresi dengan cara yang lebih santai atau bahkan vulgar pada pemilihan kata dalam berbahasa, tetap saja merupakan suatu kewajiban bagi kita untuk mengaplikasikan ilmu sebagai pondasi dalam berbahasa yang lebih beradab dan bijak sesuai tempatnya.