MARASAHDIGITAL.CO – Oleh: Fathan Faris Saputro, Koordinator Divisi Pustaka dan Informasi MPID PDM Lamongan
Organisasi mahasiswa selalu dianggap sebagai wadah yang mampu menciptakan perubahan positif dalam lingkungan kampus. Namun, realitasnya, tidak semua organisasi mahasiswa beroperasi dengan cara yang sehat dan produktif. Beberapa organisasi menghadapi tantangan serius, yaitu budaya yang toksik, yang dapat merusak semangat belajar, kesejahteraan mental, dan hubungan antaranggota.
Salah satu ciri toksinitas dalam organisasi mahasiswa adalah pola perilaku yang merendahkan dan mengintimidasi anggota lainnya. Sikap-sikap seperti merendahkan, menyindir, atau mencemooh teman seangkatan atau sesama anggota dapat menciptakan lingkungan yang tidak nyaman dan tidak mendukung. Seharusnya, organisasi mahasiswa dianggap sebagai tempat di mana mahasiswa dapat berkembang secara pribadi dan akademis, bukan tempat yang menciptakan tekanan dan rasa takut.
Toksinitas juga terkait erat dengan adanya dominasi sekelompok anggota dalam pengambilan keputusan dan pelaksanaan program. Dominasi ini bisa menimbulkan ketidakadilan dan ketidaksetaraan dalam organisasi. Keputusan-keputusan yang hanya menguntungkan kelompok tertentu, tanpa memperhatikan aspirasi dan kebutuhan seluruh anggota, dapat menyebabkan ketegangan dan konflik internal yang merusak semangat solidaritas.
Adanya tekanan untuk tampil sempurna juga bisa menjadi faktor pemicu toksinitas dalam organisasi mahasiswa. Ketika anggota merasa terpaksa untuk selalu terlihat sempurna dalam segala hal, ini dapat menyebabkan stres, kecemasan, dan bahkan depresi. Persepsi bahwa kelemahan tidak dapat diterima dalam lingkungan organisasi bisa mengakibatkan mahasiswa merasa tidak bisa mengungkapkan kesulitan mereka secara terbuka.
Upaya untuk menyucikan kultur organisasi mahasiswa perlu dimulai dari kesadaran bersama tentang permasalahan yang ada. Kepemimpinan organisasi harus mengakui adanya toksinitas dan bersedia berbicara secara terbuka tentang hal tersebut dengan seluruh anggota. Transparansi dan kejujuran akan membantu membangun fondasi yang kuat untuk perubahan.
Penting untuk membangun atmosfer yang inklusif dan mendukung. Setiap anggota harus merasa diterima dan dihargai tanpa memandang latar belakang, gender, ras, atau orientasi seksual mereka. Keterlibatan semua anggota dalam proses pengambilan keputusan akan menciptakan perasaan memiliki dan meningkatkan rasa tanggung jawab terhadap organisasi.
Pelatihan dan workshop tentang komunikasi efektif, manajemen konflik, dan kepemimpinan yang baik harus menjadi bagian dari pengalaman anggota dalam organisasi mahasiswa. Memberikan bekal yang tepat kepada anggota akan membantu mereka mengatasi tantangan yang dihadapi dalam interaksi sehari-hari dan membangun hubungan yang lebih positif.
Selain itu, kebijakan-kebijakan yang jelas dan tegas tentang etika dan perilaku di dalam organisasi harus diterapkan. Kode etik ini harus mengatur tentang bagaimana anggota harus saling berinteraksi, bagaimana konflik harus diselesaikan, serta bagaimana sanksi akan diberlakukan jika ada anggota yang melanggar aturan.
Sebagai langkah terakhir, evaluasi terus-menerus perlu dilakukan untuk mengukur efektivitas upaya menyucikan kultur organisasi mahasiswa. Umpan balik dari anggota tentang perubahan yang telah terjadi, serta identifikasi area yang masih perlu diperbaiki, akan membantu memastikan perubahan positif berkelanjutan.
Dengan berani menghadapi toksinitas dan berkomitmen untuk menyucikan kultur organisasi mahasiswa, para pemimpin dan anggota dapat menciptakan lingkungan yang mendukung, inklusif, dan memberdayakan. Organisasi mahasiswa yang sehat dan berdaya akan menjadi tempat di mana mahasiswa dapat berkembang secara optimal dan memberikan kontribusi positif bagi masyarakat dan bangsa.
Dalam proses menyucikan kultur organisasi mahasiswa, penting juga untuk mengakui bahwa perubahan tidak akan terjadi dalam semalam. Memperbaiki budaya yang toksik memerlukan waktu, kesabaran, dan komitmen dari semua anggota. Tantangan dan rintangan mungkin muncul di sepanjang jalan, tetapi dengan kerja sama dan tekad yang kuat, perubahan positif dapat dicapai.
Peran pengurus organisasi dalam menginspirasi dan menjadi panutan bagi anggota juga sangat penting. Pengurus yang bertindak sebagai role model dengan sikap, perilaku, dan komunikasi yang positif akan memberikan contoh yang baik bagi seluruh anggota. Dengan demikian, para anggota akan merasa termotivasi untuk mengikuti jejak kepemimpinan yang bertanggung jawab dan menghargai satu sama lain.
Membangun jaringan kerjasama dengan organisasi mahasiswa lainnya juga merupakan langkah penting dalam menyucikan kultur organisasi. Dengan berkolaborasi dalam berbagai kegiatan dan projek, anggota organisasi dapat memperluas pandangan mereka, memahami perspektif yang berbeda, dan belajar dari pengalaman orang lain. Kolaborasi ini juga dapat membantu membuka pintu untuk mendiskusikan isu-isu yang lebih luas dan memberikan dukungan dalam mencari solusi bersama.
Selain menghadapi isu-isu internal, perubahan yang positif dalam organisasi mahasiswa juga dapat diperkuat melalui hubungan yang baik dengan pihak fakultas dan pihak administrasi kampus. Berkomunikasi secara terbuka dan transparan dengan pihak kampus akan membantu organisasi mendapatkan dukungan dan kesempatan untuk berkembang lebih lanjut.
Dalam proses menyucikan kultur organisasi mahasiswa, juga penting untuk mengedepankan prinsip keadilan dan persamaan hak. Tidak ada tempat untuk diskriminasi, intimidasi, atau perlakuan tidak adil dalam organisasi yang sehat. Setiap anggota harus merasa dihargai dan didengar, tanpa memandang status atau latar belakang mereka.
Para anggota organisasi juga harus diberdayakan untuk berbicara dan berpartisipasi aktif dalam membuat keputusan. Mendorong inklusivitas dalam setiap aspek organisasi akan menciptakan suasana yang positif dan mendukung. Pendekatan ini akan memastikan bahwa setiap anggota merasa memiliki peran dan tanggung jawab dalam mencapai tujuan bersama.
Di samping itu, menciptakan lingkungan yang menyenangkan dan ramah bagi seluruh anggota adalah kunci untuk meningkatkan semangat dan motivasi. Kegiatan sosial, acara kebersamaan, dan momen hiburan dapat membantu memperkuat ikatan antaranggota dan menciptakan suasana yang positif dalam organisasi.
Terakhir, tetap konsisten dalam menjalankan nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang telah ditetapkan akan menjadi landasan yang kokoh dalam menyucikan kultur organisasi. Jika semua anggota berkomitmen untuk menghargai satu sama lain, berbicara dengan kejujuran, dan bertindak dengan integritas, toksinitas dapat diminimalkan atau bahkan dihilangkan sama sekali.
Dalam menghadapi tantangan perubahan, jangan lupa untuk selalu melibatkan seluruh anggota dalam proses tersebut. Dengarkan pendapat dan masukan dari semua pihak, dan tetap fleksibel dalam menyesuaikan strategi perbaikan yang sesuai dengan kebutuhan dan situasi. Bersama-sama, organisasi mahasiswa dapat menyucikan kultur mereka, menciptakan lingkungan yang sehat dan berdaya, dan memberikan kontribusi yang berarti bagi perguruan tinggi dan masyarakat. Wallahu a’lam bishawab.