MADRASAHDIGITAL — Pada Rabu (28/11/2019), Nurcholis Madjid Society mengadakan Kajian Titik Temu ke-50 di Graha STR Ampera, Jakarta Selatan. Tema kajian yang diangkat kali ini yaitu “Membangun Manusia Indonesia dalam Perspektif Pancasila”. Penulis berpandangan, Kajian Titik Temu kali ini merupakan bentuk konsistensi Nur Cholis Majid Society dalam membangun karakter manusia Indonesia yang berlandaskan Pancasila.
Pasalnya, penulis melihat realitas keberagaman kita kerap kali dihadapkan pada konflik berbau agama, tidak menutup kemungkinan ada pula konflik etnis dan ras di hadapan kita. Bangsa Indonesia memiliki berbagai macam agama yang diakui secara secara resmi, yakni ada enam agama. Di antaranya Islam, Kristem, Katolik, Protestan, Hindu, Buddha dan Konghucu.
Selain itu, kita juga kerap mendengar istilah golongan mayoritas dan golongan minoritas. Kelompok mayoritas saat ini adalah para penganut Islam. Sedangkan para penganut agama selain Islam tergolong sebagai minoritas. Kelompok minoritas tidak berhenti dari kelima agama yang diakui secara hukum di Indonesia, melainkan pula agama lokal atau adat. Selain itu, ada juga Ahmadiyah yang bisa dikatakan suatu keyakinan baru yang kerap kali mendapatkan perilaku diskriminatif di lingkungan masyarakat Indonesia.
Kajian yang dilakukan Nur Cholis Majid Society, sangat strategis, kritikal, serta relevan dengan keadaan kita beberapa hari terakhir ini. Misalnya, yang terjadi di DIY Yogyakarta dan Batam. Yang dimaksud dengan membangun manusia Indonesia hal ini dengan cara melalui pendidikan, Henny Supolo Sitepu dan Yudi Latif adalah narasumber dalam Kajian Titik Temu tersebut. Henny Supolo Sitepu adalah ketua Yayasan Cahaya Guru lembaga yang concern dalam dunia pendidikan serta Yudi Latief bangsawan yang memang konsen terhadap keberagaman atau Pancasila sekaligus seorang dewan pembina Nur Cholis Majid Society.
Pancasila dalam laku pendidikan
Henny Sipolo Sitepu mengatakan, nilai Pancasila itu adalah kesadaran untuk bisa masuk ke dalam kesadaran adalah melaui pelibatan, pelibatan itu sangat penting dalam keragaman. Meskipun berpikir keragaman itu tidaklah mudah.
Dengan keterlibatan dari berbagai pihak itu adalah kunci bahwasanya kita menyadari akan adanya keberagaman. Seperti halnya di dalam dunia pendidikan keterlibatan antarpihak di dalam sekolah itu sangatlah penting untuk melaksanankan nilai-nilai Pancasila dalam laku pendidikan.
Makna dari setiap sila itu memiliki pemaknaan yang berbeda dalam laku pendidikan. Maka dari itu, setiap hal baik yang di lakukan dalam dunia pendidikan itu adalah laku Pancasila dalam pendidikan. Seperti halnya yang terjadi di Ambon Konflik antara agama Islam dan Kristen di Maluku, ada satu sekolah yang selamat di sana jaraknya sekitar enam jam dari Ambon, tepatnya di Sawai.
Di sana ada keterlibatan antara guru dan kepala sekolah untuk melindungi siswa dan siswinya ketika pada saat itu ada orang yang akan membakar dan menyakitinya guru dan kepala sekolah tersebut menggandeng tangan dan berkata “Hafuahama” yang artinya adalah saling menggandeng dan merangkul.
Pada saat konflik, tempat tersebut dijadikan tempat pengungsian yang dapat melindungi warga-warga yang konflik yang mencapai 300 orang. Dalam prespektif ini adalah bagaimana pancasila itu dapat dimaknai sebagai kesadaran untuk dapat hidup dalam kebaikan dan kedamaian serta saling toleran.
Dalam Islam, manusia merupakan insan kamil, yaitu lokus dan penampakan diri Tuhan yang paling sempurna, meliputi nama-nama dan sifat-sifatnya. Allah SWT memilih manusia adalah sebagai mahluk Tuhan yang memiliki keunggulan (Tafadhul) atau ahsani taqwim (ciptaan paling sempurna) menurut istilah Al-Quran. Jika dalam bahasa modern saat ini adalah manusia yang berintegritas.
Di dalam Al-Quran ada pembahasan mengenai manusia, yaitu Al-Basyr, Al- Kamil, dan An-Nas. Jika di dalam Al-Basyr lebih kepada membahas secara biologis, dalam sudut pandang secara biologis manusia dan simfanse itu sama. Kita tidak lebih hebat dari binatang secara biologis.
Al-Kamil, kita diberikan kesempurnaan atau dilebihkan yakni memiliki neo cortex. Manusia dilebihkan untuk memiliki kerohanian dan bisa membangun etika dan estetika. An-Nas dimensi sosial manusia dianggap paling penting. Di dalam Al-Quran pun kata An-Nas paling banyak dibahas mengenai bagaimana semestinya kehidupan sosial itu.
Manusia dalam perspektif Pancasila
Menurut Yudi Latif, Pancasila adalah makhluk rohani atas kasih cinta dan welas asih Tuhan. Manusia itu sendiri, dalam pandangan Yudi Latif, seharusnya memiliki kodrat atau tanggung jawab dalam mengembangkan pemahaman welas asih Tuhan. Menurut penulis, hal ini memiliki keterkaitan dengan dimensi sosial tanggung jawab manusia sebagai Khalifah fil ard. Welas asih Tuhan harus diimplementasikan oleh manusia sebagai tanggung jawab sosialnya.
Yudi Latif membedah bagaimana seharusnya manusia bekerja dalam memandang Pancasila seperti halnya yang dibahas dalam sila pertama, yaitu memanfaatkan kodrat ketuhanan. Bahwasannya manusia adalah mahluk rohani yang diberikan kelebihan neo cortex untuk mengembangkan welas asih Tuhan dan itu adalah tanggung jawab manusia sebagai makhluk yang memiliki sifat rohani.
Sila perikemanusiaan dimulai dari pernyataan Einsten, yaitu sebetulnya semesta tidak ada gelap karena sejatinya semesta ini adalah terang, jika gelap manakala tidak ada cahaya. Kodrat manusia itu sejatinya adalah saling mencintai, litaarafu saling mengasihi. Sila persatuan manusia membutuhhkan ruang hidup dalam berbangsa dan berbahasa, kita memiliki ruang dan waktu manusia membutuhkan ruang hidup. Indonesia secara khas menyebut ruang hidupnya, yaitu “tanah air”.
Sila musyawarah, tandzur maqola wala tandzur maqola (janganlah lihat siapa yang berbicara), akan tetapi dengar apa yang dibicarakan. Dalam hal ini kita hendak mempertanyakan siapa ahli bijaksana dalam seperkumpulan musyawarah? Orang yang bijaksana adalah orang yang mau mendengar siapapun lalu ambil yang terbaik itu adalah orang yang bijaksana.
Sila keadilan sosial adalah antara rohani dan jasmani setiap orang berhak menentukan kebahagiaan jasmaninya. Total happines untuk memiliki kebahagiaan adalah memenuhi kebahagiaan semua orang.
Yudi Latif dalam pemaparannya menyampaikan, Pancasila adalah suatu filosofi yang luar biasa. Mau dipandang dalam sudut pandang apa pun, Pancasila memerlukan peradaban yang paling tinggi. Pembangunan titik sentral manusia adalah membangun manusianya membangun Pancasila itu sendiri.
Sangat edukatif dan inspiratif yang mencerahkan pembaca akan pentingnya membangun nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa yang majemuk ini.