Oleh: Ringgo Trihat Musti*
MADRASAHDIGITAL.CO – Puncak wabah Corona di Indonesia diprediksi akan terjadi pada awal Mei sampai awal Juni 2020. Hal tersebut dipaparkan oleh ketua gugus tugas percepatan penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito. “Dan kami percaya puncak dari pandemi di Indonesia ini akan mulai terjadi di antara awal Mei 2020 hingga sekitar awal Juni 2020. Kasus selama masa puncak ini kumulatif 95 ribu kasus,” katanya.
Hal tersebut tentu akan berdampak tidak hanya terhadap kehidupan sosial semata, tetapi berdampak terhadap pelaksanaan ibadah umat Islam akibat karantina yang di lakukan oleh pemerintah.
Lantas apa saja ibadah yang terdampak oleh karantina tersebut? Bagaimana mengatasi permasalahan dalam hal ibadah tersebut? Di sini penulis membatasi pembahasan mengenai Ibadah praktis dalam kondisi wabah Corona sudah sangat parah dan menjadi udzur syar’i saja. Ibadah yang paling terdampak Corona adalah sebagai berikut:
1) Silaturahmi atau berinteraksi sosial; 2) Shalat Jumat dan wajib lima waktu berjamaah; 3) Shalat tarawih berjamaah; 4. Shalat Idul Fitri.
Silaturahmi
Di Indonesia lebaran Idul Fitri identik dengan pulang kampung dan bersilaturahmi, rasanya seperti tidak lengkap tanpa berkumpul bersama keluarga dan sahabat di hari raya yang indah tersebut. Meskipun dalam islam tidak ada anjuran khusus untuk bersilaturahmi dalam waktu tertentu seperti lebaran. Silaturahmi dan menjaga ukhuwah adalah ibadah yang sangat agung, namun dalam kondisi sekarang ini ibadah tersebut bisa lebih banyak mendatangkan mudharat dibanding manfaatnya sendiri. Lantas bagaimana islam menyikapi persoalan tersebut? Ternyata Islam sudah mengatur dengan jelas sejak 14 abad yang lalu. Sebagaimana Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya, “Apabila kalian mendengar wabah tha’un melanda suatu negeri, maka janganlah kalian memasukinya. Adapun apabila penyakit itu melanda suatu negeri sedang kalian ada di dalamnya, maka janganlah kalian keluar dari negeri itu.” (Muttafaqun ‘alaihi). Hadis tersebut dapat mewakili keseluruhan hukum Islam yang melegitimasi kebijakan pemerintah terkait pembatasan sosial berskala besar (PSBB) sehingga ketika kita mengikuti kebijakan pemerintah sudah otomatis mengikuti sunah Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam dan tentu saja hal tersebut jika dilakukan dengan niat yang ikhlas, Insya Allah akan mendapatkan pahala.
Shalat Jumat dan Shalat Lima Waktu Berjamaah
Kita tahu bahwa beberapa organisasi Islam di Indonesia seperti NU, MUI, dan Muhammadiyah telah mengeluarkan fatwa terkait wabah Covid-19. Salah satunya, yaitu apabila wabah ini semakin memburuk dianjurkan untuk tidak melaksanakan ibadah salat di masjid baik itu salat wajib lima waktu maupun salat jumat. Tentu hal ini bukan tanpa dalil, sebagaimana hadist yang diriwayatkan oleh Ibn ‘Abbās bahwasanya, “Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Barangsiapa mendengar azan, lalu tidak ada uzur baginya untuk menghadiri jamaah–para Sahabat bertanya: Apa uzurnya? Beliau menjawab: keadaan takut dan penyakit– maka tidak diterima salat yang dilakukannya.” [HR Abū Dāwūd]. Maka, apabila di daerah yang kita tinggali sudah dirasa tidak aman lagi dari wabah corona sebaiknya lakukan salat Jumat, wajib lima waktu, dan rawatib di rumah, berikut adab untuk melakukan salat di rumah:
1. Meskipun wabah melanda suatu negri azan tetap harus dikumandangkan, bagi yang melaksanakan salat dirumah agar tidak menjadi dosa laksanakan salat tepat pada waktunya serta tidak perlu lagi mengumandangkan azan dan apabila berjamaah cukup iqamah saja. Selain itu, salat rawatib qabliyah dan bakdiyah tetap dilaksanakan sebagamana biasa.
2. Jika dalam rumah terdiri dari suami, satu anak laki-laki, dan seorang istri, maka anak laki-laki menjadi makmum di samping bapaknya, sedangkan istri berada di belakang.
3. Dianjurkan duduk di tempat shalat setelah shalat Shubuh, lalu menunggu sampai matahari meninggi (10-15 menit setelah matahari terbit) untuk melaksanakan salat isyraq (syuruq). Sebagaimana ada fatwa Syaikh Ibnu Baz menerangkan bolehnya salat isyraq di rumah untuk wanita yang shalat di rumah.
Shalat Tarawih Berjamaah
Shalat tarawih sejatinya adalah salat malam/tahajud sebagaimana hadist yang di riwayatkan oleh Aisyah radhiallahu’anha, beliau berkata, “Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam shalat di masjid suatu malam, maka orang-orang pun ikut shalat di belakang beliau. Kemudian beliau shalat lagi di malam berikutnya. Maka orang-orang yang ikut pun semakin banyak. Kemudian mereka berkumpul di masjid di malam yang ketiga atau keempat. Namun, ternyata Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam tidak keluar. Ketiga pagi hari beliau bersabda, “Aku melihat apa yang kalian lakukan semalam. Tidak ada yang menghalangiku untuk keluar kecuali aku khawatir shalat tersebut diwajibkan atas kalian”. Perawi mengatakan: “Itu di bulan Ramadhan ” (HR Bukhari no. 1129, Muslim no. 761). Maka shalat tarawih bisa dilakukan sendiri, baik dalam keadaan aman maupun terjadi wabah Corona seperti sekarang ini. Dalam praktiknya sendiri shalat tarawih di rumah sama seperti shalat malam pada umumnya.
Shalat Idul Fitri
Mengutip dari Surat Edaran Pimpinan Pusat Muhammadiyah Nomor 02/edr/i.0/e/2020 tentang tuntunan ibadah dalam kondisi darurat Covid-19. “Shalat Idul fitri adalah sunnah muakkadah dan merupakan syiar agama yang amat penting. Namun, apabila pada awal Syawal 1441 H mendatang tersebarnya Covid-19 belum mereda, salat Idulfitri dan seluruh rangkaiannya (mudik, pawai takbir, halal bihalal, dan lain sebagainya) tidak perlu diselenggarakan. Tetapi, apabila berdasarkan ketentuan pihak berwenang Covid-19 sudah mereda dan dapat dilakukan konsentrasi banyak orang, maka dapat dilaksanakan dengan tetap memperhatikan petunjuk dan ketentuan yang dikeluarkan pihak berwenang mengenai hal itu. Adapun kumandang takbir ‘Id dapat dilakukan di rumah masing-masing selama darurat Covid-19”. Maka dari itu, jika tidak memungkinkan salat Idul Fitri tidak perlu dilaksanakan.
*Ketua Bidang Kajian IMM SAINTEK UMMI