Hampir tiga pekan saya ikut berdagang dengan 2 kawan baik saya di Jogja. Selama itu pula saya mendapat pengalaman berharga tentang kebaikan. Hampir setiap hari saya menyaksikan kebaikan dari dua tangan sahabat saya. Kebaikan-kebaikan yang mereka lakukan mengingatkan saya akan sebuah konsepsi yang sering dicuplik Fahd Pahdepie (seorang kader Muhammadiyah) dalam sebuah karyanya, yaitu “apa yang datang dari hati akan kembali ke hati”.
Menjadi hal yang tabu memang, bagaimana mungkin berdagang sambil menabur kebaikan? Sedangkan tujuan dari berdagang sendiri adalah meraih keuntungan maksimal dengan modal minimal. Itulah yang kiranya terbesit pertama kali di benak saya. Dalam hidup yang kompetitif, saya biasa menyaksikan persaingan yang ketat antar manusia. Satu sama lain saling menjatuhkan untuk meraih posisi tertinggi. Dan apa yang mereka lakukan jauh dari apa yang saya pikirkan.
Pertama kali saya tertarik dengan bisnis Nasi Cumi Krispi mereka karena konsep “Jumat Berkah” yang sengaja disisipkan. Di mana mereka mengajak konsumen dalam perasaan syukur luar biasa. Seperti google ataupun youtube yang mencari keuntungan sambil mendorong kreatornya untuk terus berpikir kreatif. Begitupula dengan bisnis ini, yang ikut mendorong konsumennya dalam kebaikan tanpa batas.
Konsep Jumat Berkah berisi ajakan pada konsumen untuk berbagi “Seporsi Nasi Cumi” untuk mereka yang membutuhkan. Salah satu konsumen membagi pengalamannya pada saya. Katanya, dalam kesempatan membagi seporsi nasi cumi di Tempat Pembuangan Akhir (TPA), dia melihat bapak-bapak yang sangat antusias menyambut kedatangannya. Ketika nasi cumi diberikan, seketika itu beliau makan dengan lahapnya. Beliau tidak mempedulikan sama sekali bau busuk dari sampah-sampah yang ada di sekelilingnya.
“Bagaimana mungkin dia bisa makan dengan aroma busuk yang sangat menyengat itu?” tanya konsumen padaku. Saya hanya bisa menggelengkan kepala; tidak mengerti tentang apa yang dirasakan mereka. Kemudian ada lagi konsumen yang sangat senang karena didoakan berulang-ulang oleh orang-orang yang perutnya telah kenyang. Bagi saya, cerita-cerita seperti itu adalah hal baru yang ikut membuka kembali semangat untuk berbagi.
Tidak perlu menunggu mampu untuk melakukannya, cukup niat tulus dan ikhlas, maka akan timbul bahagia. Saya pun turut merasakannya. Saya dibawa dalam suasana bahagia yang belum pernah saya rasakan sebelumnya. Saya yang selalu mendefinisikan kebahagiaan dengan pencapaian dan penghargaan, ditendang seketika oleh perasaan lain yang bergemuruh.
Saya merasakan desakan rasa lega sekaligus rasa senang yang sulit terlupa saat memandang ukiran wajah bahagia dari mereka. Apalagi tambahan panjatan doa-doa dari mulut suci mereka, rasanya surga langsung berhadapan dengan saya. Tidak akan pernah terlupa dan selalu menambah semangat untuk bekerja keras agar bisa mampu berbagi dan melihat kembali senyum bahagia itu.
Dengan modal pengalaman itu, saya memutuskan untuk bergabung dengan mereka berdua. Pagi harinya, saya diajak berjualan di sebuah mall di Jogja. Selalu di luar dugaan saya, mereka akrab menyapa semua pedagang di sana. Satpam yang berjaga di luar, pedagang nasi goreng, mbak penjual teh, dan pedagang lainnya di lingkar mall. Hampir semua pedagang mampu mereka gandeng dalam serunya obrolan.
Perlakuan mereka mengingatkan saya akan konsep dasar berdagang. Menurut saya, berdagang adalah seni menyenangkan orang. Jika orang lain senang dan puas akan apa yang disajikan, maka konsep keuntungan akan selalu mengikuti. Dari konsep itu, lahir konsep turunan seperti menjaga kepercayaan, kejujuran, kemampuan yang dikemas jadi satu dalam iklan.
Oleh karena itu, saya yakin jika seseorang mau sukses dalam berdagang, ia harus tau bagaimana cara menyenangkan orang lain. Untuk menggapai itu, diperlukan waktu dan proses panjang yang harus dilatih terus menerus. Sebuah pembiasaan harus dilakukan, dan istiqomah dalam kebaikan adalah jalannya. Mereka berdua telah menyadarkan saya akan arti sebenarnya dari berdagang. Bahwa sasaran utama dari berdagang adalah membuat semua orang bahagia, dan keuntungan adalah penghargaan atas semua kerja keras itu.
Dengan berdagang, seseorang akan terbiasa menabur kebaikan. Melatih dan terus mempelajari kemampuan untuk membahagiakan orang. Seperti kata penulis favorit saya Fahd Pahdepie, bahwa orang sukses adalah mereka yang sudah selesai dengan dirinya sendiri. Ketika sudah menyelesaikan semua urusannya, maka kesibukannya akan diarahkan untuk kepentingan orang lain.
Saya mengira, kebaikan yang mereka tampilkan sudah cukup memenuhi kriteria sukses. Dalam hati kecil, saya selalu menebak kebaikan seperti apa yang akan mereka tampilkan saat usahanya mencapai kesempurnaan. Seni kebaikan apa lagi yang akan mereka ajarkan pada diri ini yang miskin pengalaman. Saya selalu membayangkan dengan hati berdebar.
Terakhir kalinya, harapan besar saya, semoga tulisan ini bisa menggerakkan banyak orang untuk menjadi kreator kebaikan. Memandang sebuah pekerjaan bukan hanya dari keuntungan, melainkan juga dari sisi sosialnya. Karena dengan begitu, sebagai manusia kita telah memenuhi kodrat sosial untuk saling membantu dan menguatkan.