MADRASAHDIGITAL.CO, Oleh: Diana Putri Maulida
Indonesia merupakan negara agraris karena sebagian penduduknya bekerja di sektor pertanian Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah penduduk bekerja di Indonesia pada Februari 2017 sebanyak 124,54 juta orang. Jumlah ini mengalami kenaikan sebanyak 3,89 juta orang jika dibandingkan Februari 2016. Sementara itu, berdasarkan lapangan pekerjaannya, pada Februari 2017, penduduk Indonesia paling banyak bekerja di sektor pertanian. Di sektor ini sedikitnya ada 39,68 juta orang yang bekerja, atau 31,86% dari total penduduk bekerja.
Kondisi ini menyebabkan keberadaan petani dan pertanian menjadi sangatlah penting karena berkontribusi dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Atau dengan kata lain dapat dijelaskan, penduduk Indonesia sangat bergantung dengan sektor tersebut karena peran pertanian yang sentral dalam sistem perekonomian nasional Indonesia. Disebutkan, kontribusinya terhadap produk domestik bruto (PDB) adalah sekitar 20 persen dan menyerap lebih dari 50 persen tenaga kerja pedesaan. Selain itu, sumber daya alam yang dihasilkan sektor ini merupakan kebutuhan pangan penduduk Indonesia.
Akan tetapi, menurut catatan Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2020, meskipun PDB sektor pertanian menjadi penyumbang tertinggi terhadap pertumbuhan ekonomi nasional, hal itu ternyata hanya terjadi pada triwulan II 2020. Selebihnya, pada triwulan berikutnya mengalami penurunan. Masih berdasarkan data statistik, tercatat, indeks produksi tanaman pangan sempat meningkat pada periode 2015-2017, yakni tahun 2015 sebesar 106,72, tahun 2016 sebesar 117,85, dan tahun 2017 sebesar 119,84. Namun, pada 2018, indeks produksi merosot menjadi 95,3 dan kembali turun pada 2019 menjadi 94,42. Rupanya, tidak hanya produksi padi, indeks produksi palawija yang terdiri dari jagung, kedelai kacang tanah, kacang hijau, ubi kayu, dan ubi jalar juga menurun.
Berderet faktor dapat dengan mudah ditunjuk sebagai penyebab terjadinya kondisi di atas. Penyempitan dan peralihan fungsi lahan misalnya. Beralih dan berubahnya fungsi lahan menjadikan lahan pertanian semakin menyempit (nyata-nyata) berkorelasi dengan menurunnya jumlah produksi. Namun, faktor lain yang tidak kalah pentingnya adalah menurunnya jumlah pelaku utama sektor ini, yakni petani.
Data Muhammad Diheim Biru peneliti pada Center for Indonesian Policy Studies, menunjukkan, saat ini jumlah petani hanya tinggal sekitar 4 juta orang. Jumlah 4 juta ini jelas sangat kecil dibanding seluruh penduduk Indonesia yang berjumlah sekitar 264 juta orang. Menurut data BPS yang dikutip Diheim, jumlah petani kini juga ada di level terendahnya dalam sepuluh tahun terakhir. Jumlah petani milenial (kisaran umur 19-39 tahun) mengalami penurunan setiap tahunnya. Bahkan menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah petani milenial yang umurnya 19-39 tahun itu menurun terus. Sekedar menunjuk angka, rentang tahun 2017 ke tahun 2018 terdapat penurunan kurang lebih 415 ribu petani milenial.
Meneropong Pertanian di Indonesia
Contoh paling nyata sebagai dampak negatif dari fenomena penurunan, baik pelaku maupun lahan ini adalah kelangkaan kedelai baru-baru ini. Dampak yang ditimbulkan dari keadaan ini adalah menghilang dan mahalnya harga tempe di pasaran karena. Padahal, sebagaimana dimaklumi bersama, merupakan jenis makanan yang sangat favorit, digemari, dan hampir tidak mungkin ditinggalkan dalam keseharian masyarakat Indonesia. Sekedar memproduksi tempe, Indonesia harus tergantung pada negara lain sebagai produsen bahan bakunya. Padahal, sekali lagi, Indonesia merupakan negara agraris yang kaya raya.
Fenomena ini seharusnya menjadi keprihatinan tersendiri bagi negara Indonesia. Bagaimana tidak, sebagai negara agraris dan dikenal akan kesuburan tanahnya, seharusnya kebutuhan kedelai, Indonesia tidak lagi tergantung pada negara lain. Bahkan, negara Indonesia haruslah berposisi sebagai penjual produk, bukan pembeli.
Menjejak pada kondisi ini, maka sudah mendesak untuk menjadikan sektor pertanian dan petani milenial menempati posisi pentingnya. Megembalikan posisi strategis sektor pertanian dan pelakunya demi kontribusi besarnya selama ini. Beberapa hal yang dapat dilakukan sebagai alternatif solusi demi menjaga kestabilan pangan adalah perlu ada sistem yang bisa menekan urbanisasi dan menopang sektor pertanian. Laju urbanisasi haruslah ditekan melalui penggunaan teknologi pertanian yang lebih efisien, seperti penggunaan benih berkualitas baik dan alat pertanian terkini.
Hal ini diakui atau tidak, keengganan petani milenial menggeluti pekerjaan sebagai petani sebagaimana orang tua mereka, salah satunya disebabkan oleh minimnya kesempatan untuk mengembangkan diri dan tidak dapat memenuhi kebutuhan ekonomi mereka. Apabila kedua hal itu tidak menjadi prioritas utama pembangunan saat ini, maka dapat dipastikan selamanya kita akan menjadi tamu di rumah sendiri. Atau dapat juga dikatakan, cita-cita menjadi tuan di rumah sendiri rasa-rasanya jauh panggang dari api.
Redaktur: Nia A