MADRASAHDIGITAL.CO- Oleh: Renci (Kader IMM Lampung)
Kabar perceraian, perselingkuhan hingga kekerasan dalam rumah tangga dalam beberapa waktu terakhir cukup membuat banyak kalangan masyarakat merasa terkejut. Bagaimana tidak, pasalnya kabar-kabar tersebut justru lahir dari para public figure yang secara keseharian dapat disimpulkan bahwa rumah tangganya baik-baik saja dan bisa dikatakan hangat.
Sebagai contoh, isu yang sedang naik daun adalah kabar perceraian Desta dan perselingkuhan Virgoun. Keduanya merupakan tokoh yang cukup dikenal dimasyarakat dan ternyata dikabarkan media bahwa rumah tangganya kurang baik-baik saja. Munculnya isu tersebut dibanyaknya media menggiring banyak opini dan perspektif publik, yang tak kalah booming adalah komentar perihal fisik istrinya. “Padahal istrinya cantik bagaikan bidadari, kok bisa sih selingkuh. Padahal istrinya cantik, sholehah, paket lengkap, kok bisa sih digugat cerai.” Komentar-komentar semacam itu penuh dalam kolom setiap unggahan yang mengangkat perihal isu keduanya.
Keputusan bercerai tentu merupakan keputusan yang sangat panjang. Pilihan tersebut adalah pilihan yang menurut penulis adalah sebuah pilihan yang melibatkan seluruh aspek dalam diri manusia, tentang pertimbangan akal dan hati. Pun dalam Islam, pilihan untuk bercerai adalah pilihan yang tidak dilarang. Akan tetapi, point yang akan disoroti oleh penulis dalam hal ini bukanlah perihal hukum perceraian dalam Islam, melainkan tentang keputusan seseorang.
Contoh kasus dari dua publik figure di atas menegaskan kepada masyarakat bahwa keputusan untuk menikah dan bertahan dalam pernikahan bukanlah sependek pertimbangan fisik, melainkan juga menyoal aspek lain. Sebab pernikahan bukanlah bersatunya dua fisik manusia, lebih dari itu, pernikahan adalah perkawinan pola pikir, visi, perspepsi, kebiasaan, dan perkawinan tentang kesiapan dari keduanya.
Waktu Ideal Menikah Dalam Islam
Dalam jurnal yang dipublikasikan oleh Sri Hartanti berjudul Ideal Menikah dalam Islam Tafsir Alqur’an surah An-Nisa ayat 6 dan An-Nur ayat 32 memaparkan bahwasanya pernikahan merupakan ibadah yang tidak sama dengan ibadah lainnya, semisal sholat dan puasa. Pernikahan adalah ibadah yang berimplikasi pada kehidupan sosial yang sangat luas. Itu sebabnya, ibadah pernikahan mempunyai syarat-syarat yang tidak dimiliki oleh ibadah sholat. Beberapa syarat yang harus dimiliki seperti: mempunyai kemampuan memberi nafkah lahir dan batin, dewasa dan mempunyai kecerdasan dalam menyelesaikan suatu persoalan.
Dari pemaparan diatas memvalidasi bahwa dalam menjalankan sebuah hubungan pernikahan, keputusan-keputusan yang diambil sudah bukan pertimbangan cantik atau tampannya pasangan kita. Melainkan pertimbangan yang tidak lagi remeh temeh.
Selanjutnya, selain hal tersebut, pernikahan adalah tentang bersatunya dua manusia yang saling mendukung. Sebab, pasangan yang tidak mendukung dapat menciptakan hambatan dalam karier. Pada titik ini, kita tentu membutuhkan dukungan, dorongan dan bimbingan dari panutan untuk dapat membuat pilihan yang tidak selalu tradisional.
Lantas apa korelasinya dengan kasus Desta dan Virgoun? Korelasinya hanya sebatas pandangan bahwa pergejolakan yang dialami oleh dua keluarga tersebut adalah valid, apapun pertimbangan dan masalah yang menimpa mereka, menyoal fisik sudah bukan alasan yang begitu prioritas. Karena persoalan yang dialami dirumah tangga mereka bukan tentang kecantikan pasangannya, melainkan bisa jadi ada faktor lain yang lebih besar yang kemudian menjadi alasan-alasan timbulnya keputusan tersebut.
Keputusan Untuk Menikah
Dari beberapa isu yang ada dilini masa media, pun dengan fakta empiris yang dilalui setiap manusia, keputusan-keputusan yang mereka ambil adalah valid. Termasuk jika ada yang memutuskan untuk tidak menikah dalam waktu dekat atau dalam usia yang menurut masyarakat adalah usia yang terdesak harus segera menikah.
Menurut penulis, keputusan untuk menikah atau belum menikah adalah keputusan privasi yang segala pertimbangannya tentu sudah dipikirkan oleh individualnya. Tidak terpatok pada usia, atau sebatas anggapan tetangga.
Keputusan untuk menikah adalah keputusan yang memuat perihal kesiapan mental, kesiapan akal (ilmu), kesiapan finansial, kesiapan hati dan kesiapan yang indikatornya sesuai dengan referensi dan objektivitas masing-masing individual. Jadi, jika ada perempuan yang sudah diusia dewasa dan dianggap harusnya sudah menikah tetapi belum menikah, bisa jadi dirinya masih berjalan dari penyelesaian kesiapan satu ke kesiapan yang lainnya.
Dalam buku Saku Wajib Persiapan Pernikahan Islami yang ditulis oleh Harwansyah Putra Sinaga diterangkan bahwa banyak pasangan yang kurang persiapan dalam syariah dan banyak pasangan yang terlalu fokus pada persiapan materi saja. Penulis buku ini menilai, bahwa pernikahan merupakan suatu hal yang mulia di mata Allah dan bukan hanya sekadar salah satu fase kehidupan belaka saja.
Dari fundamentalnya ibadah menikah, tentu perlu memperhatikan aspek yang sangat urgent, prioritas dan waktu yang panjang. Artinya, keputusan seseorang untuk belum menikah tidak bisa disetir oleh kesepakatan sosial semata. Sebab, ibadah panjang ini perlu bekal yang juga panjang persiapannya.