MADRASAHDIGITAL.CO, Puisi-Puisi oleh Ahmad Soleh*
Juli yang Kita Dukai
Begitu banyak bendera kuning mengibar
suara sirene yang tak kunjung reda
bunyi “innalillahi” di toa mushala
mengawali hariku di bulan Juli ini
tentu saja kita berduka
koyak oleh tanda tanya
“apa yang tengah terjadi?”
lalu disambut, “kapan giliranku?”
kematian memang bak antrean panjang
dan di saku kita telah terselip nomor itu
entah kita keberapa, harap-harap cemas
menunggu panggilan pulang itu
dengan bekal yang tak seberapa
“cukupkah untuk naik metro sampai ke gerbang surga?”
tanya yang selalu memenuhi kepala
sambil begitu sering lupa.
Juli 2021
Penyekatan
Setelah diputuskan dalam sebuah rapat. Jalan-jalan itu kini ditutup rapat. Lalu-lalang tersendat. Lalu aneh, yang terbuka jalan bagi konglomerat. Kolam kita kering. Keran demokrasi ditutup. Sedang keran investasi dibiarkan terbuka. Hampir kebanjiran cuan. Tapi hanya buat kantong tuan. Lalu, kita disuruh diam. Sedang sirene ambulans melolong di sepanjang jalan. Aku takut tak karuan.
Juli 2021
Presiden yang Tuhan
Aku ingin membuat negara. Di sana aku akan menjadi presiden. Aku akan semena-mena. Berbuat semaunya. Di negara itu tidak boleh ada penganut agama. Semua harus menghamba pada negara. Karena aku pemimpin sekaligus tuhannya. Benar salah biar aku yang atur. Jangan kritik apalagi ceramahi aku. Jadilah hambaku yang sebaik-baiknya. Manut saja!
14 April 2021
Aku Memang Pelupa
Tugas darimu, ya nama-nama ikan itu. Aku sudah lupa sejak lama. Aku memang pelupa. Tak jago menghafal. Apalagi buat urusan remeh semacam itu. Sebentar. Kunci motorku di mana tadi?
Juli 2021
Katamu Aman Terkendali
Wabah kangen sudah begitu parah. Banyak yang mati sebab tak kunjung jumpa. Pernahkah kaurasakan kangen yang menusuk-nusuk, tuan? Tentu tidak. Kau sedang sibuk liburan di bali atau pura-pura belusukan di pinggir kali. Mana kau tahu rasanya mau mati karena kangen.
Berita kematian menanjak tajam. Angka-angka itu pertanda kesepian tengah menggejala. Sebagian rumah sakit sudah penuh. Banyak kangen yang tak sempat tertangani. Permakaman kian ramai dikunjungi mobil ambulans yang membawa sepeti kangen.
Kondisi ini begitu aman terkendali, katamu. Sementara kami sibuk mengencani masker dan dicumbu sabun pencuci tangan. Ikat pinggang pun memeluk pinggang kami begitu kencang. Sedang mereka terlihat sibuk cuci tangan. Sehabis memegang plastik berisi bantuan. Terapkan tiga M katanya. Ya, mumpung, mumpung, mumpung!
Tolonglah, tuan. Kami kangen ketemu nasi. Kangen ketemu pembeli. Kami kangen janji-janji kampanye—yang entah sengaja atau tidak—telah dilupai. Tolonglah, tuan. Kalau kitabisa dan dompetdhuafa saja peduli, kenapa tuan tidak?
Juli 2021
*Ahmad Soleh merupakan pemuisi kelahiran Cirebon 1991. Ia sudah menulis puisi sejak duduk di bangku SMA. Telah menerbitkan beberapa buku kumpulan puisi, di antaranya Untuk Mak Eha (Camar 2015), Hujan Ibu Kota (WR 2017), dan yang terbaru Memutus Wabah Pilu Menyemai Benih Rindu (Diva Press 2021).
Get real time update about this post categories directly on your device, subscribe now.