MADRASAHDIGITAL.CO.-, Oleh: Raychan Assabiq (Kader PK IMM FAI UMY)
Aliansi Rakyat bergerak yang teridiri dari Mahasiswa, Pelajar dan Lembaga Swadaya Masyarakat menggelar aksi bertepatan dengan satu tahun disahkannya Omnibuslaw UU Cipta Kerja. Titik aksi berada di pertigaan Gejayan Kecamatan Depok Kab Sleman DIY.
Sebelum menuju titik aksi, massa aksi berkumpul di bundaran Universitas Gajah Mada (UGM) sembari menunggu massa aksi dari kampus lain.
Setelah massa aksi telah berkumpul seluruhnya kemudian dilakukan longmarch dari bundaran UGM hingga pertigaan Gejayan mengikuti mobil komando.
Sembari longmarch menuju titik aksi massa aksi dianjurkan untuk membeli dagangan yang berada di sekitar mereka guna melarisi para pedagang yang ada di pinggir jalan.
Massa aksi tampak antusias ketika mengikuti aksi tersebut, karena mereka sudah muak dengan kebijakan pemerintah yang sangat memperihatinkan dan merugikan masyarakat. Di lingkungan ada berbagai macam masalah yang muncul.
Hadirnya omnibuslaw membuat sektor kehutanan rentan akan eksploitas, pada sektor kehutanan sendiri juga terdapat peraturan turunan, contohnya adalah PP No. 23 tahun 2021 tentang penyelenggaraan kehutanan yang isinya memiliki celah eksploitasi hutan secara serampangan. Hal ini antara lain mengenai program food estate, pada PP 23 tahun 2021 disisipkan pasal tentang food estate.
Ditambah lagi Yogyakarta yang katanya daerah istimewa namun masih rentan dengan konflik agraria, kasus agraria di Jogja tak lepas dari peranan hukum sah yang memiliki kontradiksi maknawi.
Semisal dalam UUD 1945 Pasal 33 K Ayat 3 dan UUPA (undang-undang pokok Agraria) dengan UUK (undang-undang kesejahteraan tenaga kerja) dan kini di tambah lagi dengan UU Omnibuslaw yang mengatur investasi tanah yang semestinya digunakan untuk kepentingan rakyat banyak, kini di monopoli oleh kepentingan beberapa pihak.
Jogja yang memiiki bentuk pemerintahan feodalisme yang dipimpimpin oleh Sultan Hamengkubowono X memiliki kuasa lebih dalam mengurus pertanahan. Inti dari permasalahan agraria Jogja ada dua yakni UUK yang mengatur hak kepemilikan tanah, kepemilikan tanah lebih terlihat memihak para investor daripada rakyatnya sendiri
Lewat pengeras suara, seorang mahasiswa berorasi bergilir saat ikut serta dalam aksi unjuk rasa setahun diberlakukannya UU Cipta Kerja di kawasan pertigaan Gejayan. Di saat aksi berlangsung kami mendapati ada massa aksi yang memungut sampah agar tidak mengotori jalanan.
Terdapat beberapa poin tuntutan pada aksi ini yaitu Cabut Omnibuslaw dan segala peraturan turunanya; Cabut UU Minerba; Cabut UU KPK pecat Firli Bahuri dan pulihkan KPK; Laksanakan Reforma Agraria; Tuntaskan Pelanggaran HAM; Stop kriminalisasi dan intimidasi terhadap aktivis; Buka ruang demokrasi seluas luasnya di West Papua; Tolak komersialisasi pendidikan; Tolak Dwifungsi TNI-POLRI; Tetapkan UMP Daerah Istimewa Yogyakarta yang layak.
Di sisi lain, tawaran radikal yang ditawarkan yakni; pembetukan Dewan Rakyat sebagai solusi atas permasalahan yang terjadi di Indonesia.
Pada kali ini, kami mencoba menjajaki pendapat masyarakat yang berada di sekitar lokasi aksi pada saat itu. Salah satunya ialah pedagang mie ayam, beliau mengatakan bahwa aksi ini memiliki nilai manfaat bagi rakyat. Tanggapan masyarakat sekitar kepada para massa aksi yaitu sangat setuju dan sama sekali tidak menganggu masyarakat tambah beliau.
Adapun yang mengatakan, setuju akan tetapi himbauan untuk tidak berbuat kepengrusakan fasilitas umum sebagaimana yang dituturkan oleh salah seorang massa aksi yang diwawancarai, “Jika tujuanya baik ya tidak apa apa, yang penting tidak anarki, sepertinya aksi ini juga tidak ada yang anarki dan yang jelas tidak menganggu, justru malah berdampak di dagangan saya menjadi laku” ujar Septiawan yang merupakan salah seorang pedagang kacamata di daerah Gejayan.
“Mboten ngannggu, malah sae membantu suara rakyat kecil, kulo setuju” (tidak menganggu, malah bagus membantu suara rakyat kecil saya setuju), ujar Slamet tukang’ Shopee food.
Nah sudah jelas terbukti bahwa tanggapan dari masyarakat yang tidak merasa terganggu dengan adanya aksi aliansi rakyat bergerak bahkan sangat setuju adanya aksi seperti ini.
Memang sudah menjadi kewajiban mahasiswa untuk menyuarakan ketidakadilan di negeri ini. Lalu bagaimana dengan adanya kabar yang beredar di sosial media bahwasanya masyarakat tidak menyukai adanya aksi mahasiswa?
Setelah menelusuri di lapangan bahwa masyarakat masih sepakat dengan adanya aksi, asal tidak terjadi pengerusakan fasilitas umum.
Oleh karena itu, perlu diurai kembali narasi publik mengenai penolakan terhadap aksi massa dalam demonstrasi turun ke jalan.
Redaktur: Amin Azis