MADRASAHDIGITAL.CO – Oleh: Annisya Kurniasih
Peran keluarga menjadi salah satu upaya dalam mencapai pertumbuhan dan perkembangan anak di dalam keluarga. Dengan adanya peran keluarga yang mendukung dan sehat dalam lingkungan keluarga menjadi harapan bagi seluruh keluarga. Seorang anak dengan kesehatan mental yang baik akan mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang baik juga.
Pola asuh umumnya ditujukan pada cara atau tujuan orang tua dalam memperlakukan anak dalam berbagai hal baik seperti berkomunikasi, bertindak, sikap disiplin, dan sebaginya. Pola asuh sendiri menjadi salah satu acuan untuk mengetahui kesehatan mental seorang anak oleh orang tuanya.
Komunikasi anatara orang tua dan anak menjadi bentuk dukungan untuk menjaga kesehatan mental anak. Keluarga yang sehat mempunyai beberapa karakteristik yang umum mulai dari komunikasi terbuka, saling menghargai antar sesame, percaya diri, dan lain sebagainya.
Akan tetapi hal tersebut tentunya berbeda dengan keluarga yang mempunyai sikap toxic. Dalam pola toxic parenting orang tua memberikan sikap asuhan pada anaknya dengan tidak sesuai seperti meremehkan, tidak memberikan pujian, membandingkan sehingga mengakibatkan kesehatan mental anak menurun bergitu juga dengan rasa kepercayaan diri.
Menurut penelitian terdahulu toxic parent mempunyai tiga kategori yang memberikan anggapan bahwasannya orang tua tidak mempunyai kepedulian kepada anaknya, kemudian anggapan orangtua toxic dikarenakan suka membandingkan dengan subjek lain yang lebih unggul, dan yang terakhir adalah sikap orang tua yang membuat traumatis pada kondisi anak.
Kesehatan mental pada anak jika dapat dijaga dengan pola asuh yang baik sejak bayi dan balita akan memberikan rasa kepercayaan dalam menghadapi situasi apapun, sehingga pada saat dewasa akan tumbuh menjadi orang mempunyai tindakan mental yang sehat. Kesehatan mental yang baik adalah kondisi ketika perasaan batin dalam keadaan tentram ataupun tenang sehingga dapat menikmati dan menghargai orang lain sekitarnya. Sikap gangguan kesehatan mental anak dapat diamati dari perilaku dan kondisi fisik anak.
Toxic parenting terhadap kesehatan mental anak sangat berpengaruh terhadap daya pikiran dan pembentukan karakter anak sejak dini. Toxic parenting dapat menyebabkan berbagai dampak negative pada anak yaitu terganggunya proses pertumbuhan dan perkembangan anak sesuai usianya serta hilangnya semangat pada anak. Anak yang memiliki toxic parent biasanya akan bersikap rapuh, tidak percaya diri, merasa selalu salah ketika melakukan suatu hal, serta merasa dirinya tidak berguna akaibat tidak pernah dihargai.
Tanda yang dapat dilihat pada anak yang mengalami toxic parenting adalah sering terlihat murung. Kondisi semacam ini akan terus dirasakan oleh anak hingga mereka dewasa. Kepribadian anak yang tumbuh dengan toxic parenting akan menjadi buruk, citra diri rendah, sulit memiliki teman, selalu merasa tidak bahagia, dihantui oleh rasa bersalah, tertekan, emosi yang tidak terkendali, ansietas serta kebingungan.
Anak akan menjadi sulit bersosialisasi dengan orang lain dan lingkungan sehingga menjadi murung dan menutup diri serta pendiam.
Selain itu, anak dengan toxic parents beresiko mengalami gangguan kesehatan jantung akibat sering menerima tekanan dan ketegangan serta memiliki kekebalan tubuh yang rendah.
Kondisi mental orang tua sangat mempengaruhi bagaimana pola asuh atau parenting yang akan digunakan untuk membesarkan anaknya. Orang tua yang mengalami kelelahan mental akan kesulitan mengandalikan emosinya sehingga cepat marah, sulit berkonsentrasi, merasakan lelah yang terus-menerus, sulit merasa bahagia, mengalami gangguan tidaur dan makan, serta merasa terganggu ketika melihat anak-anaknya.
Anak yang mendapatkan perlakuan toxic parenting dari orang tuanya akan mengalami gangguan perilaku dan emosi serupa dengan orang tuaya yang biasanya akan ditunjukan di lingkungan sekolah atau tenpat bermainnya. Kondisi semacam ini akan terjadi akibat adanya gangguan kecemasan pada anak. Anak yang memiliki orang tua dengan gangguan kesehatan mental beresiko mengalami stress dan apabila tidak segera ditangani maka dapat menyebabkan depresi.
Sumber:
Jurnal Promotif Preventif, Faradilla Kurnia Ersami dan Muhammad Aditya Wisnu Wardana
Redaktur: AK