MADRASAHDIGITAL.CO – Oleh: Endah Karmila Putri (Mahasiswa FAI UMY)
Muhammad Arkoun merupakan salah satu dari sekian banyak cendekiawan muslim yang memberikan penawaran dalam sistem penerjemahan Al-Quran. Arkoun sangat dalam mencermati kembali hakikat pengungkapan sebagai ekspresi Tuhan yang bersifat dunia lain dan pembicaraan pengungkapan sebagai contoh kata dalam bidang alam.
Arkoun menekankan pentingnya Al-Quran sebagai kajian yang ideal sesuai dengan maksud atau makna asli dari Al-Quran. Tahap wacana kemanusiaan dari pada tahap teks hafalan semata. Menggunakan linguistik modern barat, sejarah, antropologi, dan disiplin ilmu lainnya untuk menafsirkan Al-Quran yang akan menghasilkan sebuah interpretasi baru.
Arkoun memodernisasi dan mengidentifikasi Al-Quran sedemikian rupa sehingga penafsirannya terhadap Al-Quran cukup menggeser peran metode penafsiran Al-Quran dari bil ma’tsur.
Kritikan Arkoun
Keberanian Arkoun dipicu oleh permusuhannya terhadap orang-orang yang dianggapnya ortodoks dan yang menyerang Al-Quran karena alasan politik dan ideologis. Arkoun sangat ingin mengetahui bagaimana relevannya wahyu dalam konteks sejarah. Di sisi lain, beliau ingin menempatkan teologi Islam dalam konteks yang relevan dengan kehidupan kontemporer.
Tradisi ide Islam tidak sesuatu yang ahistoris menghubungkan kusut dengan realitas sekitarnya, itulah yang dikatakan Arkoun, “perlu kita waspadai bahwa Al-Quran adalah pembicaraan yang ditetapkan dalam sejarah dinamis dan substansial”. Arkoun menunjukkan bahwa terjalin dengan tradisi yang lebih besar dan sejarah sehari-hari.
Sederhananya, kebenaran menggambarkan bagaimana sudut yang dapat diverifikasi menjadi terhalang dan berubah menjadi “sesuatu yang suci dan dunia lain”. Dengan kata lain, pemikiran teologi Islam lebih seperti sebuah dogma yang tidak perlu diubah atau bahkan dibongkar karena tampaknya sudah ada lama setelah sejarah berakhir.
Meski menentang keras pemikiran teologi Islam klasik, Arkoun mengagumi semangat keagamaan yang masih ada hingga kini. Etos logis budaya Islam gaya lama sudah pasti didapat penegasan umum di dunia saat ini mengabulkan bahwa mereka merekam, membuat, dan menyebarkan inovasi yang dilindungi kemanusiaan.
Selain itu, Arkoun mengklaim bahwa masyarakat Islam dan klasik adalah kelompok manusia pertama yang menginternasionalkan ilmu pengetahuan, yang sebelumnya bercirikan nasionalisme dan parokialisme.
Pandangan Arkoun tentang Epistemologi Islam
Kritik Arkoun terhadap sistem epistemologi Islam menjadi pendorong kritiknya terhadap konsep wahyu. Arkoun menegaskan, umat Islam telah mengalami persoalan sistem epistemologi sejak lama dan isu mendasar ini menjadikannya penyumbang utama keterbelakangan dunia Islam yang disebut konvensionalitas Islam.
Menurut Arkoun, tanggung jawab utama pemikir Islam adalah menyelesaikan epistemologi Islam, yang secara tradisional dianggap telah membentuk ortodoksi Islam yang telah lama mendarah daging dalam penalaran umat Islam.
Menurutnya, sumber utama dari kerangka konvensionalitas yang kaku adalah Al-Quran. Hal itu disebabkan karena umat Islam tidak mampu memahami pesan asli yang terkandung dalam Al-Quran pada awal periode kenabian sebagai korpus terbuka. Maka lahirlah dogma-dogma agama yang kaku. Dengan tujuan agar peradaban Islam terinkorporasi menghitung teks peradaban bahwa semua masalah dikembalikan, Arkoun menangkap pengungkapan sebagai pesan penting kaya dan ekspansif sehingga dapat diberikan kepentingan substansial di masing-masing berbagai kondisi yang dialami individu.
***
Renungan Muhammad Arkoun telah melahirkan pandangan dunia yang lain tentang substansi teks Al-Quran. Sebenarnya, perspektif historis Muhammad Arkoun membawanya pada kesimpulan ahistoris. Dan artinya, kebenaran wahyu hanya dapat ditemukan di luar pemahaman manusia. Muhammad Arkoun mengakui bahwa hanya Tuhan yang memiliki kebenaran Ummu AL Kitab yang mengenali kenyataan dan jenis lisan Alquran. Namun struktur itu telah hilang selamanya dan sama sekali tidak pernah terlihat seperti di masa depan.
Oleh karena itu, Muhammad Arkoun menyimpulkan sesuatu yang bersifat kesejarahan sebagai hasil dari pendekatan kesejarahannya. Bukti sejarah dari berbagai abad menunjukkan bahwa umat Islam di masa lalu akan terus mendukung keakuratan Mushaf Al-Quran Utsmani.
Dalam tradisi Muslim, Kitab Al-Quran ditulis pada peringatan maulid Nabi Muhammad SAW (632 M), orang Arab belum mengenyam pendidikan formal dan baru mulai memperolehnya pada hari kedelapan bulan kedelapan, beberapa majelis menggunakan bahan-bahan yang belum ada.
Meninggalnya sahabat Rasulullah, yaitu orang yang dipindahkan dari Mekah ke Madinah pada tahun 622 M terdengar jelas di kalangan umat Islam menyebut khalifah ketiga Usman, untuk mengumpulkan keseluruhan pengungkapannya menjadi satu majelis yang disebut mushaf. Beberapa cara digunakan untuk menunjukkan bahwa tidak ada kapasitas pengetahuan tentang keaslian wahyu yang digunakan.
Wahyu Menurut Arkoun
Dalam pandangan Arkoun, wahyu yang dikirim ke suatu tempat yang dekat dengan Allah SWT dipisahkan menjadi dua tingkatan. Pertama, situasinya sebagai Umm Al-Kitab. Kedua, tempat turunnya berbagai kitab yang diturunkan, antara lain Injil, Taurat dan Al-Quran.
Umm Al-Kitab adalah Kitab Surga, pengungkapan yang ideal, dari sanalah kitab suci dan Al-Quran berasal. Pada tingkat pertama, ketika pengungkapan berubah menjadi Al-Quran dan berubah menjadi ummu Al-Kitab, pengungkapan yang bersifat abadi, tidak dibatasi oleh waktu, dan mengandung kebenaran yang paling tinggi.
Pada tingkat ini, bagaimanapun, melalui dan melalui wawasan berada di luar jangkauan manusia, dengan alasan bahwa jenis pengungkapan seperti itu ditetapkan dalam Lawh Mahfuz (Tempat yang Disimpan) dan tetap dengan Tuhan sendiri. Pengungkapan harus diketahui oleh orang melalui struktur pada posisi selanjutnya.
Salah satu modelnya adalah pemanfaatan ungkapan “versi terrestres” oleh Arkoun dalam namanya. Menurutnya, pada tahap ini pengungkapan telah melalui berbagai pembaharuan, pengubahan, amandemen, dan penggantian (Arkound, 1996).
***
Kemudian, dari sudut pandang Arkoun, ketika ditanya tentang perubahan dari wacana Al-Quran verbal menjadi wacana corpus atau mushaf tertulis. Arkoun mempertanyakan mushaf atau korpus tulisan itu dan Al-Quran menjadi mushaf dan korpus tafsir. Muhamad Arkoun telah bersinggungan dengan relativitas manusia, sehingga supremasi dan kesucian Al-Quran hilang ketika berada pada masa pengungkapan lisan.
Tuduhan Arkoun yang tidak masuk akal, karena sebenarnya Al-Quran sebenarnya masuk akal dalam beberapa pengulangan dan mungkin Al-Quran disusun dan disimpan dalam struktur Shohifah sebelum siklus jam’u menjadi mushaf, yang patut dicatat di kalangan umat Islam, dan sangat disayangkan ulama seperti Arkoun luput dari hal ini (Saputra, 2019).
Ide keakuratan Al-Quran sebelumnya tidak pernah muncul dalam pembicaraan Ulum Al-Quran. Selain setelah beberapa tahun terakhir pada titik ketika berbagai dalang Muslim tambahan ke orientalis barat mulai berkonsentrasi pada satu terlebih lagi mencari tentang Islam dan Al-Quran. Konsep kebenaran Al-Quran sebenarnya cukup banyak dipengaruhi oleh penalaran sejarah yang senantiasa disampaikan dan dimanfaatkan oleh orientalis barat, termasuk ketika mereka belajar Kitab suci dan kitab-kitab yang diberkahi lainnya.
Arkoun; Al-Qur’an dan Kemanusiaan
Arkoun bermaksud menggunakan metode antropologi ini untuk menyelidiki karakteristik fundamental kemanusiaan, budaya, dan agama masyarakat Timur Tengah serta Mediterania Kuno yang telah menghasilkan tiga wahyu utama monoteisme. Tujuan dari pendekatan antropologi kajian Al-Quran ini adalah agar kajian Al-Quran dapat diakses oleh semua orang dengan cara yang produktif, dialogis, terbuka, dan inklusif bagi orang-orang dari seluruh dunia. Ini termasuk menggabungkan alat yang mendorong sebagian besar penelitian dan pemikiran saat ini. (Budiono, 2015).
Dengan “memikirkan kembali Islam”, Arkoun perlu memajukan apa yang disebutnya “Islam yang tenang”, untuk lebih spesifik tentang Islam yang dianut oleh para pencari yang jelas-jelas mengkhawatirkan keterkaitannya dengan supremasi Tuhan dibandingkan dengan perkembangan politik.
Selain menegur revivalisme politik Islam yang mencoba menimbun pembicaraan tentang Islam di arena terbuka, tujuan Arkoun sekaligus peneliti ramah yang tidak peduli dengan “Islam tenang” semacam ini. Bagi Arkoun, jenis Islam dalang dan orang-orang terpelajar artinya juga peneliti secara keseluruhan dan bukan menteri apalagi kaum revolusioner harus dikaji dan dihayati (Umam, 2020).
Meski dikritik oleh Arkoun, tak bisa dipungkiri ia berhasil membujuk mayoritas orientalis untuk mempelajari Al-Quran. Dengan menggunakan perangkat keilmuan modern, yakni perpaduan antara pemikiran Islam dan pemikiran Barat modern, misinya membangun pemikiran keagamaan yang terbuka tanpa sikap apriori teologis terhadap seluruh pengalaman keagamaan manusia.
Muhammad Arkoun bekerja sangat keras untuk memperkenalkan perspektif Islam yang bermanfaat untuk kalangan logika Barat. Meski di beberapa kalangan terlihat tidak teratur dan mengambil definisi yang menguraikan pentingnya istilah tertentu sesuai perspektif mereka. Seperti anggapan Ada komponen fantasi dalam Al-Quran. Dalam kritiknya terhadap cara berpikir para ahli fikih konvensional, dan telah sampai pada kesimpulan yang tepat.
Daftar Pustaka
Arkound, M. (1996). Al-Fikr Al-Islamy Wa Istihalat At-Ta’shil,. Dalam M. Arkound, Rethinking Islam: Common Questions, Uncommon Answers. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Budiono, A. (2015). Penafsiran Al-Quran Melalui Pendekatan Semiotika dan Antropologi (Telaah Pemikiran Muhammad Arkoun), 302.
Saputra, D. M. (2019). Jurnal Dirayah. Konsep Historisitas Teks Al-Quran Telaah atas Pembacaan Kontemporer Muhammad Arkoun, 11.
Sari, F. A. (2023, Juli Kamis). Manhaj Tafsir Muhammad Arkoun. Diambil kembali dari Pembaharuan Pemikiran Muhammad Arkoun Oleh – OSF: https://afidburhanuddin.files.wordpress.com/2012/11/arkoun_ed.pdf.
Umam, Z. K. (2020, April 29). Al-Ilmu Nuurun Mohammed Arkoun: Menggali Islam Intelektual, Melawan Islam Politik. Diambil kembali dari Mohammed Arkoun. tirto.id/Quita: https://tirto.id/mohammed-arkoun-menggali-islam-intelektual-melawan-islam-politik-fcWb