MADRASAHDIGITAL.CO- Oleh : Haryadi Agust Karya
Manusia merupakan makhluk ciptaan Allah yang paling sempurna diantara ciptaan yang lainya. Manusia dianugerahi akal dan pikiran akan tetapi terkadang tidak digunakan dengan benar untuk menjalani kehidupannya sehari-hari. Dengan menggunakan pikiran yang yang baik dapat membawa manusia kepada cita-cita alami yaitu mencapai kebahagiaan. Kebahagiaan merupakan tujuan hidup bagi seluruh manusia dimuka bumi ini, begitupun yang dikatakan oleh seorang pemikir dari yunani yaitu Socrates (470-399 SM) bahwa tujuan hidup manusia adalah kebahagiaan.
Setiap orang pasti memiliki tujuan masing-masing. Tujuan yang berbeda mungkin saling bertentangan sehingga dan terkadang berharga bagi kita justru tidak berharga bagi orang lain. Namun, secara objektif, walau tujuan kita dengan orang lain berbeda, tapi pada akhirnya kita dan orang lain mempunyai tujuan yang sama, yaitu ingin “baik” dan “Bahagia”. Apalagi, menurut Plato, kebaikan tertinggi adalah “kebahagian”. Plato adalah murid Sokrates, yang juga salah seorang pemikir yang berasal dari Yunani. Dalam karya-karyanya, yaitu Republic, Temaeus, dan Philabus, membahas tentang kesenangan dari sudut pandang psikologi. Menurutnya, kebahagiaan tidak terlepas dari etika.
Bangunan Kebahagian Ala Plato
Penulis mencoba menjelaskan setidaknya ada 3 unsur yang menjadi gabungan yang seimbang dari kebahagian yaitu epithumia, thumos, dan logistikon.
Epithumia adalah nafsu-nafsu primitif manusia yang harus segera dipenuhi. Nafsu-nafsu ini berupa insting yang sangat susah untuk tunduk pada rasio. Menurut Plato, epithumia itu irasional, tidak tunduk pada rasio sehingga secara fisiologis berada di bagian perut kebawah dan jauh dari kepala. Nafsu seks, makan, minum dan uang merupakan bagian dari epithumia. Menurut plato, nafsu-nafsu tersebut berguna bagi kelangsungan hidup manusia tapi manusia tidak sehat jika hanya mengejar pemenuhan atas nafsu-nafsu itu tanpa mengenal rasa puas. Sikap seperti ini hanya akan menghancurkan pribadi manusia itu sendiri.
Thumos adalah kesenangan yang berada di bagian leher dan dada. Thumos merujuk pada afektivitas, rasa, semangat dan agresivitas. Menurut Plato thumos adalah tempat keberanian yang mengarahkan manusia untuk tidak menyerah pada takdir dan tidak pasrah dalam menjalani hidup. Rasa cinta, ingin diakui, ingin dihargai, ingin mendapat banyak pujian, merupakan ciri dari thumos. Sedangkan Uang, makanan dan seks bukan segala-galanya dari orang yang di dominasi oleh thumos. Mereka butuh pengakuan, ingin dihargai, dan memerlukan cinta. Orang-orang yang disetir oleh thumos tidak mencari hal-hal material dan yang sifatnya rendah.
Thumos adalah hasrat-hasrat yang umumnya cenderung baik dan mudah diarahkan oleh rasio. Namun, Ketika dia mengikuti dirinya sendiri, thumos akan bisa menjadi irasional. Contoh yang paling banyak dan sering kita jumpai yaitu para pendukung fanatik dalam sepak bola. Ketika melakukan konvoi dan membuat brutal jika tim kebanggaanya kalah, ini menjadi ciri yang tidak irasional ketika membela apa yang mereka yakini.
Logistikon atau logika merupakan faktor yang paling penting. Menurut Plato, logika ibarat sais kereta kuda yang lihai dan mampu untuk mengatur epithumia (kuda hitam) dan thumos (kuda putih) agar bisa berjalan bersama mencapai tujuan. Karena sifatnya penuh dengan kebijakan dan rasio logistikon berada di bagian paling atas dari tubuh manusia, yaitu kepala.
Pikiran Sebagai Remote Diri
Menggunakan logika merupakan hal yang paling utama untuk mendapat hidup yang bahagia. Dalam pandangan Plato manusia yang hidup karena (hanya) didorong oleh oleh epithumia atau thumos akan merusak peradaban. Peradaban hanya dibangun oleh manusia dengan logika yang baik sehingga mampu mengatur hasrat-hasrat irasional. Pemikiran Plato tentang 3 unsur epithumia, thumos, dan logistikon masih relevan sampai sekarang. Dengan menyadari adanya tiga hal tersebut maka kita akan mampu menjalani hidup secara bijaksana mencapai kebahagiaan.
Plato mengajak kita untuk merenung dan bertindak dengan logika untuk mencapai kebahagiaan. Karena orang-orang yang menggunakan logika adalah orang-orang yang berbahagia. Kebahagian dalam pandangan Plato berkaitan dengan pengelolaan keinginan dalam dari kita. Bila kita mempunyai keinginan, maka setidaknya kita perlu memotivasi diri kita untuk mewujudkan keinginan tersebut dengan cara mengontrol pikiran dan memberikan asupan-asupan untuk menaikkan motivasi dalam mencapai keinginan yang diinginkan.
Semua pencapaian manusia dimulai dari pikirannya, manfaatkanlah kekuatan pikiran kita, kita semua memiliki pikiran yang rasional. Ini merupakan kekuatan yang luar biasa. Teknologi yang canggih adalah hasil dari rasio. Rasio akan membantu kita menganalisis masalah, meneliti akibat, dan tata cara melakukan sesuatu. Ubahlah cara berpikir kita, maka kita akan dapat mengubah kehidupan kita, begitu kata pepatah yang sering kita dengar.
Kesimpulan
Manusia sebagai makhluk yang paling sempurna diantara makhluk lainnya. Dengan dianugerahi akal dan pikiran setidaknya menjadi kekuatan terbesar untuk mencapai keinginan dan kebahagiaan. Logistikon sebagai kunci kebahagian diantara unsur yang Plato jelaskan, karena dengan logika yang baik maka akan membantu kita menuju kebahagiaan. Pikiran menghasilkan sikap, sikap menghasilkan kebiasaan, kebiasaan menghasilkan karakter, karakter menentukan nasib kita.
Dengan kebiasaan berpikir diibaratkan dengan cara merawat sebuah tanaman. Benih tanaman adalah pikiran kita,dan tukang kebun bekerja diibaratkan sebagai tindakan. Sebagai tukan kebun, kita selalu merawat dan menjaga benih tanaman dengan baik sama seperti pikiran yang harus menyingkirkan hal-hal negatif yang ada di kepala kita. Jika kita turut selalu menjaganya maka suatu saat kita akan mendapat hasil yang kita inginkan yaitu bunga atau buah yang manis hasil dari kerja keras kita. Kurang lebih seperti itu.
Red; Saipul