Oleh: Ahmad Soleh*
MADRASAHDIGITAL.CO – Innalillahi wainnailaihi rajiun. Telah berpulang ke haribaan penyair senior dan sastrawan berpengaruh, Sapardi Djoko Damono. Eyang Sapardi meninggal dunia pada Ahad, 19 Juli 2020, di usia 80 tahun. Ia meninggal setelah mendapat perawatan di Eka Hospital BSD, Tangerang Selatan.
Para pengagum Eyang Sapardi ramai-ramai mengucapkan kalimat duka di media sosialnya. Eyang adalah sosok sastrawan lintas generasi. Ia digemari oleh para pencinta sastra karena sajak-sajaknya menghadirkan pesan yang universal.
Sapardi Djoko Damono adalah pria yang lahir pada 20 Maret 1940 di Ngadijayan, Solo, Jawa Tengah. Sapardi lahir dari pasangan Sadyoko dan Saparian. Sebagai penyair, ia telah memulai kepenyairannya sejak tahun 1960-an. Karya-karyanya dinilai berpengaruh besar terhadap kesusastraan Indonesia.
Penyair yang selalu tampil denga topi khas ini memiliki banyak karua monumental. Mulai dari duka-Mu abadi, Hujan Bulan Juni, sampai Yang Fana adalah Waktu.
Berikut puisi Hujan Bulan Juni yang juga sempat diangkat ke dalam novel dan layar lebar:
Tak ada yang lebih tabah
dari hujan bulan Juni
Dirahasiakannya rintik rindunya
kepada pohon berbunga itu
Tak ada yang lebih bijak
dari hujan bulan Juni
Dihapusnya jejak-jejak kakinya
yang ragu-ragu di jalan itu
Tak ada yang lebih arif
dari hujan bulan Juni
Dibiarkannya yang tak terucapkan
diserap akar pohon bunga itu
Selain itu, ada puisi berjudul Aku Ingin yang cukup familier dengan kita:
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
dengan kata yang tak sempat diucapkan
kayu kepada api yang menjadikannya abu
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
dengan isyarat yang tak sempat disampaikan
awan kepada hujan yang menjadikannya tiada.
Puisi Yang Fana adalah Waktu juga merupakan puisi yang kerap dikutip dan dibacakan di mana-mana:
Yang fana adalah waktu. Kita abadi memungut detik demi detik, merangkainya seperti bunga
sampai pada suatu hari
kita lupa untuk apa
“Tapi, yang fana adalah waktu, bukan?” tanyamu.
Kita abadi.
Dalam puisi Pada Suatu Hari Nanti, kentara betul pesan Eyang untuk kita semua:
Pada suatu hari nanti,
jasadku tak akan ada lagi,
tapi dalam bait-bait sajak ini,
kau tak akan kurelakan sendiri.
Pada suatu hari nanti,
suaraku tak terdengar lagi,
tapi di antara larik-larik sajak ini.
Kau akan tetap kusiasati,
pada suatu hari nanti,
impianku pun tak dikenal lagi,
namun di sela-sela huruf sajak ini,
kau tak akan letih-letihnya kucari.
Eyang Sapardi. Yang fana adalah waktu, bagi kami engkau abadi. Selamat pulang ke asalmu. Ke lembah paling tenang di persitirahatan itu.
*Pencinta sastra Indonesia