Sebuah kritik konstruktif untuk gerakan Malaka Project.
MADRASSAHDIGITAL.CO – Oleh: Laskar Badar Muhammad
Beberapa bulan terakhir ini muda-mudi Indonesia tengah dibuat terkesima dengan sebuah pergerakan anti-mainstream di dunia sosial media. Anti-mainstream-nya adalah gerakan ini bertujuan untuk menciptakan “Masyarakat Baru” yang punya kemampuan cerdas, kritis, empatik, dan mampu menggagas perubahan sosial bersama-sama.
Lebih menariknya lagi sembilan founder dari gerakan atau proyek tersebut adalah para anak-anak muda yang punya prestasi luar biasa. Sembilan anak muda ini masing-masing punya background yang istimewa. Ada dari kalangan akademisi, konten kreator, penulis, musisi, komika, pengusaha, dan masih banyak lagi.
Mereka semua dipersatukan oleh rasa ingin mensukseskan wacana Indonesia Emas 2045. Mungkin sebagian dari kita yang muda-muda ini telah menantikan adanya sebuah pergerakan yang semacam ini. Ini sebuah gerakan yang anak muda banget, mulai dari konsep, ide, materi, visi-misinya dan yang paling penting adalah ruh dari gerakan ini, idealismenya. Dari situ bisa kita tarik benang rasionalisasi mengapa dahulu bung Karno pernah menyatakan sepuluh pemuda saja bisa mengguncang dunia.
Malaka Project. Secara garis besar, saya sendiri sangat minat dan tertarik dengan proyek ini. Bayangkan saja, sekarang ini kita hidup dalam suasana di mana ketika kita membicarakan atau melakukan idealisme akan dicap sebagai pengkhayal. Idealisme hari ini sepi peminat bahkan cenderung dihindari di kalangan anak muda. “Emang lu kenyang makan idealisme?” Kurang lebih kalimat itu atau yang semisalnya yang akan didapat.
Namun, siapa sangka ternyata idealisme itu belum musnah. Mungkin api idealisme tinggal setitik macam chakra guru Guy yang sekarat setelah memakai jurus gerbang ke delapan. Seperti yang kita lihat, walau setitik, api itu masih menyala dan tidak padam. Bukan tidak mungkin api itu bisa berkobar-kobar lagi dalam setiap dada pemuda bangsa ini. Malaka Project inilah salah satu upaya yang paling tidak tujuan minimalisnya untuk menjaga setitik api itu jangan sampai padam.
Sebagai bentuk support dan dukungan saya terhadap proyek ini tidak ada salahnya saya memberikan sedikit kritik, masukan, dan juga saran kepada teman-teman penggerak Malaka Project. Boleh jadi apa yang saya sampaikan ini bisa memenuhi sebagian “blind spot” yang mungkin tak terbaca dan teraba oleh teman-teman yang ada di sana. Harapannya sedikit kritik dan saran saya ini bisa menjadi salah satu ikhtiar pelengkap untuk terciptanya Masyarakat Baru.
Menurut saya, salah satu sebab gerakan ini menjadi keren dan canggih adalah kaya perspektif. Hal itu terbukti dari sembilan founder MP tersebut benar-benar punya latar belakang dan keahliannya masing-masing. Meskipun berbeda mereka bisa menyampaikan perspektifnya masing-masing terhadap tema utama dari MP tersebut. Ragam perspektif itulah yang membuat materi-materi tersampaikan secara fair dari para founder. Sehingga, masyarakat bisa mengambil perspektif mana yang cocok untuk dirinya atau yang sesuai dengan passion yang dimiliki.
Namun, ada satu perspektif yang kurang padahal itu menurut saya tak kalah pentingnya dengan yang lain. Yaitu perspektif agama. Bagi pembaca yang budiman, apabila kamu sudah malas duluan membaca kata-kata agama barusan di atas, sila boleh skip saja artikel ini.
Saya Muslim maka berikut ini saya sampaikan sesuai dengan perspektif agama yang saya yakini. Mungkin sebagian dari anda akan berargumen bahwa cara orang beragama juga termasuk yang dikritik oleh Tan Malaka dalam Madilog-nya. Tentu apa yang dikritik oleh Tan Malaka soal logika mistika berbeda dengan dengan cara pandang orang beragama. Bahkan agama, apalagi agama islam punya misi memberantas TBC di kalangan umatnya.
Takhayul dan choerofat (khurafat) sama dengan apa yang Tan Malaka sebut sebagai logika mistika. Kepercayaan terhadap dukun, cenayang, hal-hal mistis dan lain sebagainya. Bahkan agama sudah lebih dahulu memerangi logika mistika yang dari dulu ternyata memang sudah tumbuh subur di masyarakat hingga kini. Bisa jadi logika mistika serta TBC juga menjadi penyebab terjadinya potential growth di kalangan muda-mudi saat ini.
Dalam Islam dikenal juga istilah tajdid yang artinya pembaharuan. Gerakan tajdid pertama kali viral terjadi pada abad 17 sampai 19 masehi oleh Syekh Muhammad bin Abdul Wahhab dan juga Jamaluddin Al-Afghani. Singkatnya gerakan tajdid ini memberantas muslim yang mulai tercemar akidahnya. Selain itu, tajdid juga memperbaharui pikiran umat muslim agar terbuka dengan kemodernan dan kemajuan zaman.
Tajdid sampai di Indonesia pada awal abad 19 Masehi. Salah satu pelopor gerakan tajdid di Indonesia adalah KH Ahmad Dahlan yang mendirikan ormas Islam Muhammadiyah di kemudian hari. Bermula dari gerakan tajdid itulah Muhammadiyah kini telah banyak menyumbang kemajuan untuk bangsa Indonesia.
Maka, akan salah sekali jika hari ini masyarakat masih memandang bahwa agama adalah faktor penyebab tidak majunya suatu bangsa. Dengan pendapat seperti itu, lalu bagaimana menjelaskan apa yang pernah terjadi pada abad pertengahan dulu saat negara-negara Islam di Timur Tengah mencapai masa keemasannya?
Masa di mana peradaban Islam menorehkan sejarah gilang gemilangnya. Yang mana tak sedikit penemuan-penemuan dari para cendekiawan muslim di masa itu masih menjadi acuan utama dalam berbagai ilmu pengetahuan di masa sekarang. Gimana coba kira-kira jelasinnya? Emang kita paling gampang nyalahin agama atas semua permasalahan yang terjadi daripada menyelesaikan akar permasalahannya.
Pandangan di atas adalah pandangan usang yang seharusnya mulai kita rubah. Bahwa Masyarakat Baru ialah termasuk di dalamnya masyarakat yang tidak lagi memandang agama secara tabu atau agama sebagai biang kerok mundurnya suatu bangsa. Maka, jika Malaka Project fair, seharusnya usulan saya ini bisa diterima atau paling tidak bisa dipertimbangkan. Jelas penyebabnya selain apa yang telah dijelaskan di atas, juga di sana ada Coki Pardede.
Maka dari itu, untuk Malaka Project saya punya beberapa nama yang bisa dijadikan opsi untuk segera direkrut dan join bersama sembilan penggerak lainnya. Nama-nama berikut ini yang sekiranya bisa memperkaya perspektif agar semakin luas. Serta mewakili perspektif agama dalam menciptakan Masyarakat Baru sebagaimana yang telah dijelaskan di atas. Di antaranya ada habib Ja’far bin Husein Al-Hadar, Sabrang Mawa Damar Panuluh (Noe Letto) atau Dzawin Nur Ikram.
Last but not least, mengutip surat Ali Imran ayat 159 yang artinya berbunyi, “Maka jika kamu sudah bersungguh-sungguh (azam), maka bertawakallah kepada Allah.” Setidaknya sampai akhir tulisan ini saya masih dan akan terus optimistis bahwa masih ada harapan untuk Indonesia Emas di 2045. Mari sama-sama kita perbesar dan perbesar lagi harapan tersebut. Sisanya tinggal kita pasrahkan pada ketetapan Allah SWT.