MADRASAHDIGITAL.CO-Oleh: Laras Kurnia Sari, Anggota Al Birru Organizer Pimpinan Daerah Nasyiatul Aisyiyah Yogyakarta
Kemajuan dan perkembangan zaman tidak menjamin berkembangnya juga pola pikir manusia di muka bumi ini. Menurut catatan tahunan (CATAHU) Komnas Perempuan 2020 di Mercure Hotel, Jakarta sepanjang tahun 2019 tercatat ada 431.471 kasus kekerasan terhadap perempuan yang terdiri dari 421.752 kasus yang ditangani Pengadilan Agama, 14.719 kasus yang ditangani lembaga mitra pengada layanan di Indonesia, dan 1.419 kasus dari Unit Pelayanan dan Rujukan (UPR) Komnas Perempuan. “Angka kekerasan terhadap perempuan terus meningkat dari tahun ke tahun. Dalam kurun waktu 12 tahun kasus kekerasan terhadap perempuan meningkat 792 persen,” ungkap Mariana Amiruddin Komisioner Komnas Perempuan.
Kejahatan pada Kaum Perempuan
Masih banyak yang berpikir bahwa perempuan merupakan makhluk yang lemah dan tidak memiliki kuasa. Hal inilah yang menjadi alasan beberapa oknum menjadikan perempuan sebagai sasaran tindakan kejahatan. Akibatnya, perempuan merasa tidak aman dimanapun mereka berada, seolah – olah semua tempat baik di tempat private seperti rumah apalagi public place (tempat umum) masih membuat perempuan merasa was-was tentang kenyamanan dan keselamatan dirinya. Beberapa bentuk kejahatan yang sering menimpa kaum perempuan diantaranya yaitu penjambretan, penculikan, hingga fenomena klitih yang beberapa tahun belakangan ini sering terjadi di beberapa daerah di Indonesia, misalnya wilayah Yogyakarta. Oknum yang tidak bertanggung jawab ini memanfaatkan kesempatan ketika para perempuan sedang lengah ataupun sedang sendirian, kemudian meluncurkan aksinya. Mereka juga tak segan – segan menjadikan Lansia atau orang yang sudah berumur untuk menjadi korbannya, mungkin karena dipikiran mereka akan semakin mudah untuk melancarkan aksi kejahatan tersebut.
Selain tindakan kejahatan diatas, sebenarnya kaum perempuan juga sering mendapatkan perilaku tidak terpuji yang ternyata sudah masuk ke kategori pelecehan, yaitu catcalling. Apakah kalian para perempuan sudah menyadarinya ?
Apa sih Catcalling ? Apa Aku Pernah Mengalaminya ?
Apakah teman – teman semua ketika berada di tempat umum pernah disiuli ataupun mendapatkan tatapan yang berbeda ? Jika pernah itu merupakan tindakan catcalling loh. Pasti sebagian para kaum perempuan yang membaca ini pernah mengalaminya, kan ? Angeline Hidayat dan Yugih Setyanto berpendapat catcalling adalah sebuah istilah yang merujuk pada suatu bentuk verbal yaitu siulan atau komentar yang bertujuan untuk mencari perhatian namun dengan memberikan perhatian kepada atribut-atribut seksual tertentu sehingga perbuatan ini termasuk dalam kategori pelecehan seksual. Catcalling biasanya terjadi di tempat umum dan dilakukan oleh orang asing yang tidak saling kenal. Chhun (2011) mengidentifikasikan catcalling sebagai: penggunaan kata-kata yang tidak senonoh, ekspresi secara verbal dan juga ekspresi non-verbal yang kejadiannya terjadi di tempat publik, contohnya: di jalan raya, di trotoar, dan perhentian bus. Secara verbal, catcalling biasanya dilakukan melalui siulan atau komentar mengenai penampilan dari seorang wanita. Ekspresi nonverbal juga termasuk lirikan atau gestur fisik yang bertindak untuk memberikan penilaian terhadap penampilan seorang wanita.
Lalu, Apasih yang Bisa Kita Lakukan ?
Berdasarkan riset pribadi yang pernah saya lakukan terhadap 40 perempuan, sebagian besar mereka cenderung cuek dan tidak berani melawan para pelaku catcalling. Padahal, kita bisa melakukan berbagai tindakan agar para pelaku merasa jera dan segan apabila ingin melakukan kembali tindakan tersebut. Beberapa bentuk perlawanan yang dapat kita lakukan yaitu dengan menegur pelaku. Jika kita melakukan tindakan tersebut, mereka merasa sungkan karena kita dianggap berani atas perbuatan yang mereka lakukan. Selain itu, ternyata perilaku catcalling bisa dipidanakan loh, girls. Berdasarkan laman hakita.id, tindakan catcalling yang termasuk pelecehan verbal menggunakan gabungan beberapa pasal pada KUHP dan UU nomor 44 tahun 2008 tentang Pornografi untuk menyelesaikan kasus catcalling. Dalam KUHP, pasal yang bisa digunakan untuk penyelesaian perkara catcalling, yaitu:
Pasal 281 KUHP
Diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah:
- barang siapa dengan sengaja dan terbuka melanggar kesusilaan;
- barang siapa dengan sengaja dan di depan orang lain yang ada di situ bertentangan dengan kehendaknya, melanggar kesusilaan.
Menurut Pasal 281 ayat (2) ini, jika seseorang yang melakukan suatu perbuatan asusila tanpa persetujuan dari orang tersebut di depan orang lain, maka pelaku dapat dipenjara atau dikenakan denda.
Selain itu, dalam UU No. 4 Tahun 2008 tentang Pornografi ada beberapa pasal yang bisa digunakan sebagai dasar hukum dalam kasus catcalling, yaitu:
Pasal 1 angka 1
“Pornografi adalah gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum, yang memuat kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat.”
Berdasarkan penjelasan di atas, catcalling bisa dianggap sebagai pornografi karena memenuhi unsur yang disebutkan di atas, yaitu bunyi, gerak tubuh, suara, dan pesan yang memuat kecabulan.
Pasal 9 UU No. 4 Tahun 2008
“Setiap orang dilarang menjadikan orang lain sebagai objek atau model yang mengandung muatan pornografi.”
Dalam pasal 9 dalam UU 4/2008 tertulis jelas bahwa setiap orang dilarang menjadikan orang lain objek atau model pornografi. Jadi, catcalling bisa dianggap melanggar UU karena catcalling menjadikan orang lain sebagai objek bagi pelakunya.
Pasal 35 UU No. 4 Tahun 2008
“Setiap orang yang menjadikan orang lain sebagai objek atau model yang mengandung muatan pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah)”
Pasal 35 dalam UU No.4 tahun 2008 menjabarkan hukuman bagi mereka yang melanggar aturan yang tertulis dalam Pasal 9 UU No.4. Mereka yang menjadikan orang lain sebagai objek pornografi dapat dikenakan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 12 tahun dan/atau pidana denda sebesar Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) sampai Rp. 6.000.000.000,- (enam miliar rupiah).
Maka dari itu girls, apabila kita merasa tidak nyaman atau risih terhadap tindakan yang kita dapatkan, tidak usah takut dan ragu untuk melawannya, karena sekarang waktunya kaum perempuan untuk berani.
Editor: Muh Akmal Ahsan