Oleh: Fathan Faris Saputro*
MADRASAHDIGITAL.CO – Manusia pada hakikatnya memiliki fungsi individu dan fungsi sosial. Pembawaan dari apa yang telah didapat sebelumnya menjadi tolok ukur manusia untuk mengambil suatu keputusan berdasarkan nilai apa yang mereka anut atau geluti selama ini. Namun, apakah betul keputusan itu murni merupakan suatu yang benar? Inilah yang akan dijadikan sebagai landasan untuk membangun sinergitas pembentukan pola pikir untuk mengarah pola pikir yang bersifat ilmiah namun kritis menanggapi setiap wacana yang sedang berkembang saat ini.
Layaknya organ tubuh, manusia membentuk sebuah kebersamaan yang sistematik dari kesepakatan untuk saling terkait satu sama lain. Berangkat dari sebuah visi, terbangunlah komitmen untuk sebuah jalinan yang dilandaskan atas kesadaran tentang kebersamaan. Sebuah perasaan senasib dan saling membutuhkan yang kemudian terlembagakan. Begitulah organisasi terbentuk, dan mencerminkan corak individu, serta mengakomodasi kebutuhan anggotanya.
Pola yang tercermin adalah sebuah pemahaman bersama untuk membentuk kondisi yang lebih kondusif dan sinkronisitas antara birokrasi dan masyarakat selalu terhubung satu sama lainnya. Berangkat dari itu, semua pola ini jelas berangkat dari sebuah proses kelembagaan dan terwujud dari kesadaran akan posisi kita sebagai kaum intelektual dan pola pikir yang kritis akan wacana. Hal ini untuk memahami posisi dan peran sebagai kader Muhammadiyah di manapun mereka berada.
Karakter kelembagaan ini akan terus berkembang seiring dengan dinamika sosial zaman yang selalu bergerak. Ada pula yang datang silih berganti. Semua terangkai dalam suasana dan bingkai generasi yang senantiasa berlanjut. Secara universal, dalam perkaderan dipahami, setiap zaman melahirkan generasi yang mewarnai zamannya dan setiap generasi memiliki spirit tersendiri dalam konteks zamannya. Artinya, orang harus menghargai pluralitas dan latar belakang historis masing-masing. Dengan demikian, metodologi perkaderan mesti adaptif dengan kondisi kekinian. Misalnya, pada saat ini, masalah keadilan sosial, kedaulatan, dan kesejahteraan rakyat yang timpang tindih terjadi di Indonesia. Selain itu, tantangan Islamofobia di Barat, khususnya di Amerika serikat, dan invansi terselubung yang dilakukan oleh The Republic of China atau China yang ateis.
Tapi secara umum, ada spirit universal yang mesti hadir dalam kerangka acuan dan tetap relevan dalam konteksnya. Nilai ini menyangkut mentalitas kader, intelektualitas, humanitas, kebersamaan, dan sinergisitas generasi. Dengan ini, dapat dihadirkan kader yang kompeten dan partisipatoris. Potret kader itu perlu berangkat dari ontologi, epistemologi, dan aksiologi perkaderan Muhammadiyah.
Menguatkan Identitas
Muhammadiyah adalah sebuah organisasi Islam yang besar di Indonesia. Nama organisasi ini diambil dari nama Nabi Muhammad SAW, sehingga Muhammadiyah juga dapat dikenal sebagai orang-orang yang menjadi pengikut Nabi Muhammad SAW. Latar belakang KH Ahmad Dahlan memilih nama Muhammadiyah yang pada masa itu sangat asing bagi telinga masyarakat umum adalah untuk memancing rasa ingin tahu dari masyarakat, sehingga ada celah untuk memberikan penjelasan dan keterangan seluas-luasnya tentang agama Islam sebagaimana yang telah diajarkan Rasulullah SAW.
Persyarikatan Muhammadiyah didirikan untuk mendukung usaha KH Ahmad Dahlan untuk memurnikan ajaran Islam yang dianggap banyak dipengaruhi hal-hal mistik. Kegiatan ini pada awalnya juga memiliki basis dakwah untuk wanita dan kaum muda berupa pengajian Sidratul Muntaha. Selain itu, peran dalam pendidikan diwujudkan dalam pendirian sekolah dasar dan sekolah lanjutan, yang dikenal sebagai Hooge School Muhammadiyah dan selanjutnya berganti nama menjadi Kweek School Muhammadiyah (sekarang dikenal dengan Madrasah Mu’allimin khusus laki-laki, yang bertempat di Patangpuluhan kecamatan Wirobrajan dan Mu’allimaat Muhammadiyah khusus Perempuan di Suronatan Yogyakarta).
Muhammadiyah adalah gerakan Islam yang melaksanakan dakwah amar makruf nahi mungkar dengan maksud dan tujuan menegakkan dan menjunjung tinggi Agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Muhammadiyah berpandangan bahwa Agama Islam menyangkut seluruh aspek kehidupan meliputi akidah, ibadah, akhlak, dan muamalah duniawiyah yang merupakan satu kesatuan yang utuh dan harus dilaksanakan dalam kehidupan perseorangan maupun kolektif. Dengan mengemban misi gerakan tersebut Muhammadiyah dapat mewujudkan atau mengaktualisasikan Agama Islam menjadi rahmatan lil-’alamin dalam kehidupan di muka bumi ini.
Identitas Muhammadiyah adalah ciri-ciri atau sifat-sifat khusus yang dimiliki dan melekat pada Muhammadiyah, yang menunjukkan keunikan Muhammadiyah, dan membedakannya dengan organisasi lain. Ciri-ciri itu merupakan perwujudan dari nilai-nilai yang tumbuh, hidup dan berkembang dalam kehidupan Muhammadiyah. Pembahasan dan sosialisasi identitas Muhammadiyah, menurut Haedar Nashir, bukan dimaksudkan untuk secara berlebihan menonjolkan atau membangga-banggakan keunggulan Muhammadiyah, seraya memposisikan organisasi lain di bawah Muhammadiyah, dan juga tidak dimaksudkan untuk menumbuhkan sikap fanatik buta, serta memperlebar jarak antara Muhammadiyah dengan organisasi lain, yang menjurus timbulnya perpecahan.
Pembahasan dan sosialisasi identitas Muhammadiyah dimaksudkan untuk lebih mengenal kepribadian dan ciri-ciri Muhammadiyah dibandingkan dengan organisasi lain. Bagi warga, aktivis dan pimpinan Muhammadiyah, pengenalan terhadap identitas Muhammadiyah ini akan menumbuhkan kecintaan dan kebanggaan, yang pada gilirannya, akan melahirkan komitmen yang tinggi kepada Muhammadiyah.
Dewasa ini, pengenalan identitas Muhammadiyah sangat diperlukan, mengingat kondisi internal Muhammadiyah, yang dilihat dari sisi ideologis masih memprihatinkan, disamping secara eksternal Muhammadiyah juga menghadapi berbagai tantangan yang perlu disikapi dengan tepat, sehingga eksistensi dan keberlangsungan Muhammadiyah dapat dipertahankan.
Substansi identitas Muhammadiyah dijumpai dalam berbagai pokok pikiran formal, baik yang bersifat ideologis maupun strategis, seperti Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah, Kepribadian Muhammadiyah, Khittah Perjuangan Muhammadiyah, Khittah Muhammadiyah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Muhammadiyah, dan sebagainya. Dari pokok pikiran-pokok pikiran tersebut, Haedar Nashir menyimpukan, bahwa identitas dan karakter Muhammadiyah itu adalah sebagai berikut.
Pertama, Muhammadiyah adalah gerakan Islam, dakwah amar makruf nahi mungkar dan tajdid, berasas Islam, bersumber pada Al-Qur’an dan Sunah, dengan tujuan terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Kedua, dalam beragama, Muhammadiyah selalu memperlihatkan sikap wasathiyah (tengahan) dan tidak ghulul (ekstrim), dengan tetap istiqamah pada prinsip-prinsip Islam yang bersumber pada Al-Qur’an dan Sunah yang shahihah/maqbulah, serta mengembangkan akal pikiran yang sesuai dengan ajaran Islam.
Ketiga, Muhammadiyah memandang Islam sebagai agama yang berkemajuan (Dinul hadharah) dan mengandung kesatuan yang utuh, menyangkut aspek-aspek aqidah, ibadah, akhlak, dan muamalah duniyawiyah, tanpa memandang satu aspek lebih penting dari yang lainnya, serta mewujudkannya dalam kehidupan pribadi, keluarga, dan masyarakat melalui dakwah yang terus-menerus.
Keempat, ideologi gerakan Muhammadiyah mengedepankan penerapan nilai-nilai dan prinsip Islam dalam kehidupan dan lebih berorientasi pada pembentukan masyarakat Islam. Kelima, Muhammadiyah menampilkan corak Islam yang mengedepankan amaliyah yang terlembaga dan terorganisasi sebagai perwujudan dan keyakinan dan pemahaman Islam dalam Muhammadiyah, sehingga Islam termanifestasikan secara konkret. Keenam, perjuangan Muhammadiyah lebih memilih jalur dakwah di bidang kemasyarakatan dan tidak menempuh jalur politik sebagaimana ditempuh oleh partai politik, dengan tetap menjalankan peran-peran kebangsaan.
Terakhir, bergerak melalui sistem organisasi (Persyarikatan) dan tidak bersifat perorangan dengan menjunjung tinggi semangat kolektif kolegial, demokratis, musyawarah, dan ukhuwah. Perkaderan utama Muhammadiyah, Darul Arqam secara intensif untuk menjadikan perkaderan sebagai budaya organisasi di seluruh tingkatan pimpinan, amal usaha, dan institusi-institusi yang berada dalam struktur Persyarikatan.
Perkaderan Ikatan
Perkaderan ikatan (Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah) merupakan proses pembelajaran yang dilakukan oleh kader dalam kehidupan, baik bersama ikatan ataupun ketika sudah berada di luar struktur ikatan. Sistem Perkaderan Ikatan (SPI) secara filosofis merupakan penerjemahan perkaderan yang dilakukan oleh Rasulullah SAW. Hal tersebut, dapat dilihat dari nama perkaderan yakni Darul Arqam. Darul Arqam dalam sejarahnya merupakan nama tempat sahabat nabi yakni Arqam Ibn Abil Arqam. Perkaderan tersebut, melahirkan generasi awal Islam seperti, Abu Bakar, Ali Abu Thalib, Siti Khotijah, Saad bin Abi Waqas, dan lain-lain. Filosofis perkaderan yang dilakukan oleh Rasul, yakni penanaman nilai-nilai Islam secara kaffah, dengan cara mengubah kesadaran jahiliyah sehingga menjadi kesadaran al syaksiyah faal fadli (hablum minallah dan hablum minanas).
Proses tersebut dilalui dengan cara kristalisasi kader, sehingga terbentuknya kader Islam. Sedangkan, kaderisasi yakni dengan melaksanakan proses perkaderan sesuai dengan tujuan IMM, terbentuknya akademisi Islam yang berakhlak mulia dalam rangka untuk mencapai tujuan Muhammadiyah. Selanjutnya, konsolidasi yang dilakukan oleh ikatan dengan proses penggunaan identitas simbolik dan identitas subtansial. Identitas simbolik yakni dengan cara memahami makna simbolnya, sedangkan identitas subtansi merupakan kerangka pikir anggota ikatan dalam menjalankan aktivitasnya. Dalam proses konsolidasi ikatan, terdapat juga proses individuasi kader yang dilakukan kader untuk melahirkan kolektivitas gerakan, ataupun sebaliknya. Kolektivitas ikatan mampu melakukan individuasi.
Menyusun Road Map dan Database Kader
Definisi paling sederhana dari potensi diri, menurut saya adalah kemampuan dan kapasitas individu yang masih tersimpan dalam diri. Dengan kata lain, masih mengendap dan belum diaktualisasikan melalui perilaku, perbuatan dan aksi. Kemampuan dan kapasitas ini bisa di bidang apa saja dan bisa berupa apa saja. Terlepas dari positif atau negatif, potensi tetaplah potensi. Keuletan, kerja keras, keberuntungan, dan bakat jika punya menentukan seberapa jauh potensi dapat diaktualisasikan.
Kemampuan naturalis, yaitu kemampuan yang seseorang untuk merasa peka terhadap lingkungan alam sekitar. Orang yang punya potensi kemampuan naturalis akan merasa sakit apabila alam disakiti. Tak hanya itu, potensi ini juga dapat digambarkan dengan adanya kemampuan memahami kehidupan ekologi di bumi. Peran mahasiswa mewujudkan sistem ekologi yang seimbang, selaras, dan serasi dalam hubungan manusia dengan lingkungan.
Kemampuan logika, yaitu kemampuan seseorang untuk berpikir logis dan matematis. Potensi ini berkaitan dengan kecerdasan dalam pikirannya untuk memahami sesuatu secara numerik, termasuk menghitung dan menghapal rumus-rumus matematis. Potensi kemampuan logika bisa diperoleh dari bakat atau belajar. Tidak mungkin sebuah ilmu pengetahuan bisa di dapat hanya dengan melalui membaca saja. Walaupun mungkin dalam bidang tertentu bisa saja ilmu pengetahuan bisa kita dapat dari membaca.
Namun, untuk memaksimalkan dan mematangkan ilmu pengetahuan yang kita dapat dari membaca, perlu dibuktikan atau di uji dengan mendiskusikan apa yang telah kita baca dengan orang lain atau komunitas lain. Ketika ingin melakukan diskusi, sekarang teramat sangat mudah dengan adanya internet. Di mana kita bisa mendiskusikan apa yang telah kita baca dengan banyaknya forum-forum diskusi. Dari hasil diskusi pastilah kita akan mendapatkan wawasan atau mungkin pemahaman baru dari apa yang sudah kita baca tersebut.
Kemampuan linguistik, yaitu kemampuan individu dalam berbahasa. Kemampuan ini memiliki cakupan yang luas, tidak hanya memahami teks deskriptif, namun juga berbicara, berceramah, dan diskusi. Kemampuan ini berkaitan erat dengan kecerdasan yang dimiliki seseorang dalam mengembangkan skill aktualisasi diri secara verbal.
Kemampuan interpersonal, yaitu kemampuan seseorang dalam menjalin hubungan sosial. Potensi kecerdasan seseorang yang piawai melakukan hubungan interpersonal terlihat dari kemampuannya berkomunikasi, melobi, mewawancarai orang lain atau semacamnya. Kemampuan ini adalah tentang menciptakan dan menjaga hubungan antar manusia. Dalam hal ini, mahasiswa memiliki kesempatan untuk terus melatih diri dalam kehidupan sosial agar kelak mereka mampu menjalankan kehidupan bermasyarakat dengan baik. Mahasiswa adalah individu yang seharusnya sudah mampu bersosialilasi dengan baik. Oleh karena itu, segala hal yang dilakukannya diharapkan memberikan dampak positif terhadap segala permasalahan kehidupan sosial dalam masyarakat.
Kemampuan intrapersonal, yaitu kemampuan seseorang dalam memahami, mengatur, serta memanajemen diri sendiri. Orang yang berhasil mengembangkan potensi intrapersonalnya piawai dalam mengambil keputusan, merancang visi, dan menetapkan tujuan hidup. Kemampuan intrapersonal dapat dilatih melalui upaya-upaya pengendalian emosi diri.
Kader Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah
Kader dalam tubuh ikatan merupakan sosok penting dalam perjuangan organisasi IMM. Menjadi seorang kader artinya menjadi sosok yang di tuntut mampu dalam mengemban tugas dan amanah yang dicita-citakan IMM. Namun, dalam realita yang terjadi, banyak dinamika dalam tubuh ikatan yang melahirkan dampak negatif. Hal ini pula yang menjadi pekerjaan rumah di dalam tubuh IMM untuk melahirkan sosok IMMawan dan IMMawati yang tangguh dalam berjuang. Oleh karena itu, mahasiswa dituntut agar mampu memberikan solusi atas banyaknya permasalahan yang terjadi dalam masyarakat melalui penerapan ilmu pengetahuan yang telah dipelajarinya.
Sesungguhnya, peran seorang kader akan benar-benar bermanfaat ketika ia mampu mengemban amanah dengan baik yakni dengan praksis ke masyarakat. Memiliki kesadaran kritis dan mempunyai pisau analisis yang tajam dalam membaca situasi dan kondisi yang tidak sesuai dengan lingkungan sekitar menjadi hal mutlak yang harus di miliki setiap kader IMM, salah satu contoh adalah tindakan kesewenang-wenangan pemerintah dalam hal penggusuran pemukiman warga yang di lakukan di daerah pantai Parangkusumo. Hal ini pula yang mampu mendorong terjadinya perubahan positif jika dalam suatu lingkungan dan sistem sudah tidak sesuai dengan apa yang seharusnya terjadi. Kader dalam tubuh IMM identik sebagai basis perjuangan dalam tubuh ikatan, yang nantinya di harapkan mampu terjun langsung ke masyarakat dan menerapkan trilogi IMM (Religiusitas, Humanitas, dan Intelektualitas) dengan bijak.
Namun, banyak pergolakan yang terjadi jika ditilik lebih dalam, salah satu masalah yang terjadi di kalangan beberapa kader adalah kurangnya minat dalam mengkaji suatu permasalahan dalam lingkup sekitar, contoh kecil adalah lingkungan kampus dengan sistem bobrok yang tidak pro terhadap mahasiswa. Oleh sebab itu, perlu adanya kesadaran subjektif setiap kader IMM untuk membenahi permasalahan seperti ini dan turut mengevaluasi apa yang seharusnya tidak terjadi di dalam tubuh ikatan.
Berangkat dari permasalahan tersebut, tidak jarang pula banyak di antara kader IMM yang telah berdiaspora dalam beberapa lembaga legislasi. Bukan menjadi persoalan politik ketika salah seorang kader yang berdiaspora dalam kelembagaan dan menjabat pada sektor tertentu, namun identitasnya sebagai seorang kader tidak lantas hilang begitu saja, dengan mengamalkan ilmu dan mengimplementasikannya dengan bijak dan membuat kebijakan-kebijakan yang pro terhadap rakyat dari pendiasporaan tersebut. IMM sebagai salah satu organisasi gerakan Islam yang juga di nanungi oleh tubuh besar persyarikatan Muhammadiyah, maka segala hal yang berkaitan dengan Muhammadiyah haruslah benar-benar dipahami dan diamalkan.
Teologi Al-Maun sebagai suatu nilai dasar yang di pelopori oleh KH Ahmad Dahlan juga menjadi dasar filosofis dari organisasi gerakan IMM dan menjadi faktor fundamental yang harus dipahami oleh setiap kader IMM. Oleh sebab itu, setiap isu yang akan di bangun pun harus mengedepankan bentuk keadilan dan keberpihakan terhadap kaum mustadh’afin. Seorang kader yang tidak memahami suatu nilai dasar tersebut patut di pertanyakan keberpihakan terhadap IMM, khususnya Islam sebagai agama yang rahmatan lil ‘alamin.
Perlu digarisbawahi, Trilogi IMM sebagai pola gerakan penting untuk di pahami setiap kader yang telah mengikuti jenjang pengkaderan awal (Darul Arqam Dasar) dan perlunya diskursus lintas kader agar lebih memahami IMM sebagai suatu organisasi pergerakan Islam. Bahkan bila perlu, diskursus lintas organisasi pergerakan agar bisa mengukur apa yang kurang dalam tubuh IMM dan apa yang harus di bangun agar tetap terjaganya ghirah kader IMM sebagai bagian dari perjuangan yang cita-citakan Muhammadiyah.
*Kader IMM Lamongan
Editor: Bayujati Prakoso