Oleh: Hizba Muhamad Abror*
“Siapa yang memperoleh kebaikan dari orang lain, hendaknya dia membalasnya. Jika tidak menemukan sesuatu untuk membalasnya, hendaklah dia memuji orang tersebut, karena jika dia memujinya maka dia telah mensyukurinya. Jika dia menyembunyikannya, berarti dia telah mengingkari kebaikannya. Seorang yang berhias terhadap suatu kebaikan yang tidak ia kerjakan atau miliki, seakan-akan ia memakai dua helai pakaian kepalsuan.” (HR Tirmidzi).
Tujuh puluh empat tahun Indonesia telah merdeka secara de jure dan de facto. Tumpah darah perjuangan para pahlawan telah menuliskan risalah tentang pentingnya perlawanan demi mencapai kemerdekaan atas dasar kemanusiaan. Dinamika keadaan sosial serta budaya telah mampu mencerahkan rakyat indonesia untuk memperjuangkan haknya. Tokoh masyarakat pun tak pernah habis untuk menjadi panutan dan pelopor dalam mengentaskan ketertindasan baik dari panglima, jendral, bahkan tokoh agama dan para ulama. Dengan spirit persatuan semua gerakan dikerahkan bondho, bahu, pikir, lek perlu sak nyawane pisan begitulah yang saya dengar dari pidato Kiai Hasan yang selalu menggebu-gebu jika berbicara tentang kemerdekaan.
Terlepas daripada itu, kemerdekaan yang memiliki semangat independensi pada akhirnya tidak mampu tercapai semata-mata hanya dengan perjuangan sendiri melainkan dengan adanya berbagai bantuan, bantuan yang paling baik salah satunya adalah pengakuan yang mana pada akhirnya mampu mendesak para kolonial untuk mundur karena seharusnya kemerdekaan memiliki dasar de jure dan de facto. Dalam kemerdekaan indonesia yang menjadi ujung tombak dan yang berdiri di garda terdepan dalam pengakuan kemerdekaan ialah Palestina.
Palestina dan Kemerdekaan Indonesia
Tepat sekitar setahun sebelum kemerdekaan pada 6 September 1944, seorang mufti yang tinggal di Yerussalem, yang saat itu menjadi tempat pengasingan Jerman, menyuarakan untuk Indonesia agar memperjuangkan kemerdekaannya ialah Syaikh Amin Al-Hussaini yang disiarkan melalui radio. Dukungan ini tidak hanya sebatas pada pengakuan melalui lisan.
Lebih dari itu, dengan seruan ini membangkitkan rakyat Palestina untuk ikut serta membantu Indonesia berjuang bahkan ada seorang pengusaha Palestina yang menggelontorkan dana yang cukup besar untuk membantu perlawanan indonesia terhadap penjajahan. Dengan gelar mufti yang tersanding, Syaikh Amin Al-Hussaini mampu mengajak negara-negara Islam di Timur Tengah pada saat itu untuk ikut serta dalam mendukung Indonesia diantaranya adalah Suriah, Mesir, Lebanon, Arab Saudi, Irak, Yaman, dan Afghanistan. Berangkat dari perjuangan serta dukungan berbagai negara, Indonesia pada 17 Agustus 1945 memprolamirkan kemerdekaannya yang dipimpin langsung oleh Bung Karno.
Konteks Historis Palestina-Israel
Beberapa hari terakhir ini kita melihat lagi tragedi yang terjadi di Palestina, lebih tepatnya Gaza yang mengikis habis sisi kemanusiaan karena penjajahan oleh Zionis Israel. Pada dasarnya konflik ini berawal dari pengakuan antara kaum Yahudi dan Arab Palestina yang saling mengeklaim bahwa tanah itu suci dan secara garis besar hal ini merupakan konflik agama. Akan tetapi, di sisi lain jika kita melihat dari sisi historis.
Masuknya Yahudi ke Palestina merupakan pengasingan dari Jerman yang mana pada saat itu dalangnya ialah Nazi sebagaimana yang kita ketahui genosida yang dilakukan oleh Nazi terhadap Yahudi yang membantai belasan juta jiwa kaum Yahudi atau biasa disebut peristiwa holocaust. Setelah itu, Yahudi diasingkan ke Palestina sebagaimana hakikatnya seorang Muslim yang harus menunjukkan bahwa ia harus mampu menjadi rahmatan lil aalamiin menerima mereka yang telah mengalami masa-masa tragis ketika Perang Dunia II untuk tinggal di tanah Palestina.
Seiring berjalannya waktu bagai orang yang tak tahu diuntung, mereka mencoba untuk menguasai tanah tersebut berbagai upaya pun dilakukan baik dari politik sampai polemik. Dan sampai saat ini rakyat Palestina masih di bombardir berbagai serangan represif. Amerika dengan hak vetonya selalu menggagalkan upaya pembebasan terhadap tanah palestina bahkan secara terang-terangan mereka mendukung terhadap penjajahan tersebut melalui gerakan diplomatis. Kendati demikian dukungan terhadap kemanusiaan bagi rakyat Palestina yang digalakkan diberbagai negara yang tujuannya mendesak agar penindasan Zionis Israel bagi rakyat Palestina dihentikan.
Hutang Budi Proklamasi Indonesia
Sudah selayaknya seluruh warga negara Indonesia membalas hutang budi proklamasi akan kemerdekaannya pada Palestina. Dukungan yang diberikan Palestina tidaklah kecil dan hanya sebatas ucapan, melainkan tindakan yang berimbas langsung pada pengakuan dunia. Maka, tidaklah pantas jika kita ingin berbangga diri dengan kemerdekaan ini, tetapi menutup mata atas apa yang tengah terjadi saat ini di Semenanjung Mediterannia sana. Bondho, bahu, pikir, lek perlu sak nyawane pisan perlu kita curahkan dalam upaya pembebasan Palestina. Karena jika tidak demikian, pakaian kemerdekaan yang kita banggakan sampai saat ini hanyalah sebuah kepalsuan.
Sebagai umat Muslim sudah selayaknya untuk bersuara dalam perjuangan melawan penindasan karena pada hakikatnya sebagaimana dalam hadis disebutkan bahwa seorang Muslim bagi Muslim yang lainnya. Bagaikan sebuah jasad atau badan yang mana dikala satu anggota tubuh itu merasa sakit maka anggota yang lain pun ikut merasakannya (HR Muslim), di kala kaki terinjak duri maka mata yang menangis dan lisan yang mengaduh serta tangan yang mencoba untuk melepaskan duri itu dan mengobatinya.
Indonesia akan selalu bersama Palestina.
*Mahasiswa PAI UMY 2018