MADRASAHDIGITAL.CO-Oleh : Nur Lina Afifah Litti (Praktisi Hukum Pidana)
Dalam beberapa tahun terakhir, keberadaan tambang di Indonesia menjadi sorotan, baik dari segi ekonomi maupun lingkungan. Salah satu organisasi masyarakat yang baru saja mengambil peran aktif dalam pengelolaan sumber daya alam ini adalah Muhammadiyah. Sebagai salah satu organisasi masyarakat Islam terbesar di Indonesia, Muhammadiyah tidak hanya berfokus pada aspek keagamaan dan pendidikan, tetapi juga berkontribusi dalam pengelolaan tambang yang berkelanjutan. Artikel ini mencoba untuk mengkritisi atas sikap Muhammadiyah yang menerima izin kelola tambang terhadap dampaknya pada lingkungan.
Pengaturan Tambang di Indonesia
Rusaknya lingkungan hingga berdampak pada masyarakat yang terkena dampak kegiatan akibat aktivitas tambang disebabkan banyaknya perusahaan pertambangan yang tidak menerapkan aturan pertambangan yang baik dan benar (Good Mining Practice). Dalam melakukan kegiatan usaha pertambangan seperti nikel, emas, batu andesit, maupun pasir, sebenarnya telah diatur terkait aturan pertambangan yang baik dan benar (Good Mining Practice) dalam berbagai ketentuan peraturan perundang-undangan mulai dari Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara sampai aturan turunannya yang menempatkan aspek lingkungan sebagai aspek penting yang harus diperhatikan.
Regulasi yang telah disusun selain sebagai panduan juga menjadi alat kontrol untuk menilai apakah perusahaan yang telah melakukan kegiatan pertambangan sudah berjalan dengan baik atau tidak. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara mencantumkan tentang tata kelola lingkungan dalam kegiatan operasi pertambangan, Pasal 95 huruf a menyatakan perusahaan tambang wajib menerapkan teknik pertambangan yang baik.
Dalam Pasal 96 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, ditegaskan perusahaan tambang wajib melaksanakan pengelolaan dan pemantauan lingkungan, termasuk kegiatan reklamasi dan pascatambang. Kemudian pada Pasal 97 dan Pasal 98 UU No. 4 Tahun 2009, menyatakan perusahaan tambang wajib menjamin penerapan baku mutu lingkungan yang sesuai dengan karakteristik suatu daerah. Kemudian pada Pasal 99 UU No. 4 Tahun 2009, mewajibkan pemegang IUP dan IUPK menyerahkan rencana reklamasi dan rencana pascatambang.
Sebelum akhirnya melaksanakan kegiatan penambangan, perusahaan tambang juga diwajibkan untuk menyusun dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), atau dokumen Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UKL-UPL). Tahapan-tahapan tersebut menjadi sangat penting dan wajib dilakukan perusahaan tambang. Setiap perusahaan yang mengantongi izin operasi pertambangan harus membuat AMDAL, berisi analisis dampak yang ditimbulkan oleh aktivitas pertambangan, termasuk rencana pemantauan dan penanganannya.
Tujuannya tidak lain untuk memastikan kegiatan pertambangan dilakukan dengan memperhatikan pengelolaan lingkungan secara bertanggungjawab dan berkelanjutan (sustainable develoment) yang rumusan pengertiannya sebagaimana dicantumkan dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja Pasal 36 yang merubah ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Pasal 1 angka 3.
Jika penulis tidak salah ingat, di Tahun 2020 saat Undang-undang Nomor 4 tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara akan direvisi, Muhammadiyah menjadi salah satu ormas yang menolak seluruh subtansi pada UU Minerba tersebut. Muhammadiyah berpendapat bahwa UU Minerba lebih banyak memberikan keuntungan bagi perusahaan-perusahaan tambang dan mengabaikan hak-hak masyarakat serta ligkungan.
Kerusakan Lingkungan sebab Tambang
Walaupun sudah ada pengaturan terkait prosedur pertambangan, realitanya kerusakan lingkungan yang disebabkan tambang tetap ada dan semakin parah. Entah regulasi yang telah ada dijalankan hanya sekedar formalitas, atau memang ada kepentingan lain antara penguasa dan pengusaha.
Seperti yang dirasakan masyarakat Pulau Obi Maluku Utara sampai hari ini, kesulitan karna air laut tercemar akibat ore nikel yang dibuang ke laut dari aktivitas tambang nikel. Kemudian, masyarakat Desa Wadas Purworejo Jawa Tengah yang mayoritasnya adalah Petani, kesulitan mendapatkan air bersih dan lingkungan mereka terancam longsor akibat dari kegiatan penambangan batu andesit demi kepentingan Proyek Strategis Nasional.
Baru-baru ini rencana tambang emas terbesar di Jawa akan dilakukan di Trenggalek, penambangan tersebut diperkirakan mencapai 12.000 hektar. Akibatnya 9 dari 14 kecamatan di Trenggalek akan terdampak, aliran sungai juga akan terdampak. Saat ini Masyarakatat dan Aktivis sekitar menolak keras adanya penambangan emas yang dilakukan oleh PT. sumber Mineral Tambang Nusantara. Penolakan tersebut datang dari berbagai kalangan termasuk ormas agama seperti, Muhammadiyah dan Pemuda Muhammadiyah.
Maka sulit dibayangkan jika hari ini Muhammadiyah sebagai ormas yang sangat dipercaya oleh masyarakat untuk membela hak asasi manusia dan melindungi alam Indonesia malah menerima izin usaha tambang oleh pemerintah.
Semoga Allah selalu melindungi kita semua, Aamiin