Oleh: Bayujati Prakoso*
Muhammadiyah kini berusia 107 tahun (18 November 1912-18 November 2019). Usia yang tidak sedikit dalam kiprahnya membangun kehidupan dan peradaban yang berkeadaban dan mencerahkan. Tema yang diusung adalah “Mencerdaskan Kehidupan Bangsa”. Begitu sejalan dengan amanat UUD 1945 dalam alinea ke 4, terdapat cita-cita para leluhur bangsa yang meletakkan dasar sebagai umat beragama, berbangsa, dan bernegara untuk ikut andil dalam “mencerdaskan kehidupan bangsa..” (UUD 1945). Tema Milad yang diusung Muhammadiyah tercermin dengan pencapaian yang dilakukan oleh Muhammadiyah, dan akan selalu memberikan gerakan yang mencerahkan di tengah arus perkembangan zaman.
Kehidupan yang semakin kompleks ini, baik di tingkat lokal daerah, nasional, maupun internasional, Muhammadiyah semakin membangun dakwah-dakwah yang menggembirakan dan mencerahkan melalui gerakan yang kokoh, paham Islam yang berkemajuan yang dimaknai Islam yang titik tengah (moderat), lalu dengan kekuatan jaringan, sumber daya manusia, dan Amal Usaha Muhammadiyah (AUM) yang tersebar di seluruh penjuru Nusantara, bahkan internasional ini akan tetap mampu mempertahankan keberadaan dan perannya dalam kehidupan keummatan, kebangsaan, dan membela kemanusiaan.
Bahkan, dalam level tertentu, Muhammadiyah dapat mengubah tantangan menjadi peluang seperti dalam kehidupan politik kebangsaan dengan tidak memahami politik yang berorientasi pada pragmatisme kekuasaan, melainkan membangun kemandirian dan melakukan peran jihad altruisme (sikap perhatian kepedulian terhadap sesama manusia dilingkungan sekitar kita), dan jihad konstitusi (membela kebenaran terhadap Undang-Undang yang dinilai tidak sesuai dengan prinsip kemanusiaan).
Patut kita syukuri, 107 tahun Muhammadiyah, dengan menjadikan perayaan milad sebagai upaya memantaskan diri untuk menjadi ummat terbaik (khoiru ummah). Setidaknya ada dua hal yang perlu kita renungkan dan maknai dalam upaya perjuangan dakwah di tengah era modernisasi.
KH Ahmad Dahlan: Mujahid Yang Selalu Beramal Saleh
Pertama, meneguhkan spirit belajar guru-murid dan pentingnya beramal saleh. Pentingnya belajar guru-murid ini dimaknai sebagai dimana pun, kapan pun, kita dapat belajar untuk menimba ilmu agama dan ilmu duniawi, asal sesuai dengan syariat Islam, maka hal itu menjadi keharusan bagi kita. Kita dapat menjadi murid, bahkan kita juga dapat menjadi guru. Hal ini juga diperlihatkan oleh KH Ahmad Dahlan ketika beliau belajar dan terus belajar menimba ilmu di Arab sampai di Indonesia, dan membawa prinsip kebaharuan, seperti perlunya kembali pada Al Qur’an dan Sunnah ketika warga sekitar Kauman kerap masih percaya pada selain Allah SWT. Maka, perlunya kembali pada Al Qur’an dan Sunnah, yang kita kenal sebagai upaya pemurnian (purifikasi).
Selain itu, KH Ahmad Dahlan, berdasar pendalaman agama, beliau melakukan praktik nyata memberi makan kaum dhuafa dan mustadh’afin ketika itu sebagai upaya amal saleh ini dilakukan melalui penerapan surat Al Maun. Penerapan surat Al Maun, menurut K.H. Ahmad Dahlan menyangkut tanggungjawab sosial, dan akhirnya menjadi inspirasi gerakan sosialnya Muhammadiyah, yang kini kian dirasakan oleh ummat. Bahkan, pernah KH Ahmad Dahlan mengajari santi-santrinya tentang pemaknaan surat Al Maun. Beliau ajarkan ayat tersebut secara berulang-ulang hingga santrinya, sebut Sudja, bertanya kepada KH Ahmad Dahlan, mengapa bahan pengajian nya tidak ditambah-tambah pembelajaran surat dalam Al Qur’an nya, dan hanya mengulang-ulang surat (Al Maun) tersebut ? (Mustofa, 2018)
KH Ahmad Dahlan menjawab, apakah kamu sudah mengerti maksudnya? Sudah diamalkan (dipraktikkan dalam kehidupan) sehari-hari ? KH Ahmad Dahlan dengan kedalaman pemahaman agama yang baik, dan dengan niat yang tulus inilah yang menjadi inspirasi gerakannya bersama santri-santri untuk berjuang di masyarakat melalui pengamalan surat Al Maun ini. Perilaku ini kita kenal dengan upaya praktik penerapan surat Al Maun yang ada dalam Al Qur’an. Al Qur’an tidak dipandang hanya sebatas teks saja, melainkan sebagai orang Islam dalam memahami Al Qur’an, disisi lain wajib untuk mengamalkan ayat suci Al Qur’an. Gerakan ini disebut dengan upaya Islam dapat membaca dan merespons perkembangan zaman melalui pengamalan ayat suci Al Qur’an (dinamisasi).
KH Ahmad Dahlan, sebagai pribadi yang dikenal memiliki semangat yang begitu tinggi, seorang mujahid yang hingga akhir masa hidupnya, selalu memberi dan gemar beramal saleh, sampai berupaya membangun Islam yang harus murni (murni kembali kepada Al Qur’an dan Sunnah), terbebas dari Tahayul, Bid’ah, Churafat (TBC), membangun kemandirian berpikir dan bertindak sebagai seorang Muslim dengan membangun sekolah (pendidikan agama dan pendidikan umum) ketika itu, lalu membentuk perkumpulan Sapa Tresna (siapa senang) yaitu perkumpulan khusus muslimah yang agendanya salah satunya pengajian pentingnya menjadi muslimah yang taat pada syariat Islam. Berikutnya, beliau juga mendirikan PKU (Penolong Kesengsaraan Umum) yang bergerak untuk mengamalkan surat Al Maun di masyarakat, sampai kini melalui organisasi (Muhammadiyah) yang memiliki gerakan sosial, kesehatan, dan pendidikan dengan skala nasional dan internasional dapat memberikan kebermanfaatan yang luas di tengah masyarakat. Maka, tidak heran, beliau disebut seorang pemikir yang melampaui zamannya.
Mohammad Damami dalam penelitiannya, yang dikutip oleh Mustofa dalam bukunya yang berjudul KH. Ahmad Dahlan si Penyantun (2018) menyatakan bahwa, hal yang mendorong KH Ahmad Dahlan gemar beramal saleh adalah renungannya tentang kematian. Renungan mengenai kematian ini begitu serius dilakukan KH Ahmad Dahlan dalam memahami rahasia kematian bagi dirinya khususnya, dan bagi umat manusia pada umumnya. Setelah KH Ahmad Dahlan mengingatkan diri sendiri akan kematian, beliau juga mengingatkan orang lain.
Dalam satu kisah, KH Ahmad Dahlan berkumpul dengan teman-temannya dan memberi wejangan, “bermacam-macam corak mereka mengajukan pertanyaan tentang soal-soal agama. Tetapi, tidak ada satu pun yang mengajukan pertanyaan demikian; harus bagaimana supaya diriku selamat dari api neraka? Harus mengerjakan apa perintah apa? Beramal apa? Menjauhi dan meninggalkan apa?” Dari wejangan tersebut dapat dimaknai bahwa, begitu serius dan dalamnya renungan KH Ahmad Dahlan ini. Segala amal usaha beliau selalu diniatkan untuk bekal menjemput kematian. (Mustofa, 2018)
Nasihat Menuntut Ilmu
Kedua, pentingnya menuntut ilmu. Kita sebagai umat Muslim, penting untuk selalu menimba ilmu. Menuntut ilmu dimaknai dengan adanya pengorbanan dalam mencari ilmu, yang mana terdapat usaha, kerja keras, ikhtiar dibarengi do’a dan tekun menjalankan proses akademik; disekolah sampai perguruan tinggi. dengan belajar mengejar prestasi, ilmu dan pengetahuan yang bermanfaat dengan sebaik-baiknya. Pesan KH Ahmad Dahlan bagi para pencari ilmu, yaitu bersungguh-sungguh dalam mencari. Sebab, sesungguhnya segala sesuatu yang ditujukan kepada keutamaan dunia dan akhirat itu, tidak tercapai bila tidak dengan daya upaya, ikhtiar, pengorbanan harta benda, dan dengan kekuatan pikiran. (Mustofa, 2018) semoga upaya menuntut ilmu ini dapat kita lakukan dengan baik, dan ditujukkan untuk kepentingan dunia & akhirat.
Akhir kalam, dalam Milad Muhammadiyah ke-107 tahun ini, semoga Muhammadiyah dapat terus mengembangkan dakwahnya, dan terus “Mencerdaskan Kehidupan Bangsa”. Wallahu a’lam bishawab.
Daftar Referensi
Mustofa, Imron. (2018). KH. Ahmad Dahlan si Penyantun. Yogyakarta: DIVA Press.
*Penulis adalah Kepala Madrasah Digital DKI Jakarta, Mahasiswa Program Pascasarjana Ilmu Komunikasi Universitas Diponegoro. Surel: bayujatiprakoso@students.undip.ac.id