Sejak awal berdiri, Muhammadiyah menargetkan kontribusi keseluruhan di semua bidang. Dalam bidang pendidikan, Muhammadiyah membangun ribuan sekolah ternama dengan fasilitas yang baik pula. Bidang kesehatan, berjejer rumah sakit. Kemudian di bidang intelektualitas, berdiri banyak organisasi yang memberikan sumbangsih gagasan untuk negeri. Salah satu organisasi yang menjembatani gagasan mahasiswa adalah Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM). Dengan mengantongi usia 57 tahun, IMM terus berpartisipasi dalam mencerdaskan negeri.
Kontribusi IMM dalam gerakan pemikiran (state mind) dibangun dengan urutan panjang. Dimulai tanggal 14 Maret 1964, IMM memulai gerakannya di Yogyakarta. Sebagai organisasi otonom sekaligus motor pergerakan mahasiswa, IMM berupaya mewujudkan tujuan organisasinya, yaitu mengusahakan terbentuknya akademisi Islam yang berakhlak mulia dalam rangka mencapai tujuan Muhammadiyah.
Tujuan inilah yang menjadi pacuan semangat bagi IMM untuk terus berkontribusi gagasan. Hal ini pernah disinggung oleh Ketua Fokal IMM Sulsel, Abdul Rachmat Noer. Dikutip dari suaramuhammadiyah.id, dalam acara Refleksi Milad IMM ke-57 di Hanggar, Talapasang, Makassar beliau memberikan komentarnya bahwa “IMM harus mengutamakan idealisme, mau masuk penjara, mau jadi narapidana itu harus tetap teguh dalam perjuangan, jangan takut apalagi menghadapi fenomena akhir – akhir ini yang semakin menggejala di Indonesia.”
Perkataan ini seakan menjadi alarm bahwa IMM adalah organisasi pergerakan yang memusatkan pada gagasan. Mau bagaimanapun keadaannya, IMM terus maju menyuarakan gagasan itu. Apalagi di saat kebebasan komunikasi ketat diawasi. Maka IMM bisa menjadi jalan keluar untuk menyuarakan gagasan.
Penulis buku “Kelahiran Yang Dipersoalkan: IMM”, Farid Fathoni mengatakan bahwa eksistensi organisasi ada pada konsistensinya pada tujuan. Tujuan hanyalah menjadi gambaran besar belaka jika tidak dilakukan secara terus menerus. Kecemerlangan ide harus diwujudkan dalam gerakan-gerakan penuh tenaga, yang bisa mengubah gagasan terdahulu yang kurang tepat.
Setiap kader mempunyai tanggung jawab besar untuk mengarahkan IMM pada guardion peradaban. Dengan melibatkan banyak orang, IMM telah mengusung konsep moderasi dan progresif. Semua kader berhak bersuara untuk menjadikan IMM lebih baik kedepannya. Maka setiap individu merdeka untuk berpikir, sehingga daya kreativitas bisa terasah dengan adanya pemikiran masalah secara bersama.
Konsep tersebut tercantum pula dalam “Trilogi Gerakan” yang terus memacu semangat kader. Tiga gerakan tersebut, yaitu tekun dalam studi, taat dalam ibadah, dan mengabdikan diri pada masyarakat. Gerakan pertama, mensyaratkan kader IMM kaya akan intelektualitas. Hal ini bisa diperoleh melalui sekolah formal ataupun pembelajaran di luar lembaga pendidikan. Intelektualitas wajib dimiliki setiap kader untuk produktivitas gagasan yang ada dalam organisasi.
Mengutip sebuah petuah terkenal, “Carilah ilmu sampai ke negeri China.” Artinya ilmu harus didapatkan meski menempuh perjalanan yang jauh dan panjang. Untuk mempercepat terperolehnya ilmu, bisa dilakukan dengan prinsip ketekunan dan konsistensi panjang. Sebuah ibarat yang menunjukkan pentingnya posisi ilmu dalam kehidupan manusia. Apalagi dalam lingkup organisasi, ilmu akan mendukung target yang ditetapkan serta menyusun rencana yang lebih ideal.
Gerakan kedua mengacu pada spiritualitas para kader. Gerakan ini seolah menjadi alarm di saat para kader mulai kehilangan keyakinannya pada Tuhan. Keberhasilan sebuah organisasi tidak terlepas dari pengaruh Tuhan itu sendiri. Semakin tinggi nilai spiritualitas yang dimiliki, maka presentase serta kemulusan rancangan juga tinggi. Konsep ini sudah berkali-kali dibuktikan.
Gerakan yang terakhir mengacu pada kemanfaatan semua makhluk. Didasarkan pada tujuan Islam sebagai rahmatan lil alamin, maka begitu juga dengan IMM. Dirinya harus bisa menjadi penyejuk seluruh alam dengan memberikan kontribusi sebanyak-banyaknya. Ilmu yang sudah didapat harus diamalkan pada masyarakat. Gagasan harus disentuhkan pada lingkup sosial, dan masyarakat adalah sasaran yang tepat untuk menerima kontribusi tersebut.
Dengan Trilogi Gerakan tersebut, muncullah Praksis Gerakan Intelektualitas Profetik dalam berorganisasi. Praksis ini memberikan ciri tersendiri bagi proses pengkaderan, agar tidak hanya serius pada orientasi pribadi namun juga serius pada tiga tujuan utama, yaitu humanisasi, liberasi, dan transdensi. Sasaran utamanya langsung pada lingkup sosial dengan banyak permasalahan didalamnya. Dan disana tantangan untuk menuntaskan permasalahan sangat besar.
Maka begitulah IMM tumbuh, datang dari pribadi ditujukan untuk kelompok luas. Kepentingan yang diusung atas nama kelompok besar. Tidak heran jika IMM terlibat dalam beberapa permasalahan kemanusiaan, spiritual keagamaan, ataupun ekonomi yang menjadi kekuatan dari masyarakat itu sendiri. IMM bukan hanya organisasi yang fokus pada intelektual kelompoknya sendiri, namun juga memberi manfaat dari intelektualitas tersebut.
Gelombang kompetisi yang terjadi akhirnya berupa perlombaan untuk melaksanakan kebajikan. Antar kader terus berlomba untuk memantaskan diri dengan cara memberikan kontribusi. Maka harapan kedepannya untuk IMM agar menjadi organisasi yang tumbuh subur dalam memberikan kontribusi. Sehingga peran di masyarakat akan terbantu dengan hadirnya IMM. Begitupula banyak gagasan akan tercipta dengan hadirnya IMM. Panjang umur IMM.