Oleh: Muh. Akmal Ahsan*
Hingga pada saat tulisan ini penulis kirimkan ke Madrasah Digital, setidaknya telah ada 4.164 viewer yang membaca tulisan dengan judul “Ikatan Mahasiswa Manja”, kritik atas tulisan saya yang diterbitkan IBTimes pada 30 oktober lalu disampaikan melalui chat personal, komentar di akun media sosial IBTimes, dan membanggakan bahwa argumen saya secara sangat sistematik mencoba ditanggapi oleh kawan kawan IMM lainnya. Namun, berikan saya kesempatan untuk membela argumentasi dan memperjelas kembali pandangan saya, sebab saya paham betul bahwa digantung itu ndak enak, apalagi ditinggalkan.
Sedari awal saya telah memberi garis batas bahasan “manja” menurut saya dan hubungannya dengan IMM: (1) perkaderan, (2) kemandirian ekonomi organisasi. Maka konsekuensi logisnya ialah, diluar daripada kedua soal diatas maka organisasi telah dapat disebut mandiri, termasuk presentasi kegiatan organisasi yang digelar oleh Bariqi dan Ode. Meski demikian jika saya dituduh menggeneralisir, argumen yang dibangun Bariqi dan Ode tersebutpun tak jua dapat menggeneralisir bahwa IMM telah mandiri (lawan kata manja). Maka sebagai penutur awal, saya mengharapkan, jikapun ternyata ada antitesis, ia dibangun diatas fundamen logika yang pasti untuk membantah dengan logis ajuan opini saya sebelumnya dan menghasilkan kesimpulan baru: IMM telah mandiri. Dasar logika ini pula yang mestinya dipakai oleh kawan Bariqi untuk menghubungkan tulisan saya dengan dinamika diluar PTM.
Menegaskan Persoalan
Apa yang sesungguhnya saya persoalkan dalam tulisan saya sebelumnya ialah ketidakberdayaan kita dalam memberdayakan tubuh organisasi lalu seringkali sok-sokan memberdayakan masyarakat. Tentu terburu-buru untuk mengeluarkan persepsi bahwa saya menolak bantuan dari PTM dan Muhammadiyah, hakikatnya menurut saya bantuan dana yang diberikan tetap diterima untuk dikelola dan memproduksi kembali dana untuk ikatan. Bagaimana dengan IMM di luar PTM?, sama sekali tidak saya sarankan untuk menolak bantuan dari institusi atau perseorangan lainnya, tidak pula saya ngejek keringat yang telah banyak dari para kader yang merasa berjibaku di Universitas non-PTM, melainkan sebagaimana Dahlan, ada keahlian kolektif untuk mengembangkan dana yang telah ada.
Sementara itu, dalam prosesi perkaderan, kebijakan-kebijakan yang menguntungkan IMM sama sekali tidak untuk dinegasikan dan atau ditolak, kita hanya membutuhkan kekuatan yang lebih untuk benar-benar menerima kebijakan itu dan memaksimalkannya. Maka mandiri dalam hal ini adalah dewasa dalam memandang keuntungan, sementara manja adalah sifat bergantung kepada kebijakan sepenuhnya tanpa upaya mengembangkan keuntungan. Sekali lagi “menggantung”, jika anda-anda telah merasa tidak bergantung sepenuhnya, ia adalah tanda bahwa organisasi telah mandiri. Sesingkat itu sebenarnya.
Maka hingga tulisan ini saya selesaikan, saya masih dengan kesimpulan awal: IMM tidak mandiri. Selanjutnya demi diskusi yang dialektis-argumentatif, sangat baik untuk memberikan antitesis yang mapan untuk secara jujur dan penuh kesadaran mengatakan bahwa IMM mandiri (jika memang demikian). Percayalah, saya akan berhenti nyinyir jika telah ada kesimpulan general untuk benar-benar percaya bahwa Ikatan ini telah mandiri, jika tidak percaya atas kemandirian Ikatan, itu tanda diperlukan rumusan untuk mandiri.
Muhammadiyah dan Teladan Kemandirian Gerakan
IMMawan dan IMMawati se-Indonesia Raya yang saya cintai, dengan kesimpulan awal bahwa IMM tidak mandiri, saya ajukan satu argumentasi yang saya pikir akan kita sepakati; bahwa pada dasarnya warisan kemandirian Muhammadiyah, baik dalam konteks perkaderan maupun kemandirian ekonomi sangat potensial untuk diteladani dan diimplementasikan ditubuh organisasi yang selalu berupaya mendewasa ini.
Bargaining sosial yang dimiliki Muhammadiyah dalam kehidupan berbangsa pada hakikatnya berasal dari kehendak bebasnya untuk secara mandiri membangun basis ekonomi di tubuh organisasi, teladan itu diimplementasikan secara langsung dengan melahirkan Amal Usaha Muhammadiyah (AUM), perputaran ekonomi di tubuh organisasi ini telah secara langsung menjadikan Muhammadiyah lepas dari intervensi pihak lain. Awal kehadiran Muhammadiyah yang digagas Dahlan memang tak bisa lepas dari bantuan finansial dari pihak lain, tapi Dahlan memiliki keahlian lain : kemampuan mengelola bantuan-bantuan yang diberikan sehingga Muhammadiyah yang digagasanya berkembang pesat.
Menuju Kemandirian Ikatan
Sangat baik untuk duduk bersama membahas model kemandirian Ikatan, khusunya dalam soal perkaderan dan kemandirian Ikatan. Wacana BUMI yang digaungkan jauh jauh waktu adalah ruang yang baik untuk mengembangkan kualitas pandangan dan gerakan ekonomi Ikatan. Perlu pula diingat, pengembangan Sumber Daya Manusia dibangun diatas pijakan kemandirian dalam konteks apapun, khususnya pada ranah perkaderan dan pengembangan ekonomi mandiri.
Kini, Ikatan tidak saja melahirkan produksi batik, namun juga buku-buku yang merupakan produk pemikiran yang secara ekonomis mampu membantu Ikatan, pun membantu proses penyebaran ide. Saya pernah mengusulkan IMM melahirkan “pasar” online melihat gejala masyarakat untuk membeli di online shop. Mungkinkah dilakukan?, sangat mungkin. Paling tidak dengan mengumpulkan produk toko-toko kecil di daerah masing-masing, kemudian membantu mereka memasarkan produknya lewat pasar online yang secara sistematis dan inovatif digarap oleh Ikatan. Tampak perlu kita belajar dari toko-toko buku dan baju online yang semeriak memasarkan produknya di online shop, saya pikir mereka tak banyak berjibaku, kecuali hanya mengorganisir orang-orang yang ahli di bidang media dan manajemen ekonomi.
Melanjutkan Dialektika
Sangat baik bahwa tanggapan atas tulisan kami beberapa waktu silam mencoba dikaji dari ragam perspektif, tidak saja Bariqi (IMM Sleman) dan Ode (IMM Malang), IMMawan Irawan (IMM Surakarta) mengajukan argumentasi soal Djazman al-Kindi dari perspektif historis, demikian juga dengan IMMawan Farhan Aji Dharma (IMM Sleman) yang secara sangat baik mencoba memberi sintetis-reflektif akan dialog yang selama ini terjadi, pun juga timbul argumentasi dari kader melalui blog IMM Djazman al-Kindi, Bayujati pun (IMM Jaksel) memandang hal ini dari perspektif teoritis. Ini adalah gejala yang baik.
Kita mesti melanjutkan diskurus, dialektika lewat tulisan tampaknya efektif untuk membawa arah dialog kepada upaya pemandirian Ikatan, tidak saja itu, nampak perlu DPP IMM mengajukan argumentasi sintetik untuk mengklarifikasi jalan panjang IMM.
Sekian dulu. Jangan lupa jalan-jalan ke Jogja.
*Penulis “Ikatan Mahasiswa Manja”, Kabid RPK PC IMM AR Fakhrudin Periode 2018-2019, Kepala Madrasah Digital DIY