MADRASAHDIGITAL.CO Oleh : Burhanuddin Al-Ghoni (Kabid TKK PK IMM FAI UMY)
Pertandingan antara Indonesia dan Bahrain baru-baru ini berakhir dengan skor 2-2 dan penuh dengan kontroversi. Salah satu isu utama adalah tambahan waktu yang diberikan oleh wasit, yang dianggap tidak wajar dan merugikan tim Indonesia. Hal ini memunculkan reaksi beragam dari para penggemar sepak bola di tanah air.
Beberapa penggemar tidak puas dengan keputusan wasit yang dianggap melanggar prinsip keadilan, sehingga memunculkan komentar di media sosial yang melanggar etika berkomunikasi. Bahkan, akun pribadi milik wasit tersebut sempat mendapatkan ancaman dan kecaman dari netizen Indonesia.
Lalu, bagaimana Islam menyikapi hal ini? Hal ini sejalan dengan ayat Al-Quran yang Allah SWT cantumkan dalam firman-Nya. Mari kita analisis beberapa ayat Al-Quran yang relevan dengan prinsip keadilan, menerima kekalahan dengan ikhlas, dan menjaga etika dalam komunikasi, terutama dalam konteks pertandingan ini.
Analisis keadilan dalam Tafsir Surah An-Nisa Ayat 58.
إِنَّ ٱللَّهَ يَأۡمُرُكُمۡ أَن تُؤَدُّواْ ٱلۡأَمَٰنَٰتِ إِلَىٰٓ أَهۡلِهَا وَإِذَا حَكَمۡتُم بَيۡنَ ٱلنَّاسِ أَن تَحۡكُمُواْ بِٱلۡعَدۡلِۚ إِنَّ ٱللَّهَ نِعِمَّا يَعِظُكُم بِهِۦٓۗ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ سَمِيعَۢا بَصِيرٗا
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”
Ayat ini menekankan pentingnya keadilan dalam segala bentuk kepemimpinan dan pengambilan keputusan, termasuk dalam konteks pertandingan olahraga. Profesor Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Misbah, menekankan pentingnya menunaikan amanah dan menetapkan hukum dengan adil.
Beliau menjelaskan bahwa amanah harus disampaikan kepada yang berhak menerimanya, dan ketika menetapkan hukum di antara manusia, harus dilakukan dengan adil. Ini menunjukkan bahwa keadilan adalah prinsip utama yang harus dipegang dalam setiap aspek kehidupan, termasuk dalam konteks sosial dan hukum. (Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: 2002).
Kata “adil” menunjukkan bahwa setiap keputusan harus berdasarkan keadilan dan kebenaran, tanpa memihak. Dalam konteks wasit, ini berarti wasit harus membuat keputusan yang objektif dan tidak berat sebelah. Dalam pertandingan sepak bola, wasit memiliki tanggung jawab besar untuk memastikan permainan berjalan dengan adil. Keputusan yang tidak adil dapat merusak integritas pertandingan dan menyebabkan ketidakpuasan di antara pemain dan penonton.
Menerima Kekalahan dengan Ikhlas adalah Bagian dari Sportivitas
Dalam Surah Al-Baqarah Ayat 286 Alloh SWT berfirman:
لَا يُكَلِّفُ ٱللَّهُ نَفۡسًا إِلَّا وُسۡعَهَاۚ لَهَا مَا كَسَبَتۡ وَعَلَيۡهَا مَا ٱكۡتَسَبَتۡۗ رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذۡنَآ إِن نَّسِينَآ أَوۡ أَخۡطَأۡنَاۚ رَبَّنَا وَلَا تَحۡمِلۡ عَلَيۡنَآ إِصۡرٗا كَمَا حَمَلۡتَهُۥ عَلَى ٱلَّذِينَ مِن قَبۡلِنَاۚ رَبَّنَا وَلَا تُحَمِّلۡنَا مَا لَا طَاقَةَ لَنَا بِهِۦۖ وَٱعۡفُ عَنَّا وَٱغۡفِرۡ لَنَا وَٱرۡحَمۡنَآۚ أَنتَ مَوۡلَىٰنَا فَٱنصُرۡنَا عَلَى ٱلۡقَوۡمِ ٱلۡكَٰفِرِينَ
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (Mereka berdoa): ‘Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Maafkanlah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir.”
Ayat ini mengajarkan tentang pentingnya menerima takdir dengan ikhlas dan berserah diri kepada Allah. Ini sangat relevan dalam situasi kekalahan, di mana seseorang harus menerima hasil dengan lapang dada dan tanpa rasa dendam. Kata “tidak membebani” menunjukkan bahwa setiap ujian dan cobaan yang diberikan Allah adalah sesuai dengan kemampuan kita. Ini berarti bahwa Allah mengetahui batas kemampuan hamba-Nya dan tidak akan memberikan beban yang melebihi kapasitas mereka.
****
Kekalahan dalam pertandingan adalah bagian dari ujian yang harus diterima dengan ikhlas. Menurut Buya Hamka dalam Tafsir Al-Azhar, Surah Al-Baqarah Ayat 286 menekankan bahwa Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kemampuannya (Hamka, 1981, hlm. 286). Ini menunjukkan bahwa setiap cobaan, termasuk kekalahan dalam pertandingan, adalah sesuatu yang dapat kita hadapi dan atasi dengan kesabaran dan ketabahan.
Dalam konteks pertandingan sepak bola, menerima kekalahan dengan ikhlas adalah bagian dari sportivitas. Ini menunjukkan kedewasaan dan sikap positif dalam menghadapi setiap hasil pertandingan.
Sportivitas tidak hanya tentang bagaimana kita bermain di lapangan, tetapi juga bagaimana kita menerima hasil akhir, baik itu kemenangan maupun kekalahan. Dengan menerima kekalahan dengan lapang dada, kita menunjukkan bahwa kita menghargai usaha dan kerja keras semua pihak yang terlibat, serta menghormati prinsip keadilan dan fair play.
Selain itu, menerima kekalahan dengan ikhlas juga membantu kita untuk belajar dari pengalaman dan memperbaiki diri di masa depan. Ini adalah kesempatan untuk refleksi dan pengembangan diri, yang pada akhirnya akan membuat kita menjadi individu yang lebih kuat dan bijaksana. Dengan demikian, ajaran ini tidak hanya relevan dalam konteks pertandingan olahraga, tetapi juga dalam setiap aspek kehidupan kita sehari-hari.
Etika dalam Komunikasi Bermedsos
Dalam Tafsir Surah Al-Hujurat Ayat 11-12 Alloh SWT berfirman:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا يَسۡخَرۡ قَوۡم مِّن قَوۡمٍ عَسَىٰٓ أَن يَكُونُواْ خَيۡرٗا مِّنۡهُمۡ وَلَا نِسَآء مِّن نِّسَآءٍ عَسَىٰٓ أَن يَكُنَّ خَيۡرا مِّنۡهُنَّۖ وَلَا تَلۡمِزُوٓاْ أَنفُسَكُمۡ وَلَا تَنَابَزُواْ بِٱلۡأَلۡقَٰبِۖ بِئۡسَ ٱلِٱسۡمُ ٱلۡفُسُوقُ بَعۡدَ ٱلۡإِيمَٰنِۚ وَمَن لَّمۡ يَتُبۡ فَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلظَّٰلِمُونَٗ
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱجۡتَنِبُواْ كَثِيرا مِّنَ ٱلظَّنِّ إِنَّ بَعۡضَ ٱلظَّنِّ إِثۡم وَلَا تَجَسَّسُواْ وَلَا يَغۡتَب بَّعۡضُكُم بَعۡضًاۚ أَيُحِبُّ أَحَدُكُمۡ أَن يَأۡكُلَ لَحۡمَ أَخِيهِ مَيۡتا فَكَرِهۡتُمُوهُۚ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَۚ إِنَّ ٱللَّهَ تَوَّاب رَّحِيمٞ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain, karena boleh jadi mereka (yang diolok-olok) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok). Dan jangan pula perempuan-perempuan (mengolok-olok) perempuan lain, karena boleh jadi perempuan (yang diolok-olok) lebih baik dari perempuan (yang mengolok-olok). Dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu panggil-memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim”.
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purbasangka (kecurigaan), karena sebagian dari purbasangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.”
****
Ayat ini memberikan panduan tentang bagaimana menjaga kehormatan dan martabat orang lain dalam komunikasi sehari-hari, yang juga relevan dalam konteks komunikasi di media sosial. Kata “mengolok-olok” dan “menggunjingkan” menunjukkan perilaku komunikasi yang merendahkan dan merusak hubungan sosial.
Dalam konteks media sosial, ini berarti menghindari fitnah, gosip, dan penghinaan. Dalam konteks modern, menjaga etika dalam komunikasi digital sangat penting. Media sosial sering kali menjadi tempat di mana fitnah dan gosip menyebar dengan cepat, sehingga panduan ini sangat relevan untuk menjaga keharmonisan dan saling menghormati
Tafsir ayat-ayat ini menawarkan perspektif yang relevan dan mendesak mengenai keadilan, menerima kekalahan dengan ikhlas, dan menjaga etika dalam komunikasi. Dengan memahami konteks historis dan menggunakan pendekatan etis, tafsir ini berusaha untuk menegakkan prinsip-prinsip yang diajarkan oleh Islam dalam setiap aspek kehidupan, termasuk dalam pertandingan sepak bola.
Red : M. Rendi Nanda Saputra