MADRASAHDIGITAL.CO, Oleh: Muhammad Amin Azis
Setiap organisasi pasti memiliki tujuan, setiap tujuan pasti akan diupayakan perwujudannya dan setiap perwujudan membutuhkan waktu yang panjang. Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) sebagai organisasi pasti memiliki tujuan. Tujuan IMM bukan lain sebagai panjang tangan perwujudan tujuan Muhamadiyah, karenya IMM sebagai organisasi sayap (eksponen) dari Muhammadiyah memiliki peran penting untuk membantu Muhammadiyah mewujudkan cita-cita besarnya terkhusus pada kalangan mahasiswa.
Peran penting IMM untuk mewujudkan tujuan Muhammadiyah pada kalangan mahasiswa merupakan faktor internal berdirinya, pada 14 Maret 1964 di tengah karut-marut kondisi bangsa pada saat itu. Berdirinya IMM menjadi harapan bagi Muhammadiyah terhadap kaum muda yang di godok dalam lingkungan kampus. Harapannya anak muda atau kader IMM mampu menjadi seorang revolusioner yang dapat mengubah organisasi dan bangsanya.
Harapan besar Muhammadiyah terhadap kader IMM termaktub dalam tujuan IMM itu sendiri, “Mengusahakan terbentuknya akademisi Islam yang berakhlaq mulia dalam rangka mencapai tujuan Muhammadiyah”. Tujuan IMM sangat detail menjelaskan posisi kader IMM. Sebagai organisasi, frasa mengusahakan merupakan sebuah upaya sadar bahwa seorang kader dapat membentuk diri ataupun kelompoknya dalam batasan normal sesuai dengan batasan ikatan.
Pada frasa membentuk didukung oleh kata selanjutnya, yaitu akademisi Islam yang berakhlaq mulia yang menandakan bahwa kader IMM merupakan seorang akademisi islam yang memiliki integrasi keilmuan dan spritual. Kemudian dalam rangka mencapai tujuan Muhammadiyah menandakan bahwa IMM benar-benar sebagai anak panah Muhammadiyah yang kemudian siap dilesatkan untuk berkiprah pada seluruh lini kehidupan.
Tujuan IMM tersebut patut dimaknai secara mendalam oleh seluruh kader Muhammadiyah agar tidak terjadi mispersepsi bahwa kader IMM tidak harus menjadi kader Muhammadiyah. Padahal jika kita tarik lebih jauh bahwa frasa ikatan pada awal kalimat dan frasa Muhammadiyah pada akhir kalimat menjadi suatu bentuk bahwa organisasi tersebut memiliki keterikatan dengan Muhammadiyah.
Tujuan merupakan sebuah ruh gerakan IMM, syarat sebagai mahasiswa agar menjadi kader IMM menandakan bahwa kader-kader IMM merupakan seorang akademisi, intelektual, ataupun aktivis. Maka dari itu, setiap gerakan IMM dibingkai dengan nalar keilmuan. Namun, akhir-akhir ini bingkai keilmuan dalam tubuh IMM seakan memudar atau beberapa tahun kedepan bisa saja menghilang jika tak di bersihkan atau di rawat kembali.
Jika seperti ini, harapan besar Muhammadiyah akan pupus. Maka, perlu kiranya revitalisasi dan tranformasi keilmuan melalui tujuan yang di kerucutkan menjadi trilogi (Keagamaan, Kemahasiswaan dan Kemasyarakatan) yang pada akhirnya menjadi tri komptensi dasar (Religiusitas, Intelektualitas, dan Humanitas).
Trilogi yang dimiliki IMM mestinya dapat dipahami oleh seluruh kader IMM, pemahamannya tidak hanya sekedar dogma bahwa trilogi adalah ideologi belaka. Namun, Trilogi harus menjadi ruh keilmuan setiap kader IMM yang kemudian menjadi prinsip gerakan yang berlandaskan pada tradisi akademik.
Jika trilogi hanya dijadikan sebagai ideologi, trilogi tersebut akan menjadi candu bagi kader IMM dan akan menegasikan ilmu pengetahuan sebagai upaya revitalisasi dan inovasi perkaderan. Gerakan perkaderan dan gerakan sosial IMM sudah seharusnya belandaskan keilmuan yang mapan sesuai dengan karakter IMM dan Muhammadiyah, tidak lagi bertengkar teori siapa atau ilmu apa yang akan IMM gunakan.
Sebagai gerakan perkaderan iklim yang harus dibangun dalam tubuh IMM adalah membentuk kader-kader ideolog yang memiliki pengetahuan Namun hal ini menjadi masalah dalam tubuh IMM, ketidak sinkronan antara perkaderan dan keilmuan menjadi penyebab masalah dari hal tersebut. Namun, jika kita perhatikan lebih dalam lagi, ideologi tanpa ilmu akan menjadi dogma belaka dan menjadikan kader fanatik buta terhadap ikatan, sebaliknya ilmu tanpa ideologi akan menjadikan kader liar dan menghantam segala batasan norma.
Sebagai gerakan sosial ilmu menjadi bingkai untuk pengetahuan dasar ikatan dalam bergerak, karena jika tidak ada ilmu yang dimiliki gerakan akan berjalan secara sporadis dan tujuan tidak akan tercapai. Dalam gerakan sosial ilmu dasar pemberdayaan dan pembebasan masyarakat harus benar-benar di kuasai oleh kader secara individu ataupun kelompok untuk terjun langsung kemasyrakat.
Tradisi keilmuan dalam tubuh IMM harus tetap digalakkan dan benar-benar menjadi budaya. Agar tradisi keilmuan menjadi budaya, maka kader IMM selayaknya menjadikan organisasinya sebagai akademi. Akademi yang dimaksud bukan seperti yang kita lihat saat ini, namun sebaliknya akademi pada konteks ini merujuk pada sekolah berbentuk taman yang didirikan oleh plato di athena sebagai tempat berkumpul para intelektual untuk menimba berbagai disiplin ilmu.
Gerakan perkaderan dan gerakan sosial yang harus terus dibingkai dengan ilmu menyiratkan urgensi sebenarnya mengapa kader IMM harus menjadikan organisasinya sebagai akademi sesuai dengan konsep yang semestinya.
Maka dengan demikian, maksud dan tujuan Muhammaadiyah mendirikan IMM sebagai gerakan ilmu dan amal akan dapat terealisasi. Mengemban tugas berat, bukan berarti menyurutkan semangat kader untuk berjuang. Sebagai akademisi islam yang berakhlak mulia ilmu yang dimiliki harus diamalkan secara praksis untuk membebaskan dan memanusiakan manusia. Kemudian seiap amalan kader harus benar-benar mencerminkan dirinya sebagai individu yang taat dalam menjalankan perintah agama.
“ Cita-cita yang tak diperjuangkan serupa membaca hanya sekata, tak mendapat arti dan makna.” (Muhammad Amin Azis)