MADRASAHDIGITAL.CO- OLEH: Tamara Rizki SH (Mahasiswi Magister Kenotariatan UII/Anggota Departemen Advokasi Sosial dan Kebijakan publik PWNA Sumut)
Hari ini kita dihadapkan dengan berita yang menguras emosi kaum perempuan di seluruh kalangan. Selebgram Cut Intan Nabila, menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang dilakukan oleh suaminya, hal ini menjadi sorotan publik ketika kasusnya mencuat ke media.
Kekerasan fisik dan Psikologi yang di alami Intan Nabila dari sang suami berharap mendapatkan keadilan melalui proses hukum.
Dalam kasus ini Pendekatan restorative justice telah mendapatkan perhatian sebagai alternatif penyelesaian konflik hukum, termasuk dalam kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
Namun, kasus ini memunculkan perdebatan terkait penggunaan restorative justice sebagai solusi.
Makna Restirative Justice
Restorative justice adalah pendekatan dalam sistem peradilan yang menekankan pemulihan hubungan antara pelaku, korban, dan masyarakat melalui dialog, mediasi, dan kompensasi.
Tujuan utama dari restorative justice adalah untuk memperbaiki kerugian yang dialami oleh korban dan memungkinkan pelaku untuk bertanggung jawab atas tindakannya tanpa melalui proses peradilan yang formal. Pendekatan ini bisa berupa mediasi, pertemuan antara pelaku dan korban, serta kesepakatan penyelesaian
Pendekatan restorative justice dalam kasus KDRT memiliki potensi untuk memberikan solusi yang lebih humanis, tetapi juga menimbulkan risiko jika tidak diterapkan dengan hati-hati. Dalam kasus KDRT, terdapat kekhawatiran bahwa pendekatan ini dapat digunakan sebagai alat untuk meloloskan pelaku dari hukuman yang seharusnya mereka terima.
Dilema Restorative Justice
Masalah utama dalam penerapan restorative justice pada kasus KDRT adalah tekanan terhadap korban. Dalam banyak kasus, korban KDRT sering kali berada dalam posisi yang lemah dan mungkin merasa tertekan untuk memaafkan pelaku atau menerima penyelesaian yang tidak adil.
Dalam kasus ini, Intan Nabila mungkin merasa terpaksa untuk terlibat dalam proses restorative justice demi menjaga keutuhan keluarga atau karena rasa takut terhadap pelaku. Alih-alih anak menjadi alasan perdamaian di semua keluarga yang mengalami KDRT.
Selain tekanan terhadap korban, Restorative justice juga dapat mengurangi akuntabilitas pelaku jika tidak diterapkan dengan benar. Dalam kasus KDRT, ada risiko bahwa pelaku hanya akan diwajibkan untuk mengikuti program rehabilitasi atau membayar kompensasi ringan, tanpa menghadapi hukuman yang setimpal dengan tindakannya. Hal ini dapat memberikan kesan bahwa kekerasan yang dilakukan adalah masalah yang dapat diselesaikan dengan cara damai, tanpa adanya konsekuensi hukum yang serius.
Landasan Hukum Kekerasan Dalam Rumah Tangga
Di Indonesia, hukuman untuk pelaku KDRT diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga. Untuk Kekerasan Fisik terdapat pada Pasal 44 yang isinya Pelaku kekerasan fisik dapat dikenakan hukuman penjara paling lama 5 tahun dan/atau denda paling banyak Rp15.000.000,00.
Hukuman ini dapat lebih berat jika menyebabkan luka berat atau kematian. Kemudian, Kekerasan Psikologis terdapat pada Pasal 45 yang isinya yaitu Pelaku kekerasan psikologis dapat dikenakan hukuman penjara paling lama 3 tahun dan/atau denda paling banyak Rp9.000.000,00 dan Kekerasan psikologis termasuk ancaman, penghinaan, atau tindakan yang menyebabkan penderitaan emosional. Maka dari itu, Pendekatan restorative justice mungkin tidak selalu memberikan perlindungan yang memadai bagi korban. Dalam kasus KDRT, perlindungan bagi korban adalah hal yang sangat penting. Restorative justice perlu memastikan bahwa korban tidak hanya mendapatkan kompensasi finansial, tetapi juga dukungan psikologis dan perlindungan dari ancaman lebih lanjut.
Untuk menghindari penyalahgunaan restorative justice dalam kasus KDRT, penting untuk memiliki mekanisme pengawasan yang ketat. Penerapan restorative justice harus dilakukan dengan melibatkan pihak-pihak yang berkompeten dan memastikan bahwa kepentingan korban dilindungi. Beberapa langkah yang bisa diambil yaitu Pendampingan Hukum yang Memadai, Program Rehabilitasi yang Efektif, dan Pengawasan dari Aparat Penegak Hukum.
Harapan Perempuan Terhadap Pihak Terkait
Komnas HAM dan Komnas Perempuan telah berperan penting dalam upaya penanganan kasus KDRT di Indonesia. Komnas HAM, dengan mandatnya untuk melindungi hak asasi manusia, telah bekerja untuk memastikan bahwa hak-hak korban KDRT dihormati dan dilindungi. Mereka telah terlibat dalam advokasi kebijakan, monitoring kasus, dan penyediaan rekomendasi untuk meningkatkan perlindungan terhadap korban. Sementara itu, Komnas Perempuan fokus pada pemberdayaan perempuan dan penyadaran akan hak-hak mereka, termasuk dalam situasi kekerasan dalam rumah tangga. Lembaga ini aktif dalam mengkampanyekan pentingnya keadilan bagi korban KDRT, serta mendorong perubahan hukum yang lebih melindungi hak-hak perempuan.
Kasus Cut Intan Nabila menunjukkan bagaimana sistem restorative justice bisa disalahgunakan untuk membebaskan pelaku kekerasan dalam rumah tangga dari hukuman yang mereka seharusnya terima. Secara logika hal ini akan memunculkan Ketidakseimbangan Kekuatan.
Restorative justice mengandalkan dialog dan kesepakatan antara kedua belah pihak, namun dalam konteks ini, korban mungkin merasa tertekan atau dipaksa untuk menerima solusi yang menguntungkan pelaku, bukan yang melindungi kepentingannya.
Jadi, secara emosional, fisik maupun ekonomi ketidakseimbangan kekuatan itu akan lebih menindas korban dan memerdekakan pelaku.
Meskipun menghadapi kekerasan dalam rumah tangga adalah perjalanan yang berat, penting untuk diingat bahwa para korban KDRT tidak sendirian dan hak korban KDRT untuk mendapatkan keadilan adalah hal yang utama. Setiap langkah menuju pemulihan adalah kemenangan, ada banyak dukungan yang tersedia untuk membantu korban melalui masa sulit ini. Teruslah kuat dan percaya pada diri sendiri. Dengan dukungan dan perlindungan yang tepat, seluruh korban KDRT berhak mendapatkan keadilan dan hidup yang bebas dari kekerasan. Kita perempuan layak untuk merasa aman dan bahagia, teruslah berjuang untuk diri sendiri dan masa depan yang lebih baik.
Red: Amin Azis