MADRASAHDIGITAL.CO, Oleh: Muhammad Nur Faizi
Hijrah pada masa nabi identik dengan perjalanan dari negeri yang tidak aman menuju negeri lain yang menjanjikan keselamatan. Meski secara konsep hijrah dikaitkan dengan perjalanan nabi dan sahabatnya, bagi umat Islam masa kini hijrah bisa dimaknai dalam spirit perubahan. Dalam pengertian ini, hijrah diartikan sebagai transformasi diri dan masyarakat menjadi lebih beradab.
Ketika Nabi Muhammad melaksanakan hijrah, beliau tidak hanya berpindah dari Makkah ke Madinah. Lebih dari itu, nabi membawa perubahan yang luar biasa di segala bidang. Saat pertama kali nabi sampai di Madinah, beliau menyatukan umat Islam dalam bingkai persaudaraan. Orang Makkah yang disebut Muhajirin dan orang Madinah yang disebut Anshar dipersaudarakan mengikut agamanya.
Nabi paham betul bahwa menjadi umat Islam yang mengerti spiritual saja tidak cukup, perlu adanya jiwa sosial dan humanisme yang dibangun dalam bingkai persaudaraan. Semangat ini dimulai dari saling menerima antara satu orang dengan orang lainnya, yang kemudian dilanjutkan dengan saling menolong dan mengasihi.
Maka, aplikasi hijrah yang dibangun kalangan milenial digunakan untuk memupuk persaudaraan. Kaum milenial gelisah akan kontruk Islam yang dibangun berdasar doktrin. Mereka khawatir akan kehancuran Islam di masa mendatang akibat nalar umat yang lebih mengutamakan keyakinan pribadi daripada persaudaraan. Kegelisahan ini turut dibuktikan dengan aksi kekerasan, terorisme, dan serentetan proses pembunuhan yang dimotori oleh gagal paham soal Islam.
Ragib Al-Isfahani seorang pakar leksikografi al-Qur’an membagi hijrah ke dalam 3 bahasan:
Pertama, meninggalkan negeri yang tidak aman menuju negeri lain yang menjanjikan keselamatan. Kedua, meninggalkan semua hal yang tidak berguna dan segala dosa menuju kebaikan. Ketiga, meninggalkan seluruh akhlak tercela menuju kebagusan akhlak kemanusiaan dengan mengendalikan hawa nafsunya. Karena dengan begitu, implementasi hijrah bisa dijadikan kekuatan dahsyat bagi terwujudnya nilai kemanusiaan.
Mengutip sebuah hadis, “Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia.” (HR Ahmad, ath-Thabrani, ad-Daruqutni. Hadis ini dihasankan oleh al-Albani di dalam Shahihul Jami’ no 3289).
Hadis tersebut memompa seluruh umat Islam agar berjuang dan meningkatkan kualitas hidup dengan meninggalkan segala bentuk keegoisan menuju semua keterbukaan yang ada. Islam menuntun umatnya untuk berpikir dinamis dan berkemajuan, bukan umat yang terbelakang dan terkungkung atas pendapat tunggal. Pun, Islam sangat mengapresiasi perkembangan zaman dengan dinamika yang terus berubah.
Semangat hijrah ini membawa pesan berharga agar umat melakukan perubahan ke bentuk konstruktif hingga menjadi manusia rahmatan lil ‘alamin. Tujuan hijrah akan tercapai jika umat Islam mampu membuktikan fungsinya sebagai umat yang paling berguna bagi semesta, bukan membawa bencana ataupun ketakutan bagi umat lainnya.
Nabi pernah melaksanakan hijrah ke berbagai negeri. Namun, hijrah Madinah memiliki magnet perubahan besar terhadap sirkulasi hidup manusia ke arah penyayang. Dari hijrah Madinah inilah banyak perubahan kebiasaan dan pemikiran yang terjadi. Babak baru dari persaudaraan dan kemanusiaan dimulai dari sana. Jika selama di Makkah banyak penduduk yang tersiksa dan direndahkan, maka Madinah membawa kasih sayang kepada semua umat.
Wanita tidak lagi dibunuh dan terpenuhi segala haknya. Begitu pula orang-orang yang dahulu menjadi budak, tidak ada lagi penindasan padanya. Lebih jauh lagi, umat yang berbeda keyakinan ikut mendulang bahagia atas kasih sayang Rasulullah saw. Di sanalah Islam memegang kendali kekuasaan dan berpengaruh penuh kepada semua penduduknya.
Dengan panji kekuasaan tersebut, Islam mampu membawa perdamaian bagi semua. Dengan kondisi masyarakat yang heterogen, Rasulullah mampu membawa Madinah ke arah pencerahan. Persaudaraan yang diusulkan nabi tidak hanya ukhuwah Islamiyah (persaudaraan antar umat Islam), namun juga ukhuwah wathaniyah (persaudaraan sebangsa), bahkan ukhuwah basyariah (persaudaraan antar sesama manusia). Dengan ikatan tersebut, nabi mengajarkan umatnya untuk menyayangi orang yang juga berbeda keyakinannya.
Dalam suatu kisah, nabi mencontohkan sifat kasih pada umat lain dengan menyuapi seorang Yahudi. Kegiatan tersebut terus-menerus dilakukan Nabi meskipun Yahudi tersebut tidak berhenti menghina dirinya. Kemudian, nabi juga membebaskan setiap orang memilih keyakinannya dan menjamin keamanan ibadahnya.
Ketulusan serta semangat persaudaraan yang ditunjukkan Rasulullah adalah acuan utama yang harus dicapai dalam proses hijrah. Ketika umat Islam menjadi umat yang dominan dengan jumlah yang besar, sudah saatnya Islam mengambil kendali dengan menyemai seluruh kasih sayang dan semangat persaudaraan. Semoga semangat hijrah Nabi bisa menular dan dipraktikkan oleh umat Islam seluruhnya.
Membeberkan semua kasih sayang pada semua orang, termasuk minoritas-minoritas yang ada di dalamnya. Menghilangkan semua kecanggungan beragama dan menarik segala prasangka buruk terhadap yang berbeda. Kemudian bersaudara dan memupuk kebaikan bersama yang dijadikan lambang saudara.
Umat Muslim harus mampu melakukannya karena dengan cara itulah Nabi Muhammad SAW bisa mengenalkan agama Islam. Dengan cara itu pula Nabi Muhammad membawa perdamaian.
Redaktur: Nia Ariyani