Madrasah Digital
Ketentuan Kirim Tulisan
Buat Akun
  • Berita
    • Rilis
    • Komunitas
    • Surat Pembaca
  • Gaya Hidup
    • Tips
    • Hobi
    • Life Hack
  • Wawasan
    • Analisis
    • Wacana
    • Tadarus Tokoh
    • Resensi
    • Bahasa
  • Sastra
    • Cerpen
    • Puisi
    • Esai Sastra
  • Ruang Madrasah
    • Materi Pelajaran
    • Online Learning
    • Ruang Konsultasi
Rabu, Agustus 17, 2022
No Result
View All Result
  • Berita
    • Rilis
    • Komunitas
    • Surat Pembaca
  • Gaya Hidup
    • Tips
    • Hobi
    • Life Hack
  • Wawasan
    • Analisis
    • Wacana
    • Tadarus Tokoh
    • Resensi
    • Bahasa
  • Sastra
    • Cerpen
    • Puisi
    • Esai Sastra
  • Ruang Madrasah
    • Materi Pelajaran
    • Online Learning
    • Ruang Konsultasi
No Result
View All Result
Madrasah Digital
No Result
View All Result
Home

Dakwah Bangun Masyarakat Sadar Informasi

Telah banyak dibicarakan orang bahwa abad ini sering disebut sebagai era informasi atau era digital, yang mengisyaratkan munculnya suatu peradaban dan tata sosial baru yang mendasarkan informasi sebagai tulang punggung kehidupan (information-based society).

admin by admin
Januari 31, 2019
in Opini
5 min read
0
57
SHARES
79
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

Oleh: Tulus Setiyo Pamuji

Praktik dakwah yang umumnya berkembang selama ini, pada dasarnya berangkat dari anggapan bahwa dalam proses dakwah masyarakat adalah objek yang harus diubah dan dituntun karena kedhaifan dan potensinya untuk bertindak jahil (bodoh). Maka menjadi tugas para dai, lembaga dakwah, atau komunitas dakwah dalam menjaga agar masyarakat tetap berpijak pada jalan yang lurus.

Secara formal dan kuantitatif, kegiatan dakwah sekarang ini menunjukkan perkembangan yang pesat. Indikatornya secara sederhana dapat terlihat dari meningkatnya jumlah masjid, semaraknya majelis taklim, meriahnya perlombaan-perlombaan MTQ-tahfiz, dan sebagainya. Namun, di balik meriahnya hal-hal formal tersebut, kita tidak bisa menutup mata bahwa arena dakwah selama ini lebih merupakan ajang masyarakat awam menanggap kehebatan idolanya daripada sebagai sarana mengkaji dan bertindak.

Dengan kata lain, konsep dakwah selama ini sesungguhnya cenderung menyerupai bank concept of communication yang mengibaratkan masyarakat sebagai wadah yang kosong, harus diisi dengan keyakinan, nilai-nilai moral, serta praktik-praktik kehidupan agar disimpan dan secara otomatis bisa dikeluarkan pada saat yang dibutuhkan. Konsepsi demikian biasanya diikuti oleh pola komunikasi satu arah, yaitu dai berbicara–hadirin mendengarkan, dai berpikir–hadirin yang dipikirkan, dai mengatur–hadirin manut, dan seterusnya.

Perubahan konsepsi dakwah

Situasi dakwah seperti itu tidak hanya terjadi pada dakwah-dakwah yang bersifat massal, tetapi juga kerap terlihat pada mentoring-mentoring pembinaan agama di kampus-kampus. Dengan situasi demikian, hanya dailah subjek aktif, sedangkan hadirin cenderung menjadi objek pasif. Tak heran jika ada beberapa forum dakwah yang tak mampu mengembangkan minat eksploratif serta kreativitas berpikir kritis; sesuatu yang dibutuhkan dalam membangun tradisi intelektual.

Selain itu, dengan logika dakwah demikian, keberhasilan dan kegagalan dakwah sering kali diukur dengan parameter kuantitas dan formalitas: jumlah peserta, jumlah murid, dan jumlah jamaah. Sedangkan pertanyaan di seputar bagaimana perkembangan masyarakat yang menjadi sasaran dakwah jarang sekali dikupas. Dengan memakai ukuran keberhasilan di atas, bisa dimengerti bahwa proses dakwah yang berkembang lebih banyak menguntungkan para dai daripada khalayak yang diserunya. Betapa banyak dai yang melambung status sosial, ekonomi, dan politiknya setelah laris di berbagai majelis taklim. Namun, tidak demikian halnya masyarakat awam. Tak heran jika kegiatan dakwah sering kali justru melahirkan struktur masyarakat yang sebagian para dainya menjadi elite, sedangkan jamaahnya berada pada struktur bawah (Lihat: Moeslim Abdurrahman dalam Pesantren, 1987).

Dakwah dalam konsepsi yang berkembang sekarang ini seharusnya bukan menghambat kreativitas pengkajian dan sesungguhnya bisa dibilang sebagai proses penumpulan konseptual dan pengembangan proses dehumanisasi. Padahal, dalam tradisi dan keyakinan semula, dakwah justru dimaksudkan sebagai sarana humanisasi. Oleh karena itu, sudah seharusnya kita mengupayakan konsepsi baru yang menjadikan masyarakat sadar akan kebutuhan informasinya sendiri sebagai subjek perubahan.

Di sini, dakwah mesti diawali dari kesadaran bahwa tidak ada seorang pun yang mengklaim hanya dirinya yang layak sebagai dai. Karena justru masyarakat adalah dai bagi diri mereka sendiri. Maka perlu diperhatikan mestinya proses dakwah adalah proses dialog untuk membangkitkan kesadaran masyarakat dalam menumbuhkan potensi mereka sebagai makhluk kreatif. Pun, kesadaran bahwa sebagai khalifah untuk memaksimalkan diri, merawat, dan mengembangkan potensi lingkungannya. Dengan begitu, esensi dakwah justru tidak mencoba mengubah kearifan lokal masyarakat, tetapi menciptakan suatu “kesempatan atau akses” yang bermanfat bagi khalayak sehingga masyarakat akan sanggup membimbing dan merawat hidupnya sendiri.

Dengan kata lain, kesadaran kritis dalam memahami masalah dan menemukan jawaban alternatif jawabannya adalah justru tugas utama dakwah. Maka dari itu, dai yang kita butuhkan di masa kini dan masa depan adalah dai yang partisipatif, yakni dai yang mampu menciptakan dialog-dialog, yang memberikan kesempatan pada jama’ah atau muridnya untuk menyatakan pandanganya, merencanakan dan mengevaluasi perubahan sosial yang mereka kehendaki, serta bersama-sama menikmati hasil proses dakwah tersebut.

Dalam hal ini, anggapan keliru yang menyatakan bahwa “masyarakat kita masih bodoh dan mereka belum sanggup berpikir sendiri”, mesti dihalau jauh-jauh. Ketahuilah, dibalik keluguan-keluguan mereka yang tampak naif, ada kearifan tradisional yang sudah mendarah daging. Itu adalah energi kreatif yang hanya bisa dibangkitkan dengan perubahan konsepsi dakwah tadi.

Masyarakat berbasis informasi

Jika pada tawaran pertama lebih menekankan pada pola hubungan yang harus diciptakan dalam proses dakwah Islam, tawaran yang kedua ini lebih berorientasi pada cara memberi isi terhadap hubungan-hubungan ideal yang didambakan tadi. Dalam konteks ini, teramat penting untuk mengetahui terlebih dahulu arah dan tren perkembangan peradaban manusia dewasa ini.

Telah banyak dibicarakan orang bahwa abad ini sering disebut sebagai era informasi atau era digital, yang mengisyaratkan munculnya suatu peradaban dan tata sosial baru yang mendasarkan informasi sebagai tulang punggung kehidupan (information-based society). Jika pada masyarakat agrikultural (pertanian) pemilikan tanah menjadi barometer kualitas hidup dan pada masyarakat industri uanglah yang menjadi ukuran kejayaan, maka pada masyarakat informasi, informasi dijadikan sebagai barometer untuk mengukur martabat seseorang dan suatu umat dalam percaturan dunia.

Tingginya terpaan terhadap informasi, besarnya tingkat konsumsi informasi, tingginya kemampuan daya guna informasi serta besarnya akses terhadap pemilikan dan pengusaan sumber-sumber informasi merupakan karakteristik-karakteristik yang menandai kemajuan suatu masyarakat.

Tidak sedikit para ahli komunikasi yang menganggap bahwa abad informasi ini merupakan berkah bagi umat manusia di seluruh penjuru dunia. Agaknya mereka lupa bahwa bagi negara-negara terbelakang seperti negara-negara muslim yang masih belum sanggup memiliki dan menguasai informasi secara self-sufficient, persaingan kekuatan informasi bukan saja semakin melebarkan masalah-masalah domestik, akan tetapi semakin menambah ketergantungan mereka terhadap negara-negara maju. Bila pada era industri kebergantungan mereka lebih bersifat material, maka pada era informasi ketergantungan itu melibatkan kebergantungan mental, filosofi, dan kultural.

Sebab seperti yang pernah diungkapkan oleh Ziauddin Sadar, informasi bukanlah sekadar sekumpulan fakta objektif yang bebas nilai, melainkan selalu mempunyai muatan ideologis, filosofis, dan pandangan-dunia tertentu. Dengan kata lain, jika kebergantungan industri hanyalah kebergantungan apa yang kita miliki (what we have) maka kebergantungan informasi berarti kebergantungan jati diri kita (what we are).

Untuk menghadapi persoalan-persoalan itu semua, fungsi dakwah di masa depan harus lebih berorientasi pada upaya-upaya untuk membangun masyarakat Islam yang berbasis informasi; yakni masyarakat yang sadar informasi serta sanggup memproduksi dan mengolah informasi untuk kebutuhannya sendiri. Dalam rangka menghadapi tantangan ini, yang harus kita lakukan pertama kali bukanlah mengdopsi berbagai perangkat teknologi (informasi) modern yang serbacanggih dan mahal, justru akan makin menmbah kebergantungan dan kesenjangan sosial, tetapi mesti dimulai dengan mendirikan infrastruktur-infrastruktur kognitif yang paling sederhana, tetapi amat vital peranannya sebagai pemicu ke arah eksplorasi-eksplorsi lanjutan.

Di sini penulis menawarkan langkah konkret yang pernah diterapkan di lingkungan rumah, wadah jaringan perpustakaan sebagai soko gurunya. Ada beberapa alasan untuk menerapkan alternatif ini. Pertama, perpustakaan merupakan warisan tradisional infrastruktur informasi pengetahuan bagi umat manusia. Kedua, membangun masyarakat yang sadar tradisi kepustakaan, yang berintikan kebiasaan membaca dan menulis. Ketiga, perpustakaan juga relatif mudah dijangkau oleh berbagai lapisan masyarakat. Karena itu, gagasan tentang perlunya didirikan perpustakaan-perpustakaan masjid, sungguh merupakan gagasan strategis dan sederhana yang sangat jelas bermanfaat.

Menjadikan perpustakaan sebagai garba informasi untuk umat Islam berarti menuntut adanya perluasan medan dakwah: dari tradisi lisan menuju ke tradisi tulisan, dari tradisi ceramah satu arah ke tradisi menganalisis dan mengarang, dan dari tradisi mendengar ke tradisi membaca. Dan, ini tentunya tidak mudah, apabila dengan kita yang sudah terbiasa hanya terawat pada pola asuhan lisan. Namun, bagaimanapun sulitnya, kebiasaan membaca dan menulis mesti terus-menerus digalakkan untuk membangun masyarakat sadar informasi.

Sebab, selain bisa dipelajari berulang kali, tulisan juga bisa dibawa ke mana-mana, sehingga bisa merangsang kreativitas berpikir. Bukulah yang bisa memberikan kedalaman serta mampu menawarkan informasi yang lengkap dan akurat. Sehingga tanpa terbinanya tradisi ini, amat sulit bagi kita untuk membebaskan diri dari belenggu-belenggu pemikiran picik dan asing, yang sering kali tidak begitu relevan dengan kebutuhannya sendiri, jika tidak malah melumpuhkan dirinya sendiri.

Tags: dakwahinformasimasyarakat
Share26Tweet13SendShare

Get real time update about this post categories directly on your device, subscribe now.

Unsubscribe
Previous Post

Membidik Pemilih Milenial

Next Post

Cyberspace; Ruang Publik Ketiga Kaum Milenial

admin

admin

Related Posts

IMM Mati

Senior Juga Penyebab IMM Mati

by admin
Agustus 17, 2022
0
20

MADRASAHDIGITAL.CO-  Oleh: Pena Merah Tulisan ini merupakan seri kedua dari tiga serial essay bertema kematian IMM. Tulisan pertama bisa dibaca...

akar korupsi

Akar bawah dari korupsi

by admin
Agustus 17, 2022
0
15

MADRASAHDIGITAL.CO-Oleh: M FIKRI Al Hakim (Peserta Sekolah AntiKorupsi) Jangan pernah menganggap korupsi adalah suatu hal yang lumrah dilakukan, pikiran atau...

Meneropong Peran Perempuan dalam Memperjuangkan Pendidikan Di Kampung Gedong

by admin
Agustus 15, 2022
0
63

MADRASAHDIGITAL.CO - Oleh: Aisyah Nur Syifa, Kader PK IMM FKIP Uhamka Minggu 7 Agustus 2022, telah dilaksanakan RTL SRIKANDI (Rencana...

Pendidikan Moral Bangsa Diatas Merdeka

by admin
Agustus 15, 2022
0
154

MADRASAHDIGITAL.CO - Oleh: Bragie Mahendra, Mahasiswa UMC Merdeka merupakan sebuah kebebasan, bebas dari penjajahan, penghambaan, dan lain sebagainya, tapi apa...

Generasi Stroberi

Realitas Masyarakat Stroberi pada Kemajuan Masyarakat Kota

by admin
Agustus 14, 2022
0
53

MADRASAHDIGITAL.CO- OLEH: Muhammad Iqbal Kholidin (Peserta Lingkar Studi Gerakan Nasional) Hidup di kemajuan zaman memang tidak selamanya menyenangkan, sering kali kemajuan yang ada...

Anarkisme dan gerakan anarkis

Pola Gerakan Anarkis di Indonesia

by admin
Agustus 13, 2022
0
54

MADRASAHDIGITAL.CO– OLEH: Raja Faidz El Shidqi (Peserta Lingkar Studi Gerakan Nasional) Menurut Alexander Berkman, Anarkisme adalah kebalikan dari kapitalisme dan...

Next Post

Cyberspace; Ruang Publik Ketiga Kaum Milenial

Keutamaan Umar bin Khattab

Coming Soon: Geser Dikit Halaman Hatimu by Bara Pattyradja

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No Result
View All Result

Pos-pos Terbaru

  • Senior Juga Penyebab IMM Mati
  • Akar bawah dari korupsi
  • Meneropong Peran Perempuan dalam Memperjuangkan Pendidikan Di Kampung Gedong
  • Dosen FISIP Uhamka Adakan Pelatihan Menulis Esai, Kepada Angkatan Muda Muhammadiyah
  • Pendidikan Moral Bangsa Diatas Merdeka

Komentar Terbaru

  • Pg pada Dampak Politik Uang Buat Rakyat
  • Danang Tergalek pada Cerpen : Tak Jadi ke Nevşehir
  • Muhammad Putra Ramadhan pada Jack dan Seorang Teman Lugu
  • XerXes pada Kisah di Balik Senyum Indah Jofi
  • Esti P.J pada Cerpen: Luka yang Indah

Arsip

  • Agustus 2022
  • Juli 2022
  • Juni 2022
  • Mei 2022
  • April 2022
  • Maret 2022
  • Februari 2022
  • Januari 2022
  • Desember 2021
  • November 2021
  • Oktober 2021
  • September 2021
  • Agustus 2021
  • Juli 2021
  • Juni 2021
  • Mei 2021
  • April 2021
  • Maret 2021
  • Februari 2021
  • Januari 2021
  • Desember 2020
  • November 2020
  • Oktober 2020
  • September 2020
  • Agustus 2020
  • Juli 2020
  • Juni 2020
  • Mei 2020
  • April 2020
  • Maret 2020
  • Februari 2020
  • Januari 2020
  • Desember 2019
  • November 2019
  • Oktober 2019
  • September 2019
  • Agustus 2019
  • Juli 2019
  • Juni 2019
  • Mei 2019
  • April 2019
  • Maret 2019
  • Februari 2019
  • Januari 2019

Kategori

  • Analisis
  • Bahasa
  • Berita
  • Cerpen
  • Esai Sastra
  • Event
  • Gaya Hidup
  • Hobi
  • Komunitas
  • Life Hack
  • Materi Pelajaran
  • Opini
  • Pemikiran Tokoh
  • Puisi
  • Resensi
  • Rilis
  • Ruang Konsultasi
  • Ruang Madrasah
  • Sastra
  • Surat Pembaca
  • Tadarus Tokoh
  • Tips
  • Umum
  • Wacana
  • Wawasan

Meta

  • Masuk
  • Feed entri
  • Feed komentar
  • WordPress.org

Madrasah Digital

Madrasah Digital

Madrasah Digital

Kategori

  • Analisis
  • Bahasa
  • Berita
  • Cerpen
  • Esai Sastra
  • Event
  • Gaya Hidup
  • Hobi
  • Komunitas
  • Life Hack
  • Materi Pelajaran
  • Opini
  • Pemikiran Tokoh
  • Puisi
  • Resensi
  • Rilis
  • Ruang Konsultasi
  • Ruang Madrasah
  • Sastra
  • Surat Pembaca
  • Tadarus Tokoh
  • Tips
  • Umum
  • Wacana
  • Wawasan

Sekretariat

Learning Center Madrasah Digital

Alamat
Graha Inkud Lt. 6, Jln. Warung Buncit Raya No. 18-20, Jakarta Selatan, 12740.

Telp
0817123002/085717051886

E-mail
redaksimadrasah@gmail.com

  • Redaksi

© 2019 Madrasah Digital

No Result
View All Result
  • Masuk / Daftar
    • Tulis Postingan
    • Tulisan Saya
  • Berita
  • Wacana
  • Gaya Hidup
  • Komunitas
  • Opini
  • Sastra
  • Umum

© 2019 Madrasah Digital

Login to your account below

Forgotten Password?

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In