- Opini
Sabtu, 22 Feb 2020 15:51 WIB
No Comments
Oleh: Ade Ahmad Wijaya
MADRASAHDIGITAL.CO – Salah satu tantangan besar dalam masa transisi demokrasi di Indonesia sekarang ialah bagaimana mempertahankan kedaulatan ekonomi di tengah perkembangan keterbukaan global dan liberalisasi ekonomi. Reformasi yang bergulir di Indonesia sejak 1998, meskipun di satu sisi membawa angin segar bagi bangsa Indonesia, di sisi lain menyimpan sebuah warning, yakni dimulainya era kompetisi bebas untuk menguasai sumber daya yang ada. Dengan demikian, pasca reformasi yang identik dengan keterbukaan ini berpotensi merugikan kedaulatan ekonomi Indonesia.
Masuknya aktor-aktor internasional memang bukan fenomena baru dalam peta ekonomi politik Indonesia. Kemunculan aktor internasional dan pengaruhnya yang besar memang sudah terasa sejak era Orde Baru. Namun, era reformasi membuka peluang lebih besar bagi kemunculan aktor internasional ini. Hal ini dimungkinkan karena rasa percaya diri bangsa, termasuk kalangan elite, sedang berada di titik nadir, dan secara finansial pemerintahan Soeharto di akhir kekuasaannya berada dalam kebergantungan dana yang kronis untuk melanjutkan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Peraturan Terkait Investasi
Setidaknya ada beberapa peraturan baru muncul pasca reformasi yang memberikan kebebasan aktor internasional untuk mengambil alih kedaulatan ekonomi indonesia melalui UU tentang Investasi. Sebagai contoh, PP No 29/1999 yang menyatakan pihak asing boleh menguasai 99 persen saham perbangkan di Indonesia. Akibatnya pada tahun 2011 kepemilikan asing terhadap 47 bank menguasai equivalen 50,6 persen dari total aset perbankan yang mencapai Rp 3.065 triliun.
Sedangkan di sektor minyak dan gas, PP No 22/2001 membuat kebingungan Pertamina akan kinerjanya sebagai lembaga BUMN. Dengan munculnya peraturan ini, Pertamina secara terpaksa diliberalkan dengan pemberian perlakuan hak yang sama dengan perusahaan swasta asing. Akibatnya, pada 2010, Pertamina hanya menguasai 16 persen dari produksi migas. Sisanya dikuasai oleh pihak asing.
Selain itu, di sektor penanaman modal asing, pemerintah menerbitkan UU No 25/2007 tentang asal perlakuan yang sama antara investor domestik dengan investor asing. Akibatnya investor asing memiliki hak atas penguasaan tanah yang berjangka panjang serta jaminan kebebasan untuk mengalihkan aset yang dimilikinya kepada pihak-pihak yang diinginkannya.
UU Omnibus Law
Setelah 22 tahun reformasi bergulir, ujian terhadap pengelolaan investasi yang membawa asas berkeadilan akan semakin berat. Apalagi dengan adanya pernyataan presiden Jokowi dalam pidato pertama kalinya setelah dilantik sebagai presiden periode 2019-2024.
Salah satu pembahasan omnibus law untuk mendorong pertumbuhan investasi ialah UU Cipta Lapangan Kerja. UU ini akan merevisi 88 UU dan 1.194 pasal. Sementara omnibus law lain yang juga disiapkan untuk mendongkrak investasi adalah UU Perpajakan yang merevisi tujuh UU dan 28 pasal.
Presiden Jokowi menyebutkan, omnibus law dapat menyederhanakan kendala regulasi yang sering kali berbelit-belit dan penantian proses yang panjang. Selain itu, omnibus law diharapkan dapat memperkuat perekonomian nasional dengan memperbaiki ekosistem investasi dan daya saing Indonesia dalam menghadapi ketidakpastian dan perlambatan ekonomi global. Dengan adanya omnibus law ini, pemerintah memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat mencapai angka 6 persen.
Posted in Opini