Mahasiswa Jangan Nyaman Jadi Gelembung!

-
Rabu, 20 Apr 2022 08:46 WIB
No Comments

pinterest.com

MADRASAHDIGITAL.CO- OLEH: Muhammad Iqbal Kholidin (Kader PK IMM FISIPOL UMY)

Mahasiswa sebagai bagian dari masyarakat yang selalu dipercaya sebagai agen perubahan dan terus bergerak untuk meneriakkan kebenaran di penjuru jalan. Namun beribu sayang, bahwa dewasa ini yang terasa justru gerakan-gerakan perubahan yang dilakukan seolah selalu mengalami jalan buntu dan seolah tak menimbulkan hasil akhir yang menggembirakan.

Mari kita refleksian kembali aksi yang terjadi belakangan ini. Senin, 11 April 2022 kemarin, terjadi gerakan aksi demonstrasi yang katanya telah diikuti 1000 individu untuk menolak wacana penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan Presiden.

Yang menjadi catatan penulis adalah tuntutan yang diteriakkan justru tidak terlalu menjadi pusat perhatian. Idealnya tuntutan tersebut yang harusnya menjadi nafas perjuangan mahasiswa.

Namun, yang menjadi pusat perhatian adalah fenomena lain yang terjadi saat aksi demonstrasi tersebut, seperti pemukulan terhadap salah satu dosen dari Universitas, tulisan-tulisan tuntutan yang tertulis di papan kertas massa aksi yang dirasa telah melenceng jauh dari substansi tuntutan utama dan terkesan malah membuat citra jelek terhadap gerakan yang dibangun dan beberapa hal lainnya.

Yang lucu dan pantas untuk dikritik pedas adalah mengapa tuntutan utama yang murni berangkat dari keresahan masyarakat justru tidak menjadi highlight utama?

Penulis sendiri menilai ada yang salah dalam langkah kita bergerak. Corak gerakan yang pragmatis dan terkesan instan turut menyumbang stagnansi gerakan mahasiswa hari ini.

Sadar atau tidak, mahasiswa seolah selalu terjebak di gaya gerakan era lama, romantisme sejarah yang selalu diceritakan berulang tanpa mau mencari dan menjalankan hikmah serta pemikiran gaya baru yang mampu untuk diejawantahkan menjadi gerakan pola visioner.

Bisa kita lihat banyak mahasiswa hari ini yang sesuai seperti “putch”, istilah dari perkataan  Tan Malaka dalam “Aksi Massa” yang merujuk pada golongan yang merusak gerakan sosial karena tindakan gegabah atau aktivitas lain yang mampu merusak substansi gerakan itu sendiri.

Sering kali kita dengar istilah aktivisme semu, sebuah aktivitas yang hanya muncul pada saat-saat tertentu dan terkesan terlalu mendadak serta pola gerakan yang dilakukan selalu identik sama tanpa ada upaya modifikasi atau bahkan gaya gerakan yang baru.

Dewasa ini mahasiswa justru telah jatuh ke lubang suram bernama aktivisme semu ini. Mahasiswa lebih memilih menjadi gelembung yang memang terkesan banyak namun mudah sekali dipecahkan dibandingkan memilih menjadi gelombang, yang memang tidak menimbulkan efek secara langsung namun tentu lebih konsisten dan kokoh.

Jika berkaca pada aksi besar di era 98, sebetulnya fenomena besar pada waktu itu adalah bentuk dari konsistensi gerakan yang dibangun di tahun-tahun sebelumnya. Mahasiswa harus memutar otak lebih keras agar dapat menciptakan gerakan ideal; gerakan yang dibangun dengan konsisten, sistematis, terorganisir dan berkembang.

Gelombang gerakan harus selalu tercipta, tak hanya mengendarai ombak saja, tak hanya mengikuti momentum, mahasiswa harus menciptakan momentum.

Tugas mahasiswa sebagai agen perubahan yang mampu menciptakan eskalasi gerakan perubahan yang konsisten inilah yang perlu menjadi hal yang harus diprioritaskan untuk dibangun. Cara membangun hal tersebut tentu perlu dibuat dari ranah paling dasar, dari ranah akar rumput melalui meja diskusi yang tak hanya mementingkan ego siapa yang benar dan salah.

Berikutnya adalah konsolidasi massa yang menghilangkan ciri identik kelompok gerakan tertentu dan justru harus membangun gerakan dengan sisi inklusif, tak hanya sesama organisasi mahasiswa, namun konsolidasi internal dibangun bersama masyarakat secara teratur dan terukur.

Barulah ketika unsur egosentris dapat ditekan, kita bisa beranjak pada tahap membangun gerakan di lapangan yang berlandaskan manajemen aksi yang rapi, sesuai dengan kondisi keadaan sekitar dan didukung oleh penjagaan esensi pada narasi dan opini yang berkembang liar di dunia maya.

Hal ini memang perlu untuk menjadi salah satu urusan yang mendapatkan perhatian lebih, agar narasi tuntutan yang diteriakkan tetap utuh dan tersampaikan kepada publik agar membangun kesadaran kolektif.

Mari kita tengok kembali, sudah sampai sejauh mana kemurnian gerakan telah kita bangun dan kita jaga. Gerakan mahasiswa sebagai agen perubahan baik tentu merupakan jalan panjang yang sangat mulia dan alangkah lebih mulia jika kita mampu untuk terus mengevaluasi bentuk gerakan yang telah kita lakukan, sembari memikirkan secara kritis bentuk gerakan apa yang paling efektif dan bagaimana cara agar kemurnian gerakan kedepannya untuk mencapai pada tujuan manfaat kepada masyarakat.

Bukan hal mudah memang, namun jika tidak secepatnya kita bertindak, maukah kita terus terinjak? Panjang umur dan terus bertumbuh segala hal-hal baik.

 

Red : Saipul Haq

Share :

Posted in

Berita Terkait

Rekomendasi untuk Anda

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *