Hikmah Covid-19

-
Rabu, 13 Mei 2020 17:33 WIB
No Comments

Sumber: Bandung Kita

Oleh: Hizba Muhammad Abror*

MADRASAHDIGITA.CO – Tepat sejak tanggal 2 Maret 2020, Covid-19 mulai mewabah di Indonesia. Sontak mendengar kabar demikian hal ini menghebohkan masyarakat Indonesia bahkan berikut dengan kepanikan. Sebagaimana yang telah diputuskan oleh WHO bahwa Covid-19 merupakan wabah pandemik ditinjau dari kecepatan pada penularan serta berpotensi menyebabkan kematian sehingga akhirnya tidak hanya tim medis yang berjuang dalam menangani hal ini, pemerintah pun dituntut untuk turuntangan dalam menuntaskan pandemi yang sampai hari ini belum mendapat titik terang.

Menanggapi hal ini kebijakan demi kebijakan dirumuskan oleh pemerintah guna memutus mata rantai penyebaran dan menuntaskan wabah corona yang saat ini melanda tanah air yang mana kemudian membatasi berbagai kegiatan yang bersifat sosial dan akhirnya mengakibatkan stagnansi dalam ekonomi serta menghambat perkembangan aspek kehidupan masyarakat yang lain seperti krisis sosial, Pendidikan, dan lain-lain.

Fenomena ini mengingatkan saya pada ayat dalam Qurán pada surah Al-Baqarah yang berbunyi sebagai berikut:

كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِتَالُ وَهُوَ كُرْهٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ

“Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 216)

Pada dasarnya ayat diatas menerangkan tentang kewajiban berperang untuk berjihad dijalan Allah. Dan dalam ayat ini diterangkan bahwa peperangan merupakan “karhun” hal yang tidk disenangi atau bisa kita katakana dibenci. Lalu dijelaskan bahwa “bisa jadi/boleh jadi” sesuatu yang kita benci itu baik untuk kita, dan sesuatu yang kita senangi tidak baik untuk kita.

Sebagaimana yang diterangkan dalam kitab tafsir yang ditulis oleh Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di yang menerangkan bahwa turunnya ayat ini Ketika umat muslim berada di Madinah dan saat itu peperangan merupakan hal yang paling tidak mengenakkan bagi mereka namun demi tegaknya keadilan maka perlu untuk berperang.

Dalam potongan ayat di atas dapat kita ketahui bahwa sesungguhnya kadang kala ada sesuatu yang kita tidak sukai dan menimpa kita akan memberikan dampak baik dan ada pula yang kita sukai berakibat buruk bagi diri kita.

Kata “عَسَى ” dalam ayat diatas mengartikan ketidakpastian, akan tetapi hal tersebut bukanlah diperuntukkan bagi Allah SWT karena Ia adalah Dzat yang Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa, melainkan hal tersebut bagi manusia dalam artian bahwa dalam menanggapi segala perintah dan ketetapan-Nya selalu ada yang tidak kita senangi yang mana pada hakikatnya akan memberikan kebaikan bagi kita begitupun sebaliknya

Meminjam pernyataan dari M Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Mishbah, dalam ayat tersebut mengisyaratkan pada kita agar hendaknya ketika menjalankan ketaatan kita dan menerima apa yang ditimpakan pada kita oleh Allah SWT sedang hal tersebut tidak menyenangkan maka saat itu juga kita harus menanamkan rasa optimisme dalam diri kita seraya berkata “bisa jadi” dibalik ketetapan-Nya terdapat hal yang baik. Disisi lain, juga ayat tersebut mengingatkan untuk kita agar tidak terlampau gembira sehingga lalai terhadap kesenangan-kesenangan yang diberikan oleh Allah SWT.

Sekilas wabah Corona merupakan musibah dalam wujud wabah bagi seluruh ummat manusia karena menghambat kelancaran kehidupan kita sebagai manusia. Namun, seiring berjalannya waktu, beberapa pakar dan ilmuwan mengemukakan kabar-kabar baik yang mana hal itu disebabkan oleh hadirnya wabah ini. Seperti berkurangnya polusi, munculnya Kembali satwa-satwa langka, dan masih banyak hal lainnya yang seakan merupakan ‘berkat’ dari adanya wabah Covid-19.

Adapun yang ingin saya paparkan dalam tulisan ini mengenai pendapat saya terkait hikmah dan berkah yang “bisa jadi” terdapat pada wabah yang tengah berlangsung di bulan suci Ramadhan pada tahun ini. Oleh sebab itu judul pada tulisan ini menggunakan kata “bisa jadi”yang tidak lain tujuannya ialah untuk membantu meningkatkan optimisme kita sehingga akhirnya kita mampu untuk  menjadi lebih baik lagi di bulan Ramadhan khususnya dalam hal ketakwaaan.

Sebelum itu saya ingin menjelaskan tentang apa yang saya maksud hikmah dan berkah dalam penjelasan pada tulisan kali ini. Hikmah dan Berkah pada hakikatnya adalah sesuatu yang berpotensi memberikan kebaikan pada kita. Yang membedakan keduanya adalah bentuknya.

Hikmah adalah pengetahuan yang memberikan kita kebijaksanaan sehingga akhirnya berbuah menjadi kesadaran yang dengan hal itu membawa kita pada kebaikan, maka dari itu dalam surah Al-Baqarah ayat 269

يُؤْتِى ٱلْحِكْمَةَ مَن يَشَآءُ ۚ وَمَن يُؤْتَ ٱلْحِكْمَةَ فَقَدْ أُوتِىَ خَيْرًا كَثِيرًا

yang artinya: “Dia memberikan hikmah (kemampuan untuk memahami rahasia-rahasia syari’at Islam) kepada siapa yang Dia kehendaki. Barang siapa diberi hikmah, sesungguhnya dia telah diberi kebaikan yang banyak.” (QS Al-Baqarah [2]: 269).

Dan Adapun berkah adalah pemberian Allah kepada hamba-Nya yaitu berupa tambahan manfaat bagi apa yang dilakukan hambaNya. Maka dari itu hikmah dan berkah mampu membawa kebaikan bagi mereka yang mendapatkannya.

Berbagai kebijakan yang telah diputuskan pemerintah di berbagai daerah dalam merespon wabah corona merubah beberapa normalitas kehidupan masyarakat dan dalam hal ini jika kita melihat sekarang bahwa terdapat normalitas yang saya kira sudah terkurangi khususnya di bulan Ramadhan contohnya ialah BukBer (Buka Bersama) baik yang dilaksanakan di masjid maupun diberbagai tempat seperti warung kopi atau restoran selain daripada itu kegiatan Gerakan kemasyarakatan seperti baksos, santunan, dan lain sebagainya yang biasanya diadakan oleh berbagai Lembaga dan institusi baik swasta maupun negeri yang mana tujuannya ialah menyebar kebaikan serta berbagi kebahagiaan di dalam bulan suci ramadhan. Dan masih banyak hal lainnya yang menjadi normalitas bagi kita di bulan suci dan saat seperti ini tidak mampu kita laksanakan.

Maka dari itu normalitas yang awalnya ada dan saat ini tidak ada atau dikurangi menurut saya “bisa jadi” terdapat hikmah dan menjadi berkah bagi ummat muslim di bulan Ramadhan kali ini. Dalam tulisan ini saya hanya ingin membahas dua normalitas yang menjadi tradisi bagi kita di bulan Ramadhan khususnya bagi kita yang tinggal di Tanah air.

Pertama, Buka puasa Bersama (Bukber) sudah menjadi hal yang lazim bagi kebanyakan kalangan ummat muslim untuk mengadakan buka puasa Bersama kerabat, kawan, dan keluarga yang mana bisa kita dapati diberbagai tempat seperti masjid dan rumah makan atau restoran. Normalitas ini menjadi kesempatan bagi kita untuk Kembali menyambungkan tali silaturrahim kepada rekan dan kawan yang mungkin telah lama tidak bersua seperti reuni Bersama teman SMA, SMP, bahkan SD.

Dalam dari itu, bulan ramdhan merupakan bulan ampunan yang penuh keberkahan dan merupakan wujud dari rahmat serta rahiimnya Allah SWT maka dari itu kita diperintahkan untuk meningkatkan kualitas diri baik dari segi ibadah maupun perbuatan yang tujuannya ialah menambah ketakwaan kita pada Allah SWT. Sebagaimana ayat yang merupakan dasar dari kewajiban untuk melaksanakan puasa.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kamu bertakwa” (QS Al Baqarah: 183).

Buka puasa bersama adalah hal yang baik, akan tetapi jika akhirnya hal tersebut menjadi hambatan atau membuat kita lalai akan esensi dari perintah diwajibkannya puasa dengan kata lain membuat kita jauh dari kata takwa maka pada dasarya hal tersebut tidaklah lagi menjadi kebaikan.

Jika kita kembali pada inti dari pembahasan kali ini ialah hikmah dan berkah apa yang terdapat dengan wabah sehingga menuntut kita agar mengurungkan niat untuk berkumpul, sudah tentu dapat kita ketahui bersama bahwa kita diminta untuk lebih memaknai ramadhan kali ini agar lebih memprioritaskan esensi bulan ramadhan yakni ketakwaan daripada hanya menjadikannya perayaan tahunan belaka dengan tetap dirumah dan menghidupkan ramadhan dengan ibadah serta sunnah-sunnah di setiap harinya.

Kedua, yakni santunan bagi mereka yang membutuhkan. Selain berbuka puasa bersama, hal yang sering kita dapati di bulan ramadhan ialah berbagai macam acara kemasyarakatan seperti BakSos, santunan, dan lain-lain yang juga diadakan oleh berbagai kalangan baik muda atau tua, individu atau kelompok, lembaga, yayasan, organisasi, dsb. Normalitas ini adalah hal yang baik lagi mulia bagi mereka yang mengadakannya terlepas dari niat masing-masing apakah untuk popularitas atau benar-benar tulus dan ikhlas.

Lalu hikmah apa dan berkah yang seperti apa yang bisa kita ambil dari hilangnya normalitas yang demikian bagi diri kita.

Perlu diketahui bahwa sesungguhnya selalu ada godaan disetiap segala perbuatan baik terutama pekerjaan-pekerjaan yang terlihat seperti ibadah dan hal diatas merupakan salah satu contohnya. Dan godaan apa itu yang menghantui kita? Yaitu riya’.

Sebagaimana sabda rasul yang berbunyi; “Sesuatu yang aku khawatrikan menimpa kalian adalah perbuatan syirik asghar. Ketika beliau ditanya tentang maksudnya, beliau menjawab: ‘(contohnya) adalah riya’ ”. Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad di dalam al Musnad (V/428, 429) dan ath Thabrani dalam al Kabiir (4301) dan dishahihkan oleh Syaikh al Albani dalam as Shahiihah (951) dan Shahiihul Jami’ (1551).

Riya’ dalam bahasa arab ialah memperlihatkan, yang dimaksud disini adalah memperlihatkan segala perbuatan baik kepada makhluk sehingga perbuatan tersebut tidak ditujukan kepada Allah sebagai wujud penghambaan kepada-Nya oleh karena itu perbuatan riya’ merupakan salah satu bentuk syirik kecil.

Wabah yang saat ini tengah dan masih berlangsung mensyaratkan kita untuk sebisa mungkin melaksanakan berbagai kegiatan dari rumah begitupun santunan atau bisa kita sebut dengan sedekah. Dengan seperti ini sedekah hanya mampu diberikan dari rumah lewat rekening atau intitusi yang berwenang dalam menyalurkan hal tersebut.

Hikmah serta berkah yang kita diberikan oleh Allah pada kita ialah dijauhkannya kita dari godaan riya’ karena pada akhirnya kita tidak turun langsung dalam memberikan santunan tersebut sehingga kita tidak ‘memperlihatkan’(riya’) dalam memberikan sedekah ataupun santunan lainnya. Dan ini mampu melatih kita untuk membiasakan diri agar kedepannya bersedekah melalui institusi atau lembaga dakwah.

Sebagai penutup, saya ingin mengajak para pembaca sekalian untuk tetap optimis dan yakin bahwa setiap ketentuan Allah baik itu menyenangkan atau tidak mengenakkan bagi kita, “bisa jadi” hal ini membawa kebaikan untuk kita semua khususnya kita sebagai seorang muslim yang meyakini bahwa semua ini adalah kehendak Allah dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana serta Ialah Dzat yang Maha Adil. Dengan tebatasinya kita melalu wabah yang ditimpakan pada kita kali ini semoga kiranya “bisa jadi” membawa hikmah dan memberi berkah bagi kita oleh Allah SWT.

Ingatlah bahwa dalam surah Al-Fatihah yang setiap rakaat dalam sholat kita membacanya mensyaratkan kita untuk meyakini bahwa semua ini adalah kekuasaan Allah SWT, dan Ialah Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Oleh karena itu sudah menjadi keharusan bagi kita semua meyakini bahwa wabah COVID-19 yang sedang terjadi ditengah kita kali ini merupakan wujud dari rahman dan rahiim-nya Allah SWT.

*Anggota Bidang TKK PK IMM FAI UMY

Share :

Posted in

Berita Terkait

Rekomendasi untuk Anda

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *