Catcall, Pelecehan yang Kerap Disepelekan

-
Selasa, 11 Agu 2020 11:44 WIB
No Comments

Salma Fajriati

MADRASAHDIGITAL.CO – Oleh: Salma Fajriati, Tim Medsos Madrasah Digital

Puan, apa kamu pernah merasa risih dan tidak nyaman ketika berjalan melewati gerombolan laki-laki di suatu tempat? Bukan risih tanpa alasan, melainkan karena kamu sering mengalami yang namanya catcalling.

Secara harfiah catcalling diartikan sebagai siulan. Tapi pada kenyataannya catcall bisa terjadi dalam berbagai bentuk verbal atau ucapan. Contohnya panggilan seperti, “Cewek!”, “Cantik, mau ke mana?”, “Neng, sendirian aja”, atau bahkan “Assalamualaikum, ukhti..” (bila si perempuan berhijab) dari orang yang tidak dikenal.

Selain itu, contoh tindakan yang termasuk catcalling adalah mengklakson perempuan di pinggir jalan. Serta menggoda dan melontarkan ucapan-ucapan kurang pantas kepada perempuan tak dikenal termasuk dengan kata-kata pujian seperti “Halo, cantik banget mba”.

Bagi banyak perempuan pelecehan semacam ini merupakan kejadian mingguan atau bahkan setiap hari. Bahkan ada yang harus menyesuaikan kehidupan sehari-harinya agar dapat menghindari situasi ini. Tidak sedikit bahkan yang terpaksa menghindari jalan-jalan tertentu karena ancaman catcalling. Banyak perempuan yang mengalami catcalling berbicara bahwa mereka merasa takut, jijik, dipermalukan, marah atau tidak berdaya.

Catcalling berada di bawah payung street harassment atau pelecehan di jalanan. Dapat juga didefinisikan sebagai pelecehan seksual yang terjadi di tempat-tempat umum. Mungkin masih banyak orang yang kurang peduli dan menganggap ini hal sepele atau sebatas candaan.

Tapi perlu diketahui bahwa tindakan catcalling adalah tindakan tidak mengenakkan bagi si korbannya. Menurut gerakan nonprofit Stop Street Harassment (SSH), catcalling merupakan “interaksi yang tidak diinginkan” dengan orang lain di tempat umum.

Viva.co.id menulis, “Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan para mahasiswa Universitas Bakrie, sebanyak 72,4 persen perempuan pernah mengalami catcalling dan 91 persen dari mereka merasa risih.”

Di beberapa negara, catcalling sudah termasuk perbuatan yang melanggar hukum. Para pelakunya dapat dijatuhi hukuman, mulai dari denda yang cukup tinggi hingga ancaman kurungan penjara.

Di Indonesia sendiri belum ada undang-undang terkait hal ini. Namun, kesadaran bahwa catcalling termasuk tindakan pelecehan seksual mulai sedikit berkembang, meskipun masih banyak masyarakat yang gagal melihat bahwa catcalling adalah kesalahan. Adanya stigma negatif yang tertanam tentang perempuan membuat hal semacam ini dianggap lumrah.

Berbagai cara mungkin telah dilakukan hampir semua perempuan di berbagai belahan bumi sebagai bentuk upaya mengatasi pelecehan seksual seperti catcalling ini. Bahkan, banyak informasi dan tips yang diberikan dalam internet hingga forum-forum diskusi.

Kita ambil contoh aksi seorang figur publik yang kerap gencar menyoroti isu-isu perempuan Hannah Al Rashid. Ia menghampiri dan menegur pelaku yang melakukan catcalling terhadap dirinya. Atau seperti Noa Jansma dari Amsterdam. Noa mengambil foto selfie bersama setiap lelaki yang melakukan catcall terhadapnya. Lalu, mem-posting foto-foto tersebut ke Instagram dengan judul #DearCatCallers.

Sebenarnya masih banyak cara lain yang bisa dilakukan, misalnya dengan memberikan tatapan tajam kepada si pelaku, melaporkan kepada petugas keamanan yang berada di sekitar, dan lain-lain. Namun, cara yang paling penting adalah tetap mengutamakan keselamatan dan keamanan serta berusaha mengajak orang-orang terdekat untuk berempati dan berhenti menormalisasi catcalling.

 

Editor: Ahmad Soleh

Share :

Posted in

Berita Terkait

Rekomendasi untuk Anda

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *