Akselerasi Transisi Energi: Pasang PLTS di Indonesia Masih Dipersulit

-
Senin, 27 Mar 2023 07:30 WIB
No Comments

Pasang PLTS di Indonesia Masih Dipersulit

MADRASAHDIGITAL.CO-  Oleh: Muhammad Iqbal (Alumni Fakultas Teknik UMY)

Akhir-akhir ini, Pemerintah Indonesia melalui PT. Pembangkit Listrik Negara (PT. PLN) terus mendorong kemajuan dan perkembangan energi alternatif baru dan terbarukan (EBT) di Indonesia. Energi alternatif tersebut menjadi viral dalam beberapa tahun terakhir. Tujuannya untuk mengurangi penggunaan energi fosil yang mengakibatkan perubahan iklim yang tidak menentu.

Energi fosil adalah energi yang mampu habis sewaktu-waktu jika dipakai secara terus menerus, dan menghasilkan polusi dalam proses pengolahannya. Oleh karena itu, Pemerintah sedang gencar terhadap pemakaian energi bersih guna menjawab permasalahan climate change yang telah terjadi dewasa ini. 

Potensi PLTS di Indonesia

Indonesia yang terletak di khatulistiwa, potensi energi surya di Indonesia dapat dibilang besar dan melimpah sepanjang tahun. Potensi teknis pembangkitan listrik energi surya (fotovoltaik) di Indonesia mencapai kurang lebih 600 GW (gigawatt). Beberapa lokasi di Indonesia mampu menghasilkan listrik fotovoltaik yang mencapai 1.680 kWh per tahun untuk setiap 1 kWp (kilowatt peak) panel surya terpasang. Walau demikian, pemanfaatan energi surya di Indonesia sendiri saat ini baru sekitar 150 MW (megawatt) atau sekitar 0,08% dari potensinya.

Perlu diketahui dan dipahami bersama bahwa kebijakan Pemerintah tentang Pembangkit Listrik Tenaga Surya Atap (PLTS Atap). Di dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (PERMEN ESDM No. 26 Tahun 2021) tentang Pembangkit Listrik Tenaga Surya Atap yang terhubung pada jaringan tenaga listrik pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (IUPTL) untuk kepentingan umum.

Terdapat pernyataan penting bahwa “Kapasitas Sistem PLTS Atap dibatasi paling tinggi 100% (seratus persen) dari daya tersambung pelanggan PT PLN (Persero)”. Dan satu lagi, “Energi listrik Pelanggan PLTS Atap yang diekspor, dihitung berdasarkan nilai kWh Ekspor yang tercatat pada meter kWh Ekspor-Impor dikali 100% (seratus persen)”.

Kebijakan PLTS

Dari pernyataan Permen diatas, dapat dijelaskan bahwa pengguna PLTS Atap dapat memasang hanya sebesar daya tersambung ke PLN. Contohnya jika rumah kita memasang daya ke PLN sebesar 2200 VA (volt ampere). Maka kita hanya diperbolehkan memasang PLTS Atap yang menghasilkan sekitar 2200 VA juga, yang nanti diukur dari kapasitas inverter. Untuk perhitungan ekspor hasil daya PLTS ke PLN, melalui Permen ini PLN telah menghargai sebesar 100 % menggunakan skema net-metering dengan tarif 1:1 (1 kWp dihargai sama dengan 1 kWh). 

Namun realita di lapangan, implementasi dari Permen ini tidak berjalan secara optimal. Baru-baru ini konsumen hingga pengusaha gelisah atas sikap PLN yang tidak mengindahkan sejumlah ketentuan yang tertuang dalam Permen ESDM No. 26 Tahun 2021 ini. Sampai saat ini PLN belum juga menerapkan kebijakan terkait kapasitas PLTS Atap yang akan dipasang oleh pengguna maksimum 100% dari daya terpasang. Sebagaimana yang diamanatkan dalam Permen ESDM tersebut.

Alih-alih demikian, PLN justru mengedarkan surat internal PLN yang meminta pejabat setara general manager (GM) guna mengizinkan pemasangan kapasitas PLTS Atap dibatasi antara 10%-15% (di seluruh Indonesia) dari daya terpasang. Kemudian PLN juga sampai saat ini belum mengimplementasikan kebijakan terkait ekspor listrik 100% sebagai pengurang tagihan. Terkait kebijakan ekspor hasil daya PLTS ke PLN, PLN malah mengacu pada Permen lama yaitu Permen ESDM No. 49 Tahun 2018 yang mana untuk perhitungan ekspor hasil daya PLTS ke PLN dihargai sebesar 65% dengan tarif 1:0,65 (1 kWp dihargai 0,65 kWh).

Padahal dengan adanya pelonggaran kebijakan ekspor listrik seratus persen menggunakan skema net-metering itu mampu membantu keekonomian inisiatif pemasangan PLTS Atap dari sektor rumah tangga hingga industri. Itu tadi adalah kendala dalam hal pemasangan PLTS Atap. Belum lagi permasalahan terkait pengajuan izin pemasangan PLTS Atap.

Masalah Pemasangan PLTS

Ketua Umum Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI), Fabby Tumiwa mencatat sepanjang 2021, anggotanya melaporkan kendala memperoleh perizinan pemasangan PLTS Atap. Terdapat 14 pengaduan pada periode November-Desember 2021 dan pengaduan terbesar berasal dari Jawa Barat. Terdapat tiga masalah utama yang menyebabkan izin untuk pemasangan PLTS Atap itu sulit.

Pertama, adanya proses administrasi yang kompleks seperti permintaan dokumentasi atau kajian tambahan saat pengajuan perizinan. Kedua, proses perizinan yang cukup lama, lebih dari 15 hari. Ketiga, permohonan izin melalui Online Single Submission milik Kementerian Investasi yang mengharuskan pemohon atau pengguna untuk memiliki Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) tertentu.

Kebijakan PLN yang cenderung bertolak belakang guna investasi dan pengembangan industri panel surya di Indonesia itu memiliki dampak negatif pada kelanjutan bisnis PLTS Atap domestik. Konsekuensi yang harus diterima adalah sebagian besar pabrik pembuat panel surya dalam negeri berhenti beroperasi beberapa tahun ini.

Di sisi lain, Kementerian ESDM sedang menyelesaikan revisi Permen ESDM No. 26 Tahun 2021. Harapannya adalah mampu menjadi solusi antara kepentingan PLN dengan industri dan masyarakat guna inisiatif memasang PLTS Atap dengan tidak diberlakukannya batasan kapasitas sepanjang masih tersedia kuota pengembangan.

Red. SH

Share :

Posted in

Berita Terkait

Rekomendasi untuk Anda

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *