- Opini
Senin, 07 Okt 2019 07:57 WIB
No Comments
Oleh: Alya Raisha, Ketua Bidang RPK IMM FKIP UHAMKA
Kerap kali kita temui di kios-kios perbelanjaan, pasar swalayan, dan supermarket, mayoritas pemiliknya adalah pihak asing. Hal tersebut sudah menjadi hal wajar di negeri tercinta ini. Realita ini mengundang pertanyaan, apakah kita bukan lagi “tuan rumah” di rumah kita sendiri?
Masyarakat kerap mengeluhkan ekonomi mikronya sering mandek, bahkan gulung tikar. Penyebabnya bisa ditinjau dari banyak aspek. Salah satunya, yaitu pemegang setir ekonomi yang merupakan pemodal/pihak asing. Artinya, ada peran control mechanism dari pihak asing. Termasuk pengelolaan sumber daya alam yang didominasi perusahaan atau investor asing. Tentu, kita tak dapat berpura-pura buta dan tuli jika bangsa kita menjadi budak di rumah sendiri.
Padahal, UUD 1945 Pasal 33 ayat 3 berbunyi “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai negara dan untuk dipergunakan sebesar besarnya kemakmuran rakyat.” Jelas bila bermuara dari landasan tersebut, apa pun material yang dikandung dalam tanah bumi Indonesia ialah seluruhnya milik rakyat dan bertujuan untuk memakmurkan rakyat.
Namun, realitasnya masyarakat kerap mengeluhkan minimnya lapangan kerja. Bumi Pertiwi telah masuk dalam perangkap kaum liberalis dan kapitalis, apa yang dikandung dalam bumi Indonesia bukan lagi untuk kepentingan rakyat. Bukan hal yang aneh bila kita memantau economics control mechanism negara Indonesia berasal dari bangsa Cina. Hal ini tidak lepas dari peran negara pemegang kontrol ekonomi tersebut. Cina telah banyak melakukan investasi di berbagai penjuru negara, salah satunya Indonesia.
Petinggi Ketenagakerjaan P2K Devi Asiati, dilansir Detik.com (8/5/2018), menerangkan, banyaknya tenaga kerja asing yang berasal dari Cina adalah dampak dari merebaknya perusahaan investasi yang dimiliki negara tersebut di Indonesia. Hal ini disebabkan Pemerintah Cina yang memiliki kebijakan bahwa investasi perusahaan di luar negeri harus dibarengi dengan ekspor tenaga kerja.
Faktor lainnya, hubungan kerjasama investasi Indonesia dengan Cina semakin erat dengan adanya Joint Statement on Strenghtening Comprehensive Strategic Partnership pada 2015. Implementasi kerja sama itu terlihat dari kemitraan pembangunan infrastruktur di Indonesia. Selanjutnya, adanya kebijakan pemerintah tentang bebas visa. Tujuan pemerintah adalah meningkatkan kunjungan wisatawan.
Kebijakan itu tertuang dalam Perpres No 69 Tahun 2015 tentang Bebas Visa Kunjungan bagi 45 negara, yang kemudian ditambah menjadi 169 negara melalui Perpres No 21 Tahun 2016. Devi menambahkan, “Implikasi kebijakan itu memunculkan isu atas membanjirnya TKA termasuk dari Cina. Tujuannya memang untuk meningkatkan turis yang masuk, tapi ternyata banyak pekerja yang masuk ke Indonesia dengan visa turis.”
Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia Iqbal menilai, produktivitas pekerja Indonesia masih berada di bawah negara tetangga di ASEAN, yakni Thailand, Singapura, dan Malaysia (Bisnis.com, 26/7/2018). Maka, meningkatkan produktivitas kerja pekerja Indonesia menjadi penting agar kita mampu bersaing dengan negara-negara ASEAN, bahkan internasional.
Apabila kita berbicara mengenai produktivitas suatu jasa, kita akan berpikir tentang kualitas jasa tersebut. Hal itu pula menjadi tolok ukur kompetensi tenaga kerja dalam segala bentuk instansi yang ada di dalam maupun luar negri. Dikutip dari Kompas.com (29/7/2018), salah satu penyebab ketidakmampuan pekerja Indonesia untuk bersaing dalam dunia ketenagakerjaan ialah salah satunya minimnya ketrampilan dalam menguasai bahasa asing. Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Imelda Freddy berpendapat, salah satu penyebab rendahnya produktivitas tenaga kerja Indonesia karena penguasaan bahasa asing yang terbatas.
Imelda Freddy juga mengatakan, sudah banyak alat/mesin pabrik yang beroperasi menggunakan bahasa asing. Ketidakmampuan dalam menguasai bahasa asing ini pula dijadikan penghambat untuk mewujudkan kinerja yang efisien. Para pemilik perusahaan lagi-lagi atas paksaan keadaan dan tuntutan pekerjaan mendatangkan tenaga kerja asing yang sudah berkompeten dan ahli dalam menguasai bahasa asing tersebut agar dapat mengoperasikan alat mesin tersebut. Hal ini adalah ancaman atas tenaga kerja Indonesia yang defisit menguasai bahsa asing. Pemilik perusahaan tak ingin menyerahkan pekerjaan kepada pekerja yang tidak berkompeten dalam bidangnya.
Karena itu, tindak lanjut untuk mengatasi defisit penguasaan bahasa asing ini adalah memberdayakan tenaga kerja Indonesia dengan memberikan pengajaran, pembelajaran, serta pemahaman atas urgensi penggunaan bahasa asing dalam ranah pekerjaan. Namun, hal ini pula menjadi ancaman tersendiri bagi tenaga kerja Indonesia karena menunjang kompetensi penguasaan bahasa asing diadakan pelatihan secara berkala membutuhkan waktu yang cukup lama.
Imelda pun berpendapat agar adanya konsolidasi dan kolaborasi antara tenaga kerja asing dan tenaga kerja Indonesia agar penyaluran ilmu dapat berlangsung secara tepat tanggap dan efisien. pemilik perusahaan pun diharapkan mampu konsisten untuk tetap memberikan pelatihan berkala pada para pekerja agar dapat mewujudkan pekerja-pekerja yang berkompeten dan memiliki daya saing tinggi.
Menjadi ancaman bagi bangsa Indonesia ketika pemangku kuasa bangsa ini tidak lagi mementingkan kepentingan rakyat. Seperti dipaparkan Wakil Ketua Komisi DPR V dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Sigit Sosiantomo menyesali keputusan pemerintah yang memudahkan penggunaan tenaga kerja asing di Indonesia dengan mengeluarkan Perpres Tahun 2018 tentang tenaga kerja asing. Sebab, menurut Sigit, peraturan presiden tersebut tidak sinkron dengan sejumlah peraturan lainnya. Peraturan presiden itu berpotensi melanggar Undang-Undang No 2 Tahun 2017 tentang Jasa Kontruksi, Undang-Undang No 6 Tahun 2017 tentang Arsitek , dan Undang-Undang No 11 Tahun 2007 tentang Keinsinyuran.
“Soal serbuan tenaga kerja asing ini sebenarnya sudah diantisipasi DPR dalam berbagai aturan perundang-undangan. Di UU Jaskon misalnya, jelas di UU itu ada pembatasan untuk TKA yang bisa bekerja di Indonesia. Tujuannya untuk melindungi tenaga kerja kita. Dalam UU Arsitek, arsitek asing harus bekerja sama dengan arsitek Indonesia dan sebagai penanggung jawabnya yaitu arsitek Indonesia,” kata Sigit. (Kompas.com 10/4/2018).
Sigit pun mengatakan, ketiga UU di atas sudah menjadi upaya pemerintah untuk menanggulangi berkembangnya tenaga kerja asing di Indonesia pun memprioritaskan rakyat Indonesia dalam mendapat peluang untuk mendapatkan pekerjaan. Sementara, berdasarkan Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) yang dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS) pada Agustus 2017 menunjukkan angka pengangguran di Indonesia mencapai 7,04 juta atau ada penambahan jumlah pengangguran sebanyak 10 ribu orang dalam setahun terakhir. Menurut Sigit, hasil survei BPS dan riset CORE sudah cukup membuktikan bahwa Indonesia masih butuh banyak lapangan kerja untuk rakyat.
Dengan mengukur tingkat produktivitas tenaga kerja sebuah negara sudah menggambarkan atas kualitas SDM dari negara tersebut untuk menunjang proses pengembangan dan mewujudkan cita-cita pembangunan, serta dapat mengetahui sejauh mana kontribusi tenaga kerja terhadap pertumbuhan ekonomi. Pembangunan BLK (Balai Lapangan Kerja) untuk tenaga kerja Indonesia merupakan upaya yang dilakukan pemerintah untuk meminimalisasi pengangguran dan meningkatkan kualitas produktivitas tenaga kerja Indonesia.
Terobosan salah satu upaya pemerintahan masa Jokowi adalah membuat BLK Komunitas di pesantren. Tahun ini, pemerintah menargetkan membangun 1.000 BLK Pesantren, dan tahun depan ditingkatkan lagi menjadi 3.000. (CNBC 1/5/2019). Dengan dibentuknya Balai Lapangan Kerja, pemerintah juga seharusnya memantau dan memperhatikan sejauh mana upaya tersebut berfungsi untuk mewujudkan cita-cita dan kepentingan rakyat, yakni meminimalisasi pengangguran dan menumbuhkan minat dan bakat masyarakat untuk mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan passion yang dimiliki.
Kompas.com (19/4/2018) melansir artikel berjudul “6 Cara Meningkatkan Produktivitas Perusahaan Ala Bos Tesla Elon Musk” yang bisa menjadi referensi kita untuk meningkatkan produktivitas kerja. Menjadi CEO/pemimpin perusahaan bukanlah hal yang mudah. Banyak pengorbanan, fokus yang kuat, dan kemampuan integritas tinggi. Elon Musk dalam kisahnya, bahkan pernah menginap dalam pabrik Tesla, mobil listriknya demi memastikan peningkatan produksi mobil listrik Model-3.
Berikut beberapa cara Musk meningkatkan produktivitas pekerjaannya: (1) Hindari rapat-rapat besar. “Keluarlah dari semua rapat-rapat besar, kecuali jika rapat tersebut memberikan dampak positif. Jika memang harus rapat, selesaikan sesingkat-singkatnya,” kata Musk. (2) Tinggalkan pertemuan rutin. Musk tidak mengadakan pertemuan rutin, kecuali ada hal-hal yang harus diselesaikan secara demokratis. (3) Tinggalkan rapat/pertemuan jika tidak ada kontribusi. Bos Tesla ini menyarankan kepada karyawannya agar menghubunginya apabila tidak hadir dalam rapat. Meninggalkan rapat bukanlah hal yang tidak sopan. Perbuatan tidak sopan adalah ketika kamu hadir dan membuang waktu orang lain. “Segera tinggalkan pesan atau beri kabar melalui telepon jika kamu menyadari kehadiranmu tidak memberikan kontribusi,” ujar Elon Musk.
Kemudian, (4) Jangan gunakan jargon dalam berkomunikasi. Musk juga mengindahkan adanya jargon dalam pabrik Tesla. “Kita tidak ingin orang-orang mengingat kosakata tertentu hanya untuk berkomunikasi di Tesla,” ujranya. (5) Berkomunikasi secara langsung. Musk menyebut, komunikasi seharusnya dilakukan secara singkat dan dengan akses yang mudah untuk mempercepat proses pengerjaan, bukan melalui rantai perintah yang hierarkis. “Manajer manapun yang memberlakukan rantai perintah dalam komunikasi akan segera bekerja di tempat lain,” sebutnya. (6) Ikuti logika, bukan aturan. Musk meminta pegawainnya untuk selalu menggunakan logika mereka dalam bekerja. “Sebagai gambaran, selalu gunakan akal sehat untuk menuntunmu dalam bekerja. Jika mengikuti peraturan perusahaan adalah ide buruk dalam situasi-situasi tertentu, maka peraturan tersebut harus diganti,” kata Musk.
Posted in Opini