- Materi Pelajaran
Minggu, 25 Jul 2021 05:16 WIB
No Comments
MADRASAHDIGITAL.CO – Oleh: Hendra Fokker
Ekspedisi VOC
Belanda pertama kali datang ke Kalimantan Selatan pada tahun 1606. Mereka menghuni daerah Pulau Tatas sejak tahun 1747 yang berhadapan langsung dengan area Kesultanan Banjar. Lokasi mereka hanya dipisahkan oleh Sungai Martapura yang menjadi sentra perdagangan ketika itu.
Semacam game Age of Empire, dua kekuatan militer tersebut saling berhadapan. Kondisi yang mudah menyulut pertikaian untuk saling menguasai. Walau tujuan utama Belanda tidak hanya soal monopoli perdagangan. Eksploitasi alam Kalimantan tengah dalam intaiannya, usai eksplorasi VOC ke daerah Pengaron.
Pengaron memiliki sumber daya alam berupa batu bara. Berada di area kaki Pegunungan Meratus, dan terletak di pedalaman hutan yang padat vegetasi. Upaya membuka akses ke Pengaron tentu akan menimbulkan permasalahan lingkungan. Hal inilah yang kelak menjadi dasar terjadinya Perang Banjar.
Yup, siapa nih yang baru tahu, kalau latar belakang terjadinya Perang Banjar adalah karena persoalan kerusakan lingkungan yang dilakukan oleh VOC? Ribuan hektar hutan dibabat habis untuk membuka akses jalan dan pos-pos jaga Belanda. Pos-pos jaga ini terkadang diselingi oleh benteng pertahanan yang kuat.
Biografi Pangeran Antasari
Pangeran Antasari lahir di Kayu Tangi pada tahun 1797, Kesultanan Banjar. Ia adalah cucu dari Pangeran Amir, salah seorang keluarga istana Kesultanan Banjar. Mempunyai nama muda Gusti Inu Kertapati dan memiliki ibu bernama Gusti Hadijah binti Sultan Sulaiman.
Pangeran Antasari naik tahkta Kesultanan Banjar karena Belanda gagal mengadu-domba dalam politik pergantian kekuasaan kesultanan. Dukungan terhadapnya tidak hanya datang dari lingkungan Islam Kesultanan Banjar, melainkan suku-suku Dayak yang ada di seluruh wilayah Kalimantan.
Keren kan? Pada masa itu, kerukunan antar umat Islam dengan penganut kepercayaan Kaharingan terjalin baik dan saling menghargai. Hal ini tidak lain karena Pangeran Antasari memiliki watak toleran terhadap kepercayaan lokal di Kalimantan.
Kelak, cucunya yang bernama Gusti Zaleha bersama Bulan Jihad meneruskan perjuangannya dengan siasat yang fenomenal. Yup, siapa yang nggak kenal dengan Bulan Jihad? Dia adalah Sang Panglima Burung penguasa suku-suku Dayak di Kalimantan. Penjajah Belanda hingga Jepang sampai malas berurusan dengannya.
Kembali ke Pangeran Antasari. Pada masa kepemimpinannya, konflik terhadap Belanda semakin memanas. Eksploitasi alam telah merusak tanah-tanah adat suku Dayak di pedalaman. Ia membela adat suku Dayak, maka wajar apabila Kesultanan Banjar dan suku Dayak saling bahu-membahu melawan Belanda.
Perang Banjar
Pangeran Antasari bersama 300 pasukannya beserta suku-suku Dayak akhirnya menyerang tambang batubara Belanda di Pengaron pada 25 April 1859. Sesuai dengan catatan sejarah Belanda, aksi penyerangan terhadap tambang tersebut dianggap sebagai awal mula meletusnya Perang Banjar.
Selanjutnya pertempuran pecah di setiap pos dan benteng yang didirikan Belanda seperti di Martapura, Hulu Sungai, Tanah Laut, Riam Kanan, hingga Tabalong. Disepanjang sungai Barito hingga ke Puruk Cahu perlawanan terus berkobar dengan jumlah pasukan yang semakin banyak dikedua belah pihak.
Kedatangan bala bantuan Belanda dari Batavia pada akhirnya membuat Pangeran Antasari memindahkan pusat kejuatannya di Muara Teweh. Level tempur Belanda naik bro. Disertai persenjataan yang modern dan berat. Sedangkan di kubu Pangeran Antasari, masih dalam level tradisional model tempurnya.
Letkol Gustave Verspijck, berulang kali menawarkan perjanjian damai dan gencatan senjata pada Juli 1861. Tapi, bagi Pangeran Antasari, hal itu semacam janji palsu, yang keluar dari mulut buaya darat. Hati-hati dengan janji palsu ya gess, bisa menimbulkan perang nanti kalau nggak ditepati.
Ia terus berjuang menentang Belanda walau dalam kondisi terdesak. Sesuai dengan motto hidupnya “Hidup untuk Allah, dan mati untuk Allah”. Luar biasa bukan?
Akhir Perjuangan Pangeran Antasari
Ada awal tentu ada akhir. Usai badai tentu akan datang cahaya Illahi. Seperti itulah kiasan yang menggambarkan akhir perjuangan Pangeran Antasari. Pada 11 Oktober 1862, ia wafat dalam kondisi tengah berjuang dalam medan pertempuran. Ia meninggal akibat sakit yang dideritanya sejak awal pertempuran.
Tanpa kenal menyerah, atau termakan tipu daya Belanda, ia tetap berjuang sampai ajal menjemput raganya. Pangeran Antasari meninggal pada usia 53 tahun di Kampung Bayan, Samparingan. Perjuangannya kelak dilanjutkan oleh Muhammad Seman, ayah dari Gusti Zaleha.
Luar biasa memang, keluarga pejuang dari Banjar ini. Tekad menjaga alam dari kerusakan mereka perjuangkan terus secara turun menurun, walaupun nyawa taruhannya. Perang Banjar sendiri berakhir pada tahun 1905, tatkala Gusti Zaleha turun gunung untuk menyerah kepada Belanda demi keselamatan rakyatnya.
Semoga apa yang telah diperjuangkan Pangeran Antasari dapat menginspirasi kita semua. Khususnya generasi muda yang saat ini telah menikmati kemerdekaan hasil pengorbanan para pahlawan bangsa dahulu kala. Semoga bermanfaat.
Posted in Materi Pelajaran