- Materi Pelajaran
Senin, 19 Jul 2021 00:41 WIB
No Comments
MADRASAHDIGITAL.CO, Oleh: Hendra Fokker
Tau gak sih, kalau dunia ini memiliki dua bagian masa kehidupan sejarah. Fase pertama adalah masa Pra Sejarah dan fase kedua adalah masa Sejarah. Dua masa inilah yang menjadi pembeda dalam kita melihat sejarah dunia.
Banyak yang bilang, jangan belajar sejarah, karena belajar masa lalu itu suram. Tapi tunggu dulu gess, belajar masa lalu justru membuat kita bisa memprediksi masa depan.
Misalnya begini, dimasa lalu kita pernah terperosok di sebuah lubang, nah, karena kita sudah belajar dari sejarah, maka kita bisa menghindarinya agar tidak terperosok di lubang yang sama.
Kembali ke topik. Masa Pra Sejarah, secara mudah dapat diartikan sebagai masa dimana manusia belum mengenal adanya tulisan. Sedangkan masa Sejarah, secara mudah dapat diidentifikasi melalui masa dimana manusia sudah mengenal tulisan.
Lebih spesifiknya seperti ini, Pra itu artinya sebelum, belum kenal, belum mengerti, atau belum mengetahui. Jadi peninggalan berupa kebudayaan manusia belum ada, yang ada hanya sebatas peninggalan berupa alat-alat keseharian semata. Contohnya, ulekan, tombak, mata panah, dan lain-lain.
Sedangkan kalau masa Sejarah, ya so pasti banyak peninggalannya. Seperti, candi, prasasti, arca, ataupun hasil karya manusia lainnya. Jadi, bentuknya lebih nyata, nggak halu, seperti ketika kita lagi mengharapkan cinta dari si dia.
Dalam berbagai sumber, masa Pra Sejarah ini juga dikenal dengan nama masa Pra Aksara. Sedangkan masa Sejarah juga dikenal dengan nama masa Aksara. Mudah kan membedakannya?
Sistem Religi Masa Pra Sejarah
Pernah tidak kalian jalan-jalan ke Candi Borobudur atau Candi Prambanan? Apabila kalian perhatikan, banyak relief yang menceritakan tentang suatu peristiwa di masyarakat kala itu. Dalam aspek religi, Candi Borobudur adalah tempat peribadatan umat Budha, sedangkan Prambanan untuk umat Hindu.
Nah, pada masa Pra Sejarah, bagaimana lantas manusia melakukan sistem religinya? Tentu, karena mereka belum mengenal tulisan, maka apapun yang ada dihadapannya telah dianggap sebagai wujud dari religi tersebut.
Misalnya, ketika manusia Pra Sejarah melihat sumber air, biasanya mereka langsung menyembah sumber air tersebut. Dengan alasan bahwa sumber air telah memberikan kehidupan untuk mereka. Ada juga yang menyembah pohon lho. Pohon juga dianggap telah memberikan tempat berteduh dan memberi kehidupan.
Selain dari menyembah wujud, masyarakat Pra Sejarah juga menyembah roh halus. Nah, pemahaman ini biasanya mereka dapatkan melalui mimpi-mimpi yang menghadirkan orang-orang yang telah meninggal. Maka, muncul juga deh, kepercayaan terhadap roh nenek moyang.
Berbeda dengan sistem kepercayaan yang berkembang di wilayah Indonesia bagian timur. Disini mereka juga menyembah patung, sebagai simbol penghormatan terhadap nenek moyang.
Animisme, Dinamisme, dan Totemisme
Sistem kepercayaan seperti yang sudah dijelaskan diatas dikenal dengan Animisme, Dinamisme dan Totemisme. Lantas, apa sih maksud dan cirinya?
Animisme itu adalah kepercayaan terhadap makhluk halus ya gess. Seperti kita percaya sama adanya kunti, genderuwo, tuyul dan mbak yul, dan lain-lain. Manusia pada masa Pra Sejarah bukan malah takut apabila bertemu dengan mereka, tapi disembah lho. Bahkan sering pula dikasih makanan layaknya manusia.
Sedangkan Dinamisme sendiri adalah bentuk pemujaan terhadap roh nenek moyang, yang katanya bisa mendiami suatu wujud tertentu. Misalnya, kita menemukan batu merah delima di sebuah sungai, usut punya usut, batu tersebut ternyata dianggap telah didiami oleh si penunggu sungai. Nah, karena hal itulah, tiba-tiba kita menyembah batu tersebut.
Lain hal dengan Totemisme. Kepercayaan ini berkembang ketika para manusia Pra Sejarah di Indonesia Timur membuat patung-patung dari sanak saudaranya yang telah meninggal. Maka hadirnya patung-patung tersebut dianggap sebagai wujud rasa sayang kepada keluarga.
Nah, itulah abstraksi ringkas dari sistem kepercayaan yang berkembang pada masa Pra Sejarah. Patut diingat ya, sistem kepercayaan ini kelak mulai pudar ketika agama Hindu dan Budha masuk dan berkembang di Indonesia.
Ragam Peninggalan Manusia Masa Pra Sejarah
Seperti sudah dijelaskan secara singkat diatas. Peninggalan pada masa Pra Sejarah identik dengan benda keseharian yang dipakai oleh manusia pada umumnya. Ada Kapak Genggam, Alat Serpih, Beliung, Kapak Lonjong, Mata Panah, dan lain-lain.
Kapak Genggam ini wujudnya berupa batu yang ujungnya diasah hingga tajam dan dipakai dengan cara digenggam menggunaka tangan. Nah, Kapak Genggam ini banyak diketemukan di Lahat Sumatera Selatan, Kalianda Lampung, Kalimantan Selatan, Sulawesi, hingga Bali di desa adat Trunyan.
Alat Serpih ini wujudnya berupa batu-batuan tajam sisa pembuatan dari Kapak Genggam. Biasa dipergunakan untuk pisau dapur purba. Alat Serpih ini banyak diketemukan di Sangiran, Ngandong dan sekitar lembah sungai Bengawan Solo.
Beliung ini layaknya cangkul saat ini, tetapi dengan model purba. Karena dibuat dengan alat sederhana yang memanfaatkan alam sekitarnya sebagai media pembuatannya. Beliung secara umum dapat diketemukan hampir disetiap daerah Indonesia. Seperti, Sumatera, Jawa, Bali, Lombok, dan Sulawesi.
Kapak Lonjong ini berbeda dengan Kapak Genggam ya gess. Penggunaannya bisa tetap melalui tangan tetapi lebih umum biasanya diikatkan denga kayu sebagai media untuk mengayun. Nah, Kapak Lonjong ini dapat diketemukan di Sulawesi, Nusa Tenggara Timur, Maluku hingga Papua.
Mata Panah, merupakan suatu perkakas umum yang sering diketemukan bersama dengan fosil-fosil manusia purba yang hidup nomaden di goa-goa Indonesia. Rata-rata dipergunakan untuk memburu, dan dapat diketemukan di Goa Lawa, Goa Gede, Goa Tamatoa, Goa Saripa dan lain-lain.
Semoga bermanfaat.
Posted in Materi Pelajaran