Tik-Tok Jadi Salah Satu Kendala dalam Pembelajaran Online

-
Selasa, 05 Jan 2021 14:34 WIB
No Comments

TikTok, Forbes

MADRASAHDIGITAL.CO – Oleh: Alvia, Mahasiswa Ilmu Komunikasi FISIP Uhamka

Penyebaran virus Corona atau Covid-19 di Indonesia memberikan dampak besar terhadap pendidikan, baik di perguruan tinggi maupun sekolah. Hampir satu tahun kita bersama Covid-19. Diberlakukannya protokol kesehatan di berbagai negara yang berimbas pada pengurangan aktivitas kontak fisik secara langsung, menyebabkan berbagai Institusi yang ada harus menyesuaikan diri dengan keadaan tersebut. Institusi pendidikan adalah salah satu yang harus melakukan penyesuaian dengan mengalihkan kegiatan belajar dan mengajar ke sistem online.

Pembelajaran online memang bukanlah hal baru dalam dunia pendidikan kita. Pembelajarn online telah ada dengan beriringnya perkembangan dunia teknologi. Dunia boleh saja berbicara bahwa kita harus beradaptasi dengan teknologi dan mengikuti perkembangan zaman. Namun, fakta di lapangan berbicara lain. Penggunaan media digital atau daring pada sistem pendidikan masih sangat minim di Indonesia.

Kendala utama yang terjadi yaitu keterbatasan internet. Banyak siswa dan mahasiswa yang mengeluh karena keterbatan jaringan dalam proses pembelajaran online. Saya ambil contoh salah satu teman kelas yang saat ini tinggal di Papua. Ia jarang sekali mengikuti online learning khususnya lewat Zoom karena di sana susah mendapatkan sinyal.

Hal tersebut membuat teman saya yang ingin belajar dan aktif terkendala oleh jaringan internet sehingga ia ketinggalan pembelajaran. Kemudian, tidak semua pelajar mendapatkan kouta gratis dari pemerintah. Hal ini membuat efektivitas dan mutu perkuliahan atau pembelajaran menjadi rendah dan sukar untuk dipahami dengan cepat.

Kendala kedua permasalahan yang terjadi yaitu fasilitas atau media pembelajaran. Laptop atau handphone menjadi alat pembelajaran. Namun, tidak semua pelajar dari keluarga kalangan menengah ke atas. Tidak semua pelajar memiliki ponsel atau laptop. Tidak semua pelajar mempunyai laptop atau ponsel yang stabil.

Padahal, semua dilakukan melalui media online, seperti pengiriman tugas, absensi kehadiran, kuis, kelas. Jika laptop atau ponsel error di saat ada kelas, tentu proses pembelajaran juga terganggu, belum lagi dikejar deadline. Kalau pengiriman tugas melewati deadline, nilai kita dikurangi. Meski infrastruktur di Indonesia cukup memadai, tetapi kalau teknologi tidak dimiliki setiap siswa dan pengajar, maka pemerataan pendidikan pun juga sulit dirasakan dalam pembelajaran online.

Kendala ketiga yang terjadi, yaitu Tik-Tok. Ya, siapa sih yang tidak tahu aplikasi video yang satu ini. Ternyata Tik-Tok menjadi salah satu kendala dalam e-learning. Banyak orang yang asyik membuat Tik-Tok dengan khasnya joget-joget sehingga ia sulit membagi waktu antara jam belajar dan istirahat di masa pandemi ini. Saat proses belajar berlangsung, mereka asyik membuat atau menonton konten Tik-Tok. Bukan mendengarkan materi. Sehingga, materi yang sedang diterangkan tidak bisa dicerna dengan baik.

Kendala keempat permasalahan yang terjadi yaitu putusnya sekolah meningkat. Pandemi Covid-19 mengubah sektor ekonomi dan pendidikan. Banyak pekerja yang di-PHK akibat Covid-19, sehingga orang tua yang kehilangan pekerjaannya tidak dapat membiayai sekolah anaknya. Akhirnya, banyak di luar sana terpaksa putus sekolah untuk mengurangi beban orang tua atau mencari pekerjaan untuk membantu orang tuanya. Risiko lebih besar lagi pada anak-anak dari keluarga miskin di daerah tertinggal, terluar, dan terdepan.

Permasalahan-permasalahan tersebut semakin memperlihatkan kalau Indonesia sedang mengalami darurat pendidikan. Kegagapan pembelajaran online memang nampak terlihat di hadapan kita, tidak satu atau dua sekolah atau universitas saja melainkan menyeluruh dibeberapa daerah di Indonesia.

Saran saya, proses pembelajaran online perlu ditingkatkan dan diperbaiki lagi. Pertama, jaringan internet yang stabil. Kemudian bagi orang yang mampu untuk menggalang dana untuk memberikan ponsel atau laptop kepada orang yang tidak mampu, perlunya ditingkatkan aplikasi dengan platform yang user friendly.

Kemendikbud dapat meminta pemerintah daerah kota/kabupaten dan provinsi untuk memasang Wi-Fi seperti di masjid/tempat khusus belajar, agar bisa digunakan anak-anak saat belajar online bagi pelajar yang tidak mampu. Biaya untuk pamasangan dan pembayaran Wi-Fi bisa dilakukan secara gotong-royong oleh masyarakat sekitar dan sosialisasi daring yang bersifat efisien, efektif, continue, dan integratif kepada seluruh stakeholder pendidikan.

Share :

Posted in

Berita Terkait

Rekomendasi untuk Anda

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *