MADRASAHDIGITAL.CO, Oleh: Hendra Fokker
Pada tulisan kali ini, kita akan membahas seputar Masa Logam dan Manusia Purba Floresiensis. Pembahasan ini terdapat dalam mata pelajaran sejarah Materi Kelas X Sejarah Indonesia. Selamat menyimak.
Pembabakan masa logam ini terbagi dalam dua fase, yakni fase perunggu dan besi. Perkembangan manusia purba pada fase ini telah mengenal benda-benda padat yang dapat dijadikan untuk membantu kebutuhan hidup sehari-hari.
Dalam fase ini, manusia purba sudah memutuskan untuk hidup menetap. Tidak lagi berlaku nomaden. Mereka lebih suka bercocok tanam dan meramu makanan yang dihasilkan dari hewan ternak. Jadi, ragam alat-alat bercocok tanam mulai banyak dibuat pada masa ini ya gess.
Hubungan sosial antar kelompok manusia purba juga mulai berkembang melalui berbagai mekanisme sosial. Seperti barter hingga mengembangkan pola komunikasi sederhana. Walaupun belum mengenal tulisan, manusia purba saat ini lebih suka bermain antar kelompok untuk bersosialisasi.
Maka wajar pada situs manusia purba di Sangiran dan Trinil banyak diketemukan berbagai macam genus manusia purba. Mereka sudah hidup berdampingan antar kelompok yang berbeda. Perkembangan pengetahuan mengenai perkakas sederhana mulai berkembang ketahap lebih lanjut, yakni logam.
Masa Logam Era Perunggu
Penemuan situs kepurbakalaan di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari kontribusi dari peneliti Belanda. Dubois, Koeningswald, Ter Haar, dan Oppennoorth adalah di antara sekian banyak ilmuwan yang melakukan eksplorasi awal di Indonesia.
Jenis manusia purba yang sudah mulai menerapkan sistem logam adalah Homo Sapiens. Para manusia awal memperkenalkan pemakaian logam melalui pergerakan kebudayaan dari Dongson. Mereka bergerak dari Vietnam dan menyebarkan kebudayaannya di Indonesia.
Pada sebuah komunitas purba mereka nulai mempelajari pengolahan membuat bahan-bahan perunggu sekitar 2800 sebelum Masehi. Penemuan bijih besi di beberapa kawasan membuat mereka bereksplorasi untuk membuat suatu karya kebudayaan purba.
Contoh peninggalan kebudayaan perunggu ini adalah Nekara, Moko, Kapak Corong, Arca/Patung Perunggu, aneka hiasan dari perunggu, hingga senjata dari perunggu. Keunikannya kemudian terciptanya sebuah komunitas pengerajin perunggu dalam kelompok-kelompok manusia purba di Indonesia.
Peninggalan tersebut banyak ditemukan di Jawa, Sulawesi, Nusa Tenggara dan Sumatera. Memiliki ciri sosial seperti, kehidupan pertanian yang maju. Mengenal strata sosial dalam suatu kelompok masyarakat. Hingga ritual kepercayaan animisme dan dinamisme lebih diwujudkan dalam bentuk kebudayaan.
Mereka telah membuat patung-patung perunggu sesuai dengan kepercayaan yang mereka anut. Patung tersebut kemudian dikenal sebagai arca purba prasejarah. Ya, karena pada masa ini mereka belum mengenal tulisan ya gess.
Masa Logam Era Besi
Senada dengan masa perunggu, pada masa ini penggunaan bijih besi sudah mulai umum diwujudkan. Peninggalan berupa mata pisau, mata panah, tombak, dan lain sebagainya, tidak lagi berupa bebatuan tajam atau dari tulang hewan.
Skema perburuan dan bertahan hidup telah berkembang dan terstruktur dalam status sosial di masyarakat purba. Mereka telah memiliki para pasukan penjaga seperti tentara yang juga melakukan kegiatan eksplorasi wilayah dan berburu.
Jadi dapat kita ketemukan tiga strata sosial pada era logam ini, pertama adalah para pengerajin logam, kedua adalah para pemuka keagamaan, dan ketiga adalah para pemburu yang bertugas sebagai penjaga keamanan kelompoknya masing-masing.
Pengerajin logam juga mengembangkan peralatan pertahanan diri, seperti pedang. Selain pembuatan cangkul dan sabit dari besi untuk proses pertanian. Pola mukim mereka juga berkembang untuk mendapatkan sumber pangan berlimpah, khususnya dalam aspek pertanian.
Alat-alat pertanian dari besi pada masa logam banyak diketemukan di Gunung Kidul, Bogor, Besuki hingga Punung. Konsep masyarakat agraris purba mulai dibentuk dan semakin berkembang sesuai kebutuhan zamannya.
Antara zaman Neolitikhum dan Logam kita kenal masa Megalitikhum. Era batu besar Megalitikhum sendiri memasuki masa puncaknya ketika logam telah berhasil dipergunakan. Jadi, mereka makin bisa mengeksplorasi penggunaan batu besar untuk urusan kepercayaannya dan kebutuhan pangan.
Tapi sayangnya, peninggalan logam berupa besi sangat jarang diketemukan secara utuh. Hal ini akibat dari sifat besi itu sendiri yang memiliki karat. Iklim yang lembab juga membuat peninggalan besi semakin mudah terurai oleh alam.
Manusia Purba Floresiensis
Homo Floresiensis sesuai dengan namanya, diketemukan di Flores, Nusa Tenggara Timur. Mereka memiliki ciri yang tidak biasanya daripada manusia purba pada umumnya. Khususnya dalam ukuran tubuh. Floresiesnsis hanya memiliki tinggi tubuh sekitar 100 cm dan memiliki otak kecil sekitar 380 cc.
Manusia purba ini diketemukan oleh Peter Brown dan Mike J. Morwood bersama dengan tim peneliti dari Tim Arkeologi Indonesia pada September 2003. Lokasi penemuannya adalah di Liang Bua, sebuah goa di daerah Flores. Mereka diidentifikasi sebagai Hobbit atau dapat dikenal sebagai manusia kerdil.
Jauh sebelum tahun 2003, pada 1950 seorang peneliti bernama Verhoeven telah menemukan beberapa fragmen manusia Liang Bua, tetapi belum dapat dikatakan lengkap. Baru, pada tahun 2004, Homo Floresiensis dipublikasikan ke masyarakat luas.
Para penemu fosil Homo Floresiensis memberikan hipotesisnya mengenai keterkaitan dengan Homo Erectus. Bukti-bukti mengenai keberadaan penemuan alat-alat purba yang identik dengan perkakas Homo Erectus.
Jadi, kesimpulannya apa? Ya, akibat dari proses seleksi alam, penyusutan tubuh mereka untuk berevolusi menjadi manusia hobbit dapat dibenarkan. Dukungan teori ini dapat dibuktikan dengan penemuan fosil gajah purba (stegodon) di Flores.
Manusia menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya. Proses penyusutan tubuh yang terjadi dianggap sebagai proses alamiah, guna mempertahankan kehidupan dan menyesuaikan diri terhadap lingkungannya.
Akan tetapi, teori tersebut dibantah oleh Teuku Jacob, yang berpendapat bahwa Homo Floresiensis adalah genus manusia purba yang berdiri sendiri. Ia adalah leluhur orang Flores yang mengidap penyakit langka, penyusutan tubuh.
Teuku Jacob juga membuktikan bahwa di Flores saat ini masih ada “fosil hidup” Floresiensis. Mereka adalah penghuni sekitar Liang Bua yang masih dapat ditemukan hingga saat ini. Mengikuti arus perkembangan zaman, dan memiliki ruang lingkup sosialnya masing-masing.
Ragam perbedaan pendapat mengenai Homo Floresiensis hingga saat ini belum menemukan kata sepakat dikalangan ilmuwan. Setidaknya, pemahaman mengenai Floresiensis dapat menambah wawasan kita mengenai khasanah sejarah Indonesia.
Sampai di sini, bagaimana? Apa kamu sudah mendapat pelajaran baru? Jangan lupa bagikan kepada yang lain agar mereka juga tambah pengetahuannya. Semoga bermanfaat.