MADRASAHDIGITAL.CO – Muktamar Muhammadiyah ke 47 di Makassar, awal Agustus 2015 telah merumuskan pokok-pokok pikiran tentang kiprah kebangsaannya berupa konsep Negara Pancasila sebagai Darul Ahdi Wa Syahadah. Begitu pentingnya tema ini sehingga diangkat dalam sidang komisi khusus, yaitu Komisi II tentang Negara Pancasila sebagai Darul Ahdi Wa Syahadah.
Berbagai penelitian yang mengangkat tema Pancasila, Islam, relasi masyarakat Islam dan negara, Pancasila dan Islam, maupun Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi, telah banyak dilakukan. Namun demikian, penelitian yang mengangkat konsep Negara Pancasila sebagai Darul Ahdi Wa Syahadah belumlah banyak dilakukan.
Darul Ahdi Wa Syahadah adalah istilah dalam bahasa Arab yang memiliki makna penting dalam konteks hukum Islam. Kata “Darul” berarti tempat atau rumah, “Ahdi” berarti perjanjian, dan “Syahadah” berarti kesaksian. Dalam konteks ini, Darul Ahdi Wa Syahadah merujuk pada tempat di mana perjanjian dibuat dan kesaksian diberikan.
Pandangan Negara Pancasila sebagai Darul Ahdi Wa Syahadah, berangkat dari tiga latar belakang utama. Pertama, adanya kelompok-kelompok atau beberapa elemen masyarakat, terutama masyarakat muslim yang masih mempersoalkan relasi antara Islam dengan negara, dan mempersoalkan negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila. Kedua, adanya realitas bahwa sebagai bangsa ini secara ideologis belum merumuskan dengan sangat eksplisit dan membuat satu penjelasan akademik mengenai negara Pancasila itu. Ketiga, ada sebuah realitas dimana masyarakat Islam dianggap sebagai ancaman terhadap negara Pancasila itu.
Suatu paham yang menyatukan berbagai suku bangsa dan berbagai keturunan bangsa asing dalam wadah Kesatuan Negara Indonesia merupakan paham kebangsaan bagi bangsa Indonesia. Dalam konsep ini berarti tujuan adalah formal yaitu kesatuan dalam arti kesatuan rakyat yang menjadi warga Negara Indonesia ber-Pancasila, maka nasionalisme Indonesia disebut juga dengan nasionalisme Pancasila yaitu kebangsaan yang berdasar nilai-nilai Pancasila (Noor M Bakry, 1994).
Wawasan dapat diartikan sebagai pandangan atau tujuan. Sedangkan kebangsaan adalah ciri-ciri atau identitas yang menandai asal bangsanya, atau golongan suatu bangsa (Badudu-Zain, 2001). Wawasan kebangsaan adalah salah satu sikap atau sifat mengenal lebih dekat dan mempelajari bangsanya agar menimbulkan rasa nasionalisme dalam jiwa mereka. Di dalam pendidikan wawasan kebangsaan harus ditanamkan kepada siswa agar siswa dapat menghargai bangsanya dan pahlawannya serta bangga akan bangsanya yaitu Indonesia.
Muhammadiyah merupakan organisasi Islam yang dikenal sebagai gerakan Islam amar ma’ruf nahi munkar, yang berbentuk tajdid atau pembaharuan di bidang keagamaan, sosial, ekonomi, kemasyarakatan dan pendidikan. Dalam pengamalannya, Muhammadiyah meyakini Alquran dan Sunnah sebagai sumbernya. Tafsir atas Al- Quran diturunkan pada tataran praksis dan diterjemahkan menjadi gerakan nyata. Pada saat Muhammadiyah muncul di panggung sejarah, kondisi masyarakat mengalami kerusakan dalam bidang kepercayaan, kebekuan dalam bidang hukum fikih, kemunduran dalam bidang pendidikan, dan kemiskinan rakyat serta hilangnya rasa gotong royong.
Sebagai bagian dari umat Islam dan bangsa Indonesia, sejatinya Muhammadiyah dapat memberikan kontribusi dalam bentuk pemikiran, wacana dan paradigma mengenai politik yang kondusif bagi keberlangsungan negara Indonesia. Dalam bidang politik, Muhammadiyah bergerak sesuai dengan khittahnya sebagai panduan langkah-langkah dalam berjuang. Salah satu khittah perjuangan Muhammadiyah berisi pernyataan tentang Muhammadiyah dan politik.
Muhammadiyah dengan pandangan Islam Berkemajuan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara senantiasa berusaha untuk selalu bisa mempercayakan nilai-nilai keIslaman dan keIndonesiaan. Muhammadiyah dan umat islam adalah bagian integral dari bangsa Indonesia yang memiliki peran historis yang menentukan sejak sebelum kemerdekaan hingga sesudah kemerdekaan. Muhammadiyah juga telah dan akan terus memberikan sumbangsih yang besar pada upaya mencerdaskan dan memajukan kehidupan berbangsa dan bernegara serta lebih mengembangkan moral politik dalam islam yang berwawasan kebangsaan di tengah pergulatan ideologi Indonesia dan dunia.
Negara Pancasila merupakan hasil konsensus nasional (dar al-‘ahdi) dan tempat pembuktian atau kesaksian (dar al syahadah) untuk menjadi negeri yang aman dan damai (dar al salam) menuju kehidupan yang maju, adil, makmur, bermartabat, dan berdaulat dalam naungan ridho Allah SWT.
Negara Indonesia yang penduduknya mayoritas Muslim tersebut dalam konteks keislaman dan keindonesiaan harus terus dibangun menjadi Negara Pancasila yang Islami dan berkemajuan menuju peradaban utama bagi seluruh rakyat. Pancasila sebagai dasar Negara Republik Indonesia adalah ideologi negara yang mengikat seluruh rakyat dan komponen bangsa. Pancasila bukan agama, tetapi substansinya mengandung dan sejalan dengan nilai-nilai ajaran Islam, yang menjadi rujukan ideologis dalam kehidupan kebangsaan yang majemuk.
Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa Pancasila itu Islami karena substansi pada setiap silanya selaras dengan nilai-nilai ajaran Islam. Dalam Pancasila terkandung ciri keislaman dan keindonesiaan yang memadukan nilai-nilai ketuhanan dan kemanusiaan (humanisme religius), hubungan individu dan masyarakat, kerakyatan dan permusyawaratan, serta keadilan dan kemakmuran. Melalui proses integrasi keislaman dan keindonesiaan yang positif itu maka umat Islam Indonesia sebagai kekuatan mayoritas dapat menjadi uswah hasanah dalam membangun Negara Pancasila menuju cita-cita nasional yang sejalan dengan idealisasi Baldatun Thayyibatun wa Rabbun Ghafur.
Muhammadiyah sebagai kekuatan strategis umat dan bangsa berkomitmen untuk membangun Negara Pancasila dengan pandangan Islam yang berkemajuan. Islam yang berkemajuan menyemaikan benih-benih kebenaran, kebaikan, kedamaian, keadilan, kemaslahatan, kemakmuran, dan keutamaan hidup secara dinamis bagi seluruh umat manusia. Islam yang menjunjung tinggi kemuliaan manusia baik laki-laki maupun perempuan tanpa diskriminasi. Islam yang menggelorakan misi anti perang, anti terorisme, anti kekerasan, anti penindasan, anti keterbelakangan, dan anti terhadap segala bentuk pengrusakan di muka bumi seperti korupsi, penyalahgunaan kekuasaan, kejahatan kemanusiaan, eksploitasi alam, serta berbagai kemungkaran yang menghancurkan kehidupan. Islam yang secara positif melahirkan keutamaan yang memayungi kemajemukan suku bangsa, ras, golongan, dan kebudayaan umat manusia di muka bumi.
Adabul Siyasah Muhammadiyah
Muhammadiyah dalam situasi apapun harus tetap istiqomah di atas Khittah sebagaimana dikuatkan dalam Muktamar Makassar 2015. Khittah Denpasar 2002 sebagai persambungan Khittah 1971. Adapun Adab-Adab itu sebagai berikut;
Pertama, Muhammadiyah meyakini bahwa politik dalam kehidupan bangsa dan negara merupakan salah satu aspek ajaran Islam dalam urusan keduniaan (al-umur ad-duniawiyah) yang harus selalu dimotivasi, dijiwai, dan dibingkai oleh nilai-nilai luhur agama dan moral yang utama. Karena itu diperlukan sikap dan moral yang positif dari seluruh warga Muhammadiyah dalam menjalani kehidupan politik untuk tegaknya kehidupan berbangsa dan bernegara.
Kedua, Muhammadiyah meyakini bahwa negara dan usaha-usaha membangun kehidupan berbangsa dan bernegara, baik melalui perjuangan politik maupun melalui pengembangan masyarakat, pada dasarnya merupakan wahana yang mutlak diperlukan untuk membangun dimana nilai-nilai Ilahiyah melandasi dan tumbuh subur bersamaan dengan tegaknya nilai-nilai kebersamaan, keadilan, perdamaian, ketertiban, keadaban untuk terwujudnya “Baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur”.
Ketiga, Muhammadiyah memilih perjuangan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara melalui usaha-usaha pembinaan atau pemberdayaan masyarakat guna terwujudnya masyarakat madani yang kuat sebagaimana tujuan Muhammadiyah untuk mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Sedangkan hal-hal yang berkaitan dengan kebijakan kenegaraan sebagai proses dan hasil dari fungsi politik pemerintahan akan ditempuh melalui pendekatan-pendekatan secara tepat dan bijaksana sesuai prinsip-prinsip perjuangan kelompok kepentingan yang efektif dalam kehidupan negara yang demokratis.
Keempat, Muhammadiyah mendorong secara kritis atas perjuangan politik yang bersifat praktis dan berorientasi pada kekuasaan untuk dijalankan oleh partai-partai politik dan lembaga-lembaga formal kenegaraan dengan sebaik-baiknya menuju terciptanya sistem politik yang demokratis dan berkeadaban sesuai dengan cita-cita luhur bangsa dan negara. Dalam hal ini perjuangan politik yang dilakukan oleh kekuatan-kekuatan politik hendaknya benar-benar mengedepankan kepentingan rakyat dan tegaknya nilai-nilai utama sebagaimana yang menjadi semangat dasar dan tujuan didirikannya NKRI yang diproklamasikan tahun 1945.
Kelima, Muhammadiyah senantiasa memainkan peran politiknya sebagai wujud dari dakwah amar ma’ruf nahi munkar dengan jalan mempengaruhi proses dan kebijakan negara agar tetap berjalan sesuai dengan konstitusi dan cita-cita luhur bangsa. Muhammadiyah secara aktif menjadi kekuatan perekat bangsa dan berfungsi sebagai wahana pendidikan politik yang sehat menuju kehidupan nasional yang damai dan berkeadaban.
Keenam, Muhammadiyah tidak berafiliasi dan tidak mempunyai hubungan organisatoris dengan kekuatan-kekuatan politik atau organisasi manapun. Muhammadiyah senantiasa mengembangkan sikap positif dalam memandang perjuangan politik dan menjalankan fungsi kritik sesuai dengan prinsip amar ma’ruf nahi munkar demi tegaknya sistem politik kenegaraan yang demokratis dan berkeadaban.
Ketujuh, Muhammadiyah memberikan kebebasan kepada setiap anggota persyarikatan untuk menggunakan hak pilihnya dalam kehidupan politik sesuai dengan hati nurani masing-masing. Penggunaan hak pilih tersebut harus sesuai dengan tanggung jawab sebagai warga negara yang dilaksanakan secara rasional dan kritis, sejalan dengan misi dan kepentingan Muhammadiyah, demi kemaslahatan bangsa dan negara.
Kedelapan, Muhammadiyah meminta kepada segenap anggotanya yang aktif dalam politik untuk benar-benar melaksanakan tugas dan kegiatan politik secara sungguh-sungguh dengan mengedepankan tanggung jawab, akhlak mulia, keteladanan, dan perdamaian. Aktivitas politik tersebut harus sejalan dengan upaya memperjuangkan misi Persyarikatan dalam melaksanakan dakwah amar ma’ruf nahi munkar.
Kesembilan, Muhammadiyah senantiasa bekerjasama dengan pihak atau golongan mana pun berdasarkan prinsip kebajikan dan kemaslahatan, menjauhi kemudaratan, dan bertujuan untuk membangun kehidupan berbangsa dan bernegara ke arah yang lebih baik, maju, demokratis dan berkeadaban.
Ikhtitam
Dengan uraian ini, idealnya tidak ada kata bingung bahkan apatis bagaimana merespon pergolakan politik Negeri ini bahkan menghadapi pemilu pun secara teologis, epistemologis, sampai aksiologis dalam Muhammadiyah sudah diuraikan secara detail dan gamblang. Hendaknya para Warga Muhammadiyah jangan menjadi “Buih” yang mudah tertiup oleh angin perpolitikan di Negeri ini. Warga Muhammadiyah seyogyanya bersifat arif dan bijaksana serta lebih rileks dan santai menghadapi era politik ini. Tidak impulsif dan latah tanpa literasi, karena Kita adalah “khaira Ummah” yang mustahil tidak dikatakan baik jika tanpa keilmuan yang mapan.
Daftar Pustaka
Prof. Dr. K.H Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlaq,Yogyakarta:LPPI UMY, 2012
Arif, D. B., & Aulia, S. S. (2017). Studi tentang negara Pancasila sebagai Darul Ahdi Wa Syahadah untuk penguatan materi pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di Universitas Ahmad Dahlan. Jurnal Civics: Media Kajian Kewarganegaraan, 14(2), 206-217.
Astutik, A. P. (2019). Wawasan Kebangsaan: Negara Pancasila Sebagai Darul ‘Ahdi Wa Al Syahadah. Umsida Press, 1-45.
Hidayat, S. (2016). NEGARA PANCASILA SEBAGAI DARUL ‘AHDI WA AL-SYAHADAH Wawasan dan Kontribusi Muhammadiyah Bagi NKRI. Tajdida: Jurnal Pemikiran dan Gerakan Muhammadiyah, 14(1), 12-17.
Oleh:
Alvin Qodri Lazuardy, Sekretaris Majelis Tarjih dan Tajdid PDM. Kab. Tegal
Humam Asathin Haqqani, Kader Ikatan Pelajar Muhammadiyah Cabang Adiwerna