MADRASAHDIGITAL.CO – Oleh : Diki Ramadhan, Mahasiswa Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir UMC.
Dalam Al-Qur’an kata “Tuhan” dipakai untuk sebutan tuhan selain Allah, seperti menyebut berhala, hawa nafsu, dan dewa. Namun kata “Allah” adalah sebutan khusus dan tidak dimiliki oleh kata lain selain-Nya, kerena hanya Tuhan Yang Maha Esa yang wajib wujud-Nya itu yang berhak menyandang nama tersebut, selain-Nya tidak ada, bahkan tidak boleh. Hanya Dia juga yang berhak memperoleh keagungan dan kesempurnaan mutlak, sebagaimana tidak ada nama yang lebih agung dari nama-Nya itu. Keesaan Allah dapat dibuktikan dengan tiga bagian pokok, yaitu : kenyataan wujud yang tampak, rasa yang terdapat dalam jiwa manusia, dan dalil-dalil logika. Kenyataan wujud yang tampak Al-Qur’an menggunakan seluruh wujud sebagai bukti, khususnya keberadaan alam raya ini dengan segala isinya.
Secara logis hanya ada satu Tuhan. Apabila Tuhan lebih dari satu maka hanya satu saja yang tampil sebagai yang pertama, dan juga seandainya ada dua pencipta, maka akan kacau ciptaan, karena jika masing-masing pencipta menghendaki sesuatu yang tidak dikehendaki oleh yang lain, maka kalau keduanya berkuasa, ciptaan pun akan kacau atau tidak akan mewujud; kalau salah satu mengalahkan yang lain, maka yang kalah bukan Tuhan; dan apabila mereka berdua bersepakat, maka itu merupakan bukti kebutuhan dan kelemahan mereka, sehingga keduanya bukan Tuhan, karena Tuhan tidak mungkin membutuhkan sesuatu atau lemah atas sesuatu.
Fitrah Manusia Bertauhid
Manusia merupakan makhluk Allah yang diciptakan dalam bentuk yang paling sempurna, dengan kesempurnaan ciptaan itu manusia diberikan tanggung jawab untuk beribadah kepada Allah. Hal ini sejalan dengan fitrah manusia untuk bertauhid. Secara sederhana tauhid bermakna mengesakan Allah, kemudian bertauhid artinya percaya atas keesaan Allah.
Hakikat fitrah mempunyai makna dasar yang berorientasi pada dua makna pokok; pertama, fitrah berarti al-insyiqâq atau yang berarti al-inkisâr (pecah atau belah). Kedua; fitrah berarti, al-khilqaah, al-ijad, atau al-ibda` (penciptaan). Oleh karena itu, manusia diciptakan oleh Allah, menurut fitrahnya. Adapun wujud atau eksistensi fitrah bagi manusia terimplementasi sebagai fitrah ketuhanan (fitrah ilahiyah), fitrah keagamaan (fitrah diniyah) dan fitrah kekhalifahan (fitrah istakhlafiyah). Fitrah ini merupakan amanah dari Tuhan yang harus dijalankan bagi setiap insan. Fitrah dalam Al-Qur’an berfungi sebagai petunjuk dan atau pembimbing kejalan yang benar.
Oleh karena itu, fitrah menjadi pangkal adanya segi-segi yang positif tentang manusia dan kemanusiaan. Segi-segi fitri ini merupakan kenyataan asasi manusia, yaitu berkenaan dengan watak dan nalurinya yang asli dan alami untuk mengenali kebaikan dan keburukan atau secara alami adalah mahluk yang memihak kepada kebaikan, yang mendambakan nilai-nilai ilahiah. Adapun tujuan fitrah bagi manusia adalah agar manusia memperoleh keselamatan dan ketenangan hidup. Tuhan menurunkan agama Islam untuk mewujudkan fitrah itu, karenanya Islam sesuai dengan fitrah manusia.
Term fitrah berasal dari kata fatara yang mempunyai beberapa pengertian dasar seperti; mencabut atau mengeluarkan taring unta; membelah sesuatu; tumbuhan yang mulai tampak dari tanah; mulai berbuka setelah seharian melakukan puasa; segala sesuatu yang dicapai dengan cepat; dan memulai menciptakan sesuatu. Selain itu, dalam berbagai literatur kata fatar diartikan “menciptakan”. Ini merujuk kepada riwayat Ibnu Abbas yang tidak tahu makna kata fatr pada ayat-ayat yang berbicara tentang penciptaan langit dan bumi sampai ia mendengar pertengkaran tentang kepemilikan satu sumur, salah seorang berkata “Ana fatartuhu”. Ibnu Abbas memahami kalimat ini dalam arti “saya membuatnya pertama kali”. Sejak itu, Ibnu Abbas memahami bahwa kata tersebut digunakan untuk penciptaan atau kejadian sejak awal.
Di dalam Al-Qur’an surat ar-Rum ayat 30, Allah menggambarkan dan menyampaikan fitrah manusia untuk bertauhid;
فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفاً فِطْرَةَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ
Artinya : Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Islam); (sesuai) fitrah Allah disebabkan Dia telah menciptakan manusia menurut (fitrah) itu. Tidak ada perubahan pada ciptaan Allah. (Itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui,
Ayat ini memerintahkan Nabi Muhammad meneruskan tugasnya dalam menyampaikan dakwah, dengan membiarkan kaum musyrik yang keras kepala itu dalam kesesatannya. Dalam kalimat “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Islam); (sesuai) fitrah Allah”, terdapat perintah Allah kepada Nabi Muhammad untuk mengikuti agama yang lurus yaitu agama Islam, dan mengikuti fitrah Allah. Ada yang berpendapat bahwa kalimat itu berarti bahwa Allah memerintahkan agar kaum Muslimin mengikuti agama Allah yang telah dijadikan-Nya bagi manusia. Di sini “fitrah” diartikan “agama” karena manusia dijadikan untuk melaksanakan agama itu. Hal ini dikuatkan oleh firman Allah dalam surat yang lain:
Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku. (adz-Dzariyat/51: 56).
Maka, fitrah berarti mengakui keesaan Allah (tauhid). Manusia lahir dengan membawa potensi tauhid, atau paling tidak, ia berkecenderungan untuk mengeaskan Tuhan, dan berusaha secara terus menerus untuk mencari dan mencapai ketauhidan. Oleh karena itu, manusia secara fitrah telah memiliki watak dan kecnderungan al-tauhid, walaupun masih di alam imateri (`alam ruh).
Allah dalam Kehidupan Manusia
Setelah memaahami bahwa fitrah manusia adalah untuk bertauhid kepada Allah, maka selanjutnya adalah memahami prinsip tauhid dalam agama. Termلدلين سهجك مق فأ “faaqim wajhaka liddin” ; berarti potensi berIslam (al-din al-Islamiy). M. Quraish Shihab menyatakan bahwa maksud ayat tersebut adalah perintah untuk mempertahankan dan meningkatkan upaya menghadapkan diri kepada Allah, secara sempurna karena selama kaum muslimin apalagi Nabi Muhammad Saw., telah menghadapkan wajah kepada tuntunan agamanya.
Tujuan fitrah bagi manusia adalah agar manusia memperoleh keselamatan dan ketenangan hidup. Tuhan menurunkan agama Islam untuk mewujudkan fitrah itu, karenanya Islam sesuai dengan fitrah manusia. Selain itu, fitrah dapat bermakna selamat (al-salamah) dan kontinuitas (al-istiqamah). Itulah sebabnya, kata fitrah dapat bermakna al-din al-Islamiy. Sebagaimana yang ditunjuk oleh ayat القيمي لينَا ذلكل . Itulah agama yang lurus, yaitu din al-Islam yang dibawa oleh para Rasul Allah.
Manusia diperintahkan untuk beribadah agar dia mengenal Allah. Pengenalan itu merupakan indikator pemaknaan fitrah. Hal ini disebabkan bahwa fitrah merupakan watak asli manusia, sedang watak itu terlihat melalui aktifitas tertentu, yaitu ibadah. Ibadah merupakan bentuk aktualisasi diri yang suci dan tinggi. QS. Yasin (36/41):22; mereka menjawab; mengapa aku tidak menyembah yang telah menciptakan aku, dan hanya kepada-Nya kamu akan dikembalikan.
Dalam surat az-Zumar ayat 29, Allah berbicara mengenai fungsi-Nya dalam kehidupan manusia;
ضَرَبَ اللَّهُ مَثَلاً رَّجُلاً فِيهِ شُرَكَاء مُتَشَاكِسُونَ وَرَجُلاً سَلَماً لِّرَجُلٍ هَلْ يَسْتَوِيَانِ مَثَلاً الْحَمْدُ لِلَّهِ بَلْ أَكْثَرُهُمْ لَا يَعْلَمُونَ
Artinya : Allah membuat perumpamaan (yaitu) seorang laki-laki (hamba sahaya) yang dimiliki oleh beberapa orang yang berserikat yang dalam perselisihan, dan seorang hamba sahaya yang menjadi milik penuh dari seorang (saja). Adakah kedua hamba sahaya itu sama keadaannya? Segala puji bagi Allah, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.
Redasksi: Riza