Oleh: Lisa Nur Hikmawati, kader IMM
Bahasan tentang perempuan bukanlah pembahasan yang sempit, bahkan pembahasan tentang perempuan kadang menuai pro dan kontra dari kalangan perempuan itu sendiri. Belakangan ini, sedang banyak topik yang sedang hangat diperbincangkan dan dijadikan pembahasan yang cukup menarik baik di dunia maya maupun dunia nyata. Dari sekian banyak topik yang sedang banyak diperbincangkan beberapa hal diantaranya berkaitan dengan perempuan.
Salah satu contohnya yaitu pembicaraan tentang objektifikasi perempuan. Hal ini berawal dari mengupamakan perempuan ke dalam satu bentuk benda untuk membandingkan perempuan yang A dengan perempuan B. Contohnya perempuan diumpamakan seperti permen yang terbuka dengan yang terbungkus, atau diumpamakan seperti tempe dan ikan asin, atau bahkan mengumpamakan perempuan seperti satu jenis kue dengan jenis kue lainnya.
Dalam hal perumpamaan seperti ini saja sudah sangat banyak menuai pro dan kontra dari kalangan perempuan itu sendiri. Ada yang menganggap objektifikasi terhadap perempuan adalah salah satu bentuk merendahkan perempuan bahkan menghilangkan sifat manusia pada diri perempuan, tapi ada pula yang menganggap hal tersebut adalah salah satu bentuk perhatian mereka untuk para perempuan yang terkadang lupa akan hal-hal seperti itu. Pada dasarnya pro dan kontra tersebut muncul karena perbedaan sudut pandang masing-masing.
Hal yang perlu diperhatikan adalah terkadang kita kaum perempuan ini lupa memperhatikan hal-hal esensial dari seorang perempuan itu sendiri dan kita terlalu banyak memperhatikan hal-hal yang sifatnya fisik atau yang terlihat semata. Sehingga, hal-hal fisik tersebutlah yang menjadi bentuk eksistensi seorang perempuan dan hal ini pula yang mejadi salah satu penyebab pada akhirnya fokus mereka atau khususnya kaum laki-laki pun adalah hal-hal fisik tersebut.
Hal ini dapat terbukti dari banyaknya vlog tentang bagaimana cara make up yang baik dibandingkan dengan vlog yang menunjukan tentang peranan perempuan baik di rumah, di masyarakat, di dunia pendidikan, dan peran lainnya. Selain itu, masih sangat banyak perempuan yang lebih tertarik mengoleksi alat make up dibanding dengan mengoleksi buku. Masih banyak juga perempuan yang lebih tertarik untuk belajar make up yang baik dibandingkan dengan belajar sesuatu yang sifatnya pengembangan diri dan ilmu pengetahuan.
Maka, upaya penyadaran hal-hal yang bersifat esensial dari seorang perempuan sangat diperlukan, guna mengingatkan kembali betapa pentingnya hal-hal esensial tersebut. Hal ini berguna untuk mengembalikan bentuk eksistensi seorang perempuan yang hanya dipandang dalam bentuk fisik semata, meningkat yakni eksistensi dalam hal-hal yang bersifat esensial.
Cermin
Mengutip yang sering disampaikan oleh Ustaz Adi Hidayat bahwa dalam bahasa Arab kata “perempuan” dan “cermin” memiliki kemiripan, hanya berbeda dalam satu harakat saja. Hal ini karena memang terdapat kemiripan antara satu dengan yang lain, terlepas dari perempuan yang memang identik dengan cermin karena intensitas bercermin perempuan lebih besar dibandingkan laki-laki. Selain itu, sifat cermin pun menyerupai sifat perempuan yang mudah pecah dan ketika sudah pecah maka untuk menyusunnya tidak akan bisa kembali kebentuk semula. Dalam hal ini yang mudah pecah adalah perasaan perempuan yang ketika sudah dihancurkan maka akan sulit menbangun rasa yang utuh seperti sebelumnya.
Penulis pun hendak mengumpamakan perempuan seperti cermin namun lebih mengarah pada fungsi dari cermin itu sendiri. Jika selama ini perempuan hanya sibuk memperbaiki dan memperhatikan hal-hal yang bersifat fisik dalam dirinya maka sesungguhnya kita para perempuan hanya sedang sibuk menghias bingkai pada cermin tersebut. Namun, kita lupa bahwa yang orang perlukan bukan hanya bingkai sebagai ornamen untuk menambah keindahan melainkan fungsi dari cermin tersebut yaitu memantulkan bayangan.
Ketika sebuah cermin sering dibersihkan baik dari debu atau kotoran yang menempel, kemudian dijaga agar tidak retak, cermin tersebut akan menghasilkan bayangan yang sempurna. Namun, jika cermin tersebut dipenuhi dengan debu karena tak pernah dirawat dan dibersihkan atau bahkan tak dijaga dengan baik, sehingga menimbulkan retak pada sedikit bagian cermin tersebut maka bayangan yang dihasilkan pun tidak akan sempurna. Yang lebih parah lagi, orang tak mampu lagi bercermin pada cermin tersebut, kemudian bagian-bagian tubuhnya seolah-olah terpotong karena terdapat bagian-bagian cermin yang retak.
Begitu pula dengan seorang perempuan, perlu adanya kesadaran bahwa kita adalah cermin yang memantulkan segala bentuk kebaikan terhadap apapun yang ada disekeliling kita, dan memantulkan bayangan yang baik dan sempurna bagi siapapun yang hendak bercermin. Maka sesungguhnya kecerdasan akal dan pikiran adalah sesuatu yang membuat kita tetap kuat dan tak mudah retak, kebaikan hati, ucapan dan perbuatan adalah sesuatu yang membuat kita tetap menjadi bersih sehingga mampu menjadi sosok yang benar-benar mampu memantulkan kebaikan bagi sekeliling kita.
Sebagaimana yang dikatakan oleh Nawal El Sadawi, “Gaya natural, kreatif, dan bicara yang lurus-lurus saja itu baru cantik” dan “aku bangga dengan keripu-keriputku karena disetiap ketiputku menceritakan perjalanan hidupku”. Namun, bukan berarti memperindah diri adalah hal yang tidak perlu, memperindah diri itu perlu namun bukan berarti terlalu fokus memperindah diri sampai lupa jati diri seorang perempuan. Layaknya menambah ornamen pada bingkai cermin pun itu perlu agar menampakkan keindahan, namun jangan sampai terfokus untuk memperindah ornamen bingkai hingga lupa bahwa yang diperlukan adalah cerminnya. []