Oleh: Ahmad Sururi*
MADRASAHDIGITAL.CO – Sering kali kita mendengar kata ekstrover dan introver pada berbagai media, baik cetak maupun online. Media tersebut memberikan definisi-definisi yang mudah dipahami sehingga para pembaca setia media tersebut mudah dalam mencernanya.
Sayangnya, media-media tersebut sering kali membuat definisi yang berbeda antara ekstrover dan introver sehingga menjadi dua kepribadian yang sangat berbeda dan bertolak belakang. Hal ini diperparah dengan narasi-narasi yang membuat para pembaca semakin terbuai dan beranggapan bahwa ekstrover dan introver itu sesuatu yang rigid dan statis.
Sebelum membahas lebih jauh dimana letak miskonsepsi ini, perlu rasanya kita meninjau kembali definisi dari ekstrover dan introver. Pada dasarnya, kedua kepribadian ini, merupakan kepribadian yang setiap orang pasti memiliki keduanya.
Dan, biasanya ini dijadikan landasan untuk merekrut sumber daya manusia yang nantinya akan bekerja di perusahaan atau di lembaga lainnya. Ekstrover dan introver ini juga akan dikombinasikan dengan tipologi kepribadian yang lainnya.
Apa Itu Ekstrover dan Introver?
Ekstrover dan introver ini merupakan teori kepribadian yang dikembangkan oleh Carl Jung yang kemudian dilanjutkan oleh Isabel Myers Briggs bersama dengan ibunya Katherine Briggs. Hingga, keduanya mengembangkan instrumen atau alat ukur kepribadian yang kita kenal saat ini dengan sebutan Myers Briggs Type Indicators atau MBTI.
Pada dasarnya ekstrover dan introver merupakan salah satu kepribadian yang melihat diri seseorang dari preferensi orang tersebut dalam melihat sesuatu. Richard S. Sharif, dalam bukunya, menjelaskan, kedua kepribadian tersebut memiliki keterkaitan yang erat.
Keterkaitan itu terdapat pada cara seseorang dalam membuat persepsi dan pertimbangan, apakah itu berasal dari dalam atau luar dirinya. Selain itu, ekstrover dan introver dapat dikatakan juga sebagai cara seseorang dalam memperoleh energi dalam hidupnya.
Dapat dilihat disini bahwa ekstrover dan introver bukan sesuatu yang bersifat rigiditas. Sebaliknya, ekstrover dan introver merupakan sesuatu yang fleksibel. Kepribadian ini akan berubah tergantung pada situasi, kondisi, serta lingkungan dimana kita berada. Selain itu, kepribadian ini berasal dari sesuatu yang memang sedang kita senangi dan dilakukan berulang-ulang.
Miskonsepsi yang Beredar
Semakin banyaknya media, khususnya online yang membahas tentang ekstrover dan introver, sebenarnya semakin menambah kesalahpahaman masyarakat terkait ekstrover dan introver. Memang benar jika seorang ekstrover senang dengan keramaian, banyak bicara, dan mempunyai banyak teman.
Namun, kita tidak bisa sepenuhnya mengatakan bahwa seorang ekstrover tidak bisa berada pada situasi yang sunyi, sepi, dan tenang. Bahkan ada opini yang mengatakan, seorang ekstrover akan “mati” jika ditinggal sendirian dan bukan di tempat keramaian.
Penilaian serupa juga ditujukan pada seorang introver. Mereka yang introver dianggap seseorang yang pemalu, benci orang lain, dan tidak mempunyai teman. Berbeda dengan ekstrover, seorang introver dianggap akan “mati” jika berada di lingkungan yang ramai dan banyak orang.
Stigma Keliru
Pada kondisi sekarang ini, ditengah pandemi covid-19 dimana setiap orang diminta untuk berada di rumah dan mengurangi kegiatan di luar rumah. Salah satu akun Instagram yang fokus pada perkembangan karir (glintsid), mengunggah postingan tentang perbedaan seorang ekstrover dan introver ketika bekerja dari rumah. Pada unggahannya, akun ini memaparkan sikap yang muncul dari minggu ke minggu seorang ekstrover dan introver.
Secara umum akun ini memang memberikan manfaat yang besar bagi pengikutnya. Namun ketika akun ini menjelaskan tentang perbedaan ekstrover dan introver, penulis mendapati kekeliruan yang dapat berimbas pada perspektif pengikutnya terhadap ekstrover dan introver.
Pada postingannya, akun tersebut mengatakan bahwa seorang introver akan lebih sanggup menjalani stay at home ketimbang seorang ekstrover. Pada minggu keempat, seorang introver digambarkan akan merasa nyaman, ketika berada di rumah terus. Sedangkan, seorang ektrover akan merasa sedang mengalami kesulitan yang tidak pernah berakhir.
Hal inilah mengakibatkan pada kesalahpahaman pembacanya. Ketika para pembaca tidak menyaring informasi ini dengan baik, pikiran mereka akan dipenuhi dengan asumsi-asumsi.
Yang lebih mengkhawatirkan, jika para pembaca memberikan penilaian negatif baik untuk ekstrover maupun introver. Penilaian dapat berupa anggapan bahwa seorang ekstrover dan introver seperti apa yang digambarkan pada akun Instagram tersebut.
Pada kenyataannya, baik ekstrover maupun introver sama-sama struggle menjalani masa-masa seperti ini. Teman penulis yang introver mengungkapkan, bahwa ia juga mengalami kesulitan dalam menjalani karantina di rumah saja.
Bahkan, kesulitan itu ia rasakan sejak minggu-minggu awal menjalani karantina. Ada juga seorang ekstrover yang merasa biasa saja dan tidak kesulitan dalam menjalaninya. Walaupun demikian, hal seperti ini tidak dapat kita generalisir sesuai kasus yang kita lihat.
Jadi, Bagaimana Sebaiknya?
Sebagaimana para ahli menyampaikan tentang ekstrover dan introver, kepribadian ini hanyalah preferensi dalam mendapatkan energi untuk diri kita. Pada dasarnya setiap dari kita memiliki kepribadian ekstrover dan introver. Hanya saja, kita pasti memiliki satu diantara dua kecendrungan dalam mendapatkan energi. Hal inilah yang membuat kita lebih condong ke salah satu kepribadian tersebut.
Jangan heran, jika ada orang yang mengatakan bahwa memiliki keduanya atau biasa disebut ambivert. Sebenarnya mereka yang seperti itu bukan ambivert namun kecendrungan antara ekstrover dan introver tidak terlalu signifikan perbedanaanya. Sebagai contoh, jika kita presentasikan mungkin seorang ambivert ini memiliki 55% ekstrover dan 45% introver, atau sebaliknya. Jadi akan tetap ada satu kepribadian yang lebih condong dalam diri kita.
Di masa seperti sekarang ini penting untuk kita, mencari tahu lebih dalam tentang diri kita. Gali sedalam-dalamnya sehingga kita mendapatkan insight tentang diri sendiri. Dengan mengetahui diri kita, hal tersebut dapat membantu dalam mengatasi tantangan atau masalah yang akan dihadapi.
Sebagai contoh, saat mengetahui diri kita ekstrover atau introver, kita mengerti bagaimana kita memosisikan diri terhadap orang, situasi yang terjadi, dan lingkungan sekitar. Ketika mengetahui diri kita seorang ekstrover misalnya, lalu terjadi pembatasan dalam skala besar seperti sekarang ini. Kita tahu bagaimana caranya ketika sedang stress dan down di masa sulit ini.
*Mahasiswa Pascasarjana Psikologi Pendidikan International Islamic University of Malaysia
Coba fakta media yang tidak sesuai dalam mendefinisikan mana? Kasih liat dong. Biar asumsi yang jadi pegangan penulis bisa makin gamblang. Kalau kaya gini jadi kelihatan ngada ngada.
Nuhun.