MADRASAHDIGITAL.CO Oleh: Ardiwinjaya
Saat itu, Rain dan teman-teman sekolahnya datang ke kodim karena ada seminar perkuliahan yang diselenggarakan untuk mengiklankan kampus mereka masing-masing. Sebenarnya acara ini diselenggarakan secara khusus untuk siswa kelas 3 SMA yang akan meneruskan pendidikan kejenjang perkuliahan. Tapi karena acara ini untuk umum, untuk semua siswa yang ada di Purwakarta. Maka dari itu Rain yang saat itu masih kelas 1 Aliyah (Aliyah adalah tingkat SMA di sekolah yang berbasis Pesantren) dan teman-temannyapun menghadiri kegiatan itu karena semangat belajarnya yang tinggi. Merekapun ingin mempersiapkan pendidikan yang akan mereka tuju selanjutnya.
Karena semangatnya itu, ketika mereka datang ternyata kegiatanya belum dimulai.
Ketika rain dan teman-temanya berdiam diri di tepian jalan menunggu acaranya dimulai, datanglah dua teman sekelasnya yang bernama Hamamah dan Habibah. Disaat Rain melihatnya, terbuka dengan tajam mata Rain melihat perempuan yang bersama mereka berdua, jantung Rain berdebar dengan begitu cepat dan keras, kaki seolah-olah terpatri ketanah, seakan-akan Rain sedang berada di puncak Gunung Lembu, Rain meliat Matahari yang baru terbit dengan sinarnya yang kemerahan membawa kehangatan, serta melahirkan sebuah pengharapan, di puncak gunung itu, Rain bisa melihat segala keindahan, dan itu Rain lihat saat memandang perempuan yang bersama Hamamah dan Habibah.
Perempuan itu bernama Chacha. Kami berempat Rain, Chacha, Hamamah dan Habibah adalah teman dari sejak kecil dimana kami masih sekolah agama.
***
Ada hal yang selalu Rain ingat saat di sekolah agama, bermain bersama mereka mengakibatkan Rain dipanggil ke kantor di tegur oleh guru.
Saat itu mereka masih kelas 3 Ibtidaiyyah, mereka bermain kejar-kejaran atau biasa disebut ucing dua puluh pada saat itu. ketika semuanya sudah kena dan menjadi kucing, hanya Rain, Algi, dan Adib yang belum menjadi kucing. Ketika Rain sedang bersembunyi, datanglah Chacha, Hamamah, dan Habibah yang sudah menjadi kucing. Lalu dikejarnyalah Rain oleh mereka bertiga, karena Rain tidak terkejar oleh mereka, maka merekapun memutuskan untuk berpencar. dan saat itu di turunan itu yang lumayan curam, dibelakang sekolah agama, dikejarnyalah Rain oleh Chacha dan Hamamah. Saat Rain berlari dengan kencang menghindari kejaran Chacha, dan Hamamah, tiba-tiba Habibah keluar dari gang kecil yang ada disamping kanan turunan itu, Habibah melebarkan tangannya agar mengenai Rain, dengan rasa was-was, Rain berlari, karena dia berlari diturunan jadi sangat sulit bagi Rain menghentikan larinya itu, sedangkan dihadapanya ada Habibah yang menutup jalanya. Dan tertabraklah Habibah oleh Rain hingga Habibah terjatuh (Tijumpalik). Hamamahpun berteriak memanggil nama Rain dengan suara yang melengking, karena melihat temanya terjatuh hingga tersungkur ke tanah. Rain yang mendengar teriakan itu menambah cepat larinya karena takut akan kesalahan yang ia buat.
Rain bersembunyi di belakang pedagang asongan yang sedang mangkal di halaman sekolah, dan Rainpun melihat Habibah yang menangis lantaran jatuhnya tadi cukup keras. Habibah di temani Chacha dan Hamamah masuk ke kelas. Ketika lonceng berbunyi menandakan jam istirahat telah habis, pucatlah wajah Rain karena takut, dia menyadari kesalahan yang dia perbuat.
Dengan wajah takut dan malu Rainpun masuk ke kelas. Benar saja ketika Rain baru masuk, Rain langsung dimarahi oleh Hamamah “Rain kamu teh tanggung jawab, bukanya berhenti malah main tabrak aja Habibah, liat tuh jidat habibah benjol gara-gara kamu, tanggung jawab kamuteh!” Dengan wajah merah Hamamah berkata seperti itu kepada rain. Sedangkan Chacha hanya diam saja tidak berkata apa-apa kepada Rain. Muka Habibah yang masih basah karena air mata diapun terlihat marah kepada Rain.
Ketika jam pelajaran habis ditahanlah Rain, Chacha, Hamamah, dan Habibah. Mereka di suruh menjelaskan kejadinya oleh guru, lalu seteleh itu mereka di suruh bermaaf – maafan oleh guru yang bernama bu Nisa yaitu Wali Kelas mereka.
***
Hal yang paling berkesan di sekolah agama itu yaitu sebenarnya dengan adanya Chacha, Rain dan Chacha dijuluki oleh guru-guru yaitu seperti Tom and Jerry karena setiap harinya selalu berantem seperti saling ejek satu sama lain, tapi tidak ada kebencian diantara mereka berdua, melainkan saling ejek adalah hal yang paling mereka sukai karena ada kebahagian tersendiri di dalamnya.
Rain selalu berangkat lebih awal kesekolah, setelah sampai disekolah biasanya Rain diam dipinggir jalan menunggu kedatangan Chacha yang datang menggunakan beca.
Terlihatlah Chacha dari jauh perlahan-lahan mendekat, dan Rainpun sudah siap mengeluarkan satu kata dimulutnya. Ketika Chacha hendak turun dari beca, ditertawailah dia oleh Rain dan ketika tukang beca itu telah pergi keluarlah kata itu dari mulut Rain “Beca… Beca… Beca…” Rain mengatakanya dengan rasa bahagia karena bisa berintraksi dengan Chacha adalah suatu kebahagiaan baginya. Chachapun di ejek oleh Rain tidak terlihat marah sedikitpun dan tidak pernah Rain mendapati dia marah kepada Rain saat di sekolah agama.
Chachapun tidak tinggal diam diejek oleh Rain, diapun kembali mengejeknya dengan mengatakan “Sepedah… sepedah… sepadah…” karena Rain ke sekolah agama naik sepeda disamping siswa yang lain menggunakan angkutan umum. Rain merasa bahwa Chacha mengatakanya dengan senang hati juga, tak ada kebencian didalamnya.
Rainpun ingat betul kejadian yang membuat Hpnya rusak, karena ingin membuktikan sesuatu yang orang lain tidak bisa sedangkan dia bisa, hal itu Rain lakukan demi Chacha.
Saat itu dikelas ada tumpukan beras sebanyak 7 karung, saat itu Rain sedang istirahat diluar kelas, ketika Rain masuk ke kelas para laki-laki sedang berusaha melompat keatas tumpukan beras itu, Rainpun yang hanya melihat tiba-tiba mendengar suara yang membuatnya melakukanya juga.
Terdengar suara Chacha “Coba kamu Rain bisa gak melompat keatas beras itu?.” tanya Chacha dengan wajah yang seolah-olah memberi tantangan. Maka tanpa berpikir panjang Rain langsung menyimpan makanan yang berada ditanganya, lalu ia ambil langkah mundur (Ngawahan). Rainpun berlari ke arah beras tersebut dan meloncat dengan penuh keyakinan, dan usahanya itu membuahkan hasil, Rain bisa melompat keatas beras itu dengan mudah. Tapi disaat itu juga, hp Rain yang berada di saku bajunya terpental keluar dan jatuh ke lantai. Ketika Rain sudah berhasil melompati beras itu, Rain langsung bergegas mengambil hpnya yang terjatuh itu. Dilihatnya layar HP biru semua menandakan LCD HP telah rusak. Datanglah Chacha menghampiri Rain, dengan wajah bersalah Chacha bertanya “Rain itu HPnya gak kenapa-napa kan?.”
Rainpun menyembunyikan layar HPnya, karena dia sudah hapal tataletak aplikasi di HPnya lalu di setelah musik di HPnya walaupun layarnya sudah rusak, Rain menyetel musik lalu berkata kepada Chacha “engga apa-apa kok, ini masih bisa nyetel musik.” “Maaf yah gara-gara aku HPnya jadi terjatuh.” dengan wajah penuh dengan rasa bersalah, dan menundukan kepala Chacha mengatakanya. “Ini bukan gara-gara kamu ko, tanpa kamu minta aku naik keatas beras itu, akupun pasti menaikinya karena rasa penasaran ingin mencoba apa yang orang lain lakuin, engga kok HP aku gak apa-apa, aman… aman… tenang aja.” ditutupinya oleh Rain tentang HPnya yang rusak agar Chacha tidak merasa bersalah, Rain tidak mau kedekatanya itu jadi dibatasi oleh Chacha karena ada rasa bersalah dan Chacha jadi tidak lepas lagi bermain dan bercanda dengan Rain.
***
Kebiasan Chacha dan Rain itu terus-terusan saling ejek tanpa bosan melakukanya. Rain mengejek Chacha dengan sebutan Beca, Sedangkan Chacha mengejek Rain dengan sebutan sepedah.
Pada suatu saat ketika sudah masuk jam pelajaran bu Nisa sudah memasuki kelas, didapatinya Chacha dan Rain masih saling mengejek. Lalu berkatalah bu Nisa dengan suara yang keras “Rain Chacha yeehh…… nya…… papoyok-poyok wae (Saling mengejek) kawin oge yeuh… papoyok-poyok wae kade jadi jodoh.” Murid-murid yang lainpun bersorak menyoraki mereka berdua karena perkataan bu Nisa itu. Chacha merespon ucapan bu Nisa “ihhh… amit-amit bu amiiit-amiiit” dengan mengerutkan wajahnya Chacha mengatakanya. ” amit-amit amit-amit wehh kade ke jadi imut-imut,” dengan nada bercanda bu Nisa mengataknya. Dan disitulah sorakan dari teman sekelasnya lebih kencang dari yang pertama tadi. Chachapun terdiam setelah itu. Sedangkan Rain tidak menjawab apa-apa tentang perkataan bu Nisa tadi. Rain merasa senang dengan ucapan bu Nisa itu karena memang itu yang Rain inginkan, melihat dari raut wajah Chacha, sepertinya Chachapun merasakan hal yang sama dengan Rain. Lalu dimulailah pembelajaran oleh ibu Nisa.
Saat Rain kelas 4 Ibtidaiyyah sedangkan SDnya kelas 6. Jadi kelas Ibtidaiyyah dan SD berbeda karena Rain masuk sekolah agama itu saat Rain kelas 3 SD, sedangkan Chacha masuk ke sekolah agama saat kelas 2 SD. Jadi SDnya beda kelas tapi di sekolah agama Chacha dan Rain satu kelas. Saat itu Rain adalah anggota Band, dia adalah personil termuda karena yang lainya sudah kelas 3 SMP sedangkan dia masih kelas 6 SD. Dibawanyalah buku yang dimana isinya itu adalah lirik-lirik ciptaan personil Bandnya sendiri. Saat itu Chacha melihat Rain yang biasanya bercanda denganya sekarang dia selalu asik dengan bukunya itu, selalu didapatinya Rain sedang menulis dibuku itu, yang menjadikan Chacha penasaran dengan isi bukunya itu.
***
Adzan Ashar telah berkumandang, para siswa bergegas menuju masjid untuk memenuhi panggilan itu, setelah menunaikan Shalat, ketika Rain masuk ke kelas. Disambutlah Rain oleh Chacha sambil membacakan salah satu lirik yang ada pada buku itu.
Chacha membacakan lirik “Pergilah Pergi, jangan kau kembali cukup sudah ku tersakiti karena cinta ini” dibacanya lirik itu dengan keras sambil tertawa-tawa oleh Chacha. Lirik itu adalah ciptaan salah satu personil Band Busterman, karena saat itu dia tersakiti oleh kekasihnya maka terciptalah lagu tersakiti oleh Ajay. Walaupun lagu itu bukan ciptaan Rain tapi Chacha tetap senang mengejek Rain dengan lagu itu, karena mau bagaimanapun juga lagu itu dia dapatkan didalam buku Rain.
Sejak saat itu ejekan sepedah sudah mulai tergantikan dengan ejekan yang lebih baik dan memuaskan bagi Chacha, dengan melantukan lirik itu. Karena dasarnya Rain itu senang di ejek oleh Chacha, jadi perbuatanya itu bukan membuat Rain benci atau tak suka, melainkan Rain merasa senang dan bahagia. Bertambah dekat dan semakin dekatlah mereka berdua dari hari ke harinya.
Kelas 4 Ibtidaiyyah itu adalah kelas terakhir Rain karena saat itu Rain sudah kelas 6 SD yang akan meneruskan kejenjang selanjutnya yaitu Tsanawiyyah. Karena di Tsanawiyyah jadwalnya padat dan pulang sekolahnya menjelang sore jadi tidak memungkinkan untuk Rain tetap sekolah agama sampai kelas 6. Waktu dibagi rapot sudah tiba, hanya satu yang Rain pikirkan yaitu dia akan berpisah dengan Chacha. Maka diberanikanyalah Rain menghampiri Chacha, kali ini Rain merasa takut berbicara dengan Chacha karena biasanya pembicaraanya itu penuh dengan candaan, sedangkan kali ini yang dibicarakanya adalah sebuah keseriusan. Dihampirinyalah Chacha yang sedang berdiri didepan pintu kelas, dan Rain berkata dengan hati gemetar, badan yang kaku, dikatanya “Cha… aku mau minta maaf, karena selama ini aku selalu ngejek kamu, terus-terusan ngatangatain kamu seolah-olah gak ada bosenya, aku tau itu perbuatan yang tidak baik, dan bisa menyinggung bahkan menyakiti, tapi percayalah aku ngelakuin itu bukan karena benci… Karena besok aku udah gak sekolah disini, maka aku pikir sekarang waktunya untuk minta maaf atas segalanya. Maaf yah Cha.”
***
Terciptalah bendungan dikedua mata yang indah itu bagaikan berlian yang berkilau saat semakin kau melihatnya, maka akan semakin berkilau. Menatapnya bisa membutakan mata, buta akan segala yang ada di sekelilingnya. Seolah-olah tiada lagi yang ingin dilihat selain mata itu. Ini pertama kalinya Rain membuat Chacha meneteskan mata air penghidupan yang jernih serta suci. Lalu Chachapun menjawab dengan rasa penuh kesedihan yang tergambar diwajahnya, matanya mengatakan “Jangan pergi… Jangan pergi…” tetapi mulutnya mengucapkan “Iya aku maafin, tapi kamu gak salah apa-apa kok, lagian aku senang bercanda sama kamu, gak sedikitpun aku tersinggung sama kamu. kalau gitu aku juga minta maaf atas segalanya, kalau aku ada salah sama kamu, aku minta di maafin juga yah” “Iya Cha… kita saling memaafkan yah, saling membersihkan satu sama lain.”
Rain beranjak pergi, dan Rainpun pulang sambil melihat Chacha sekali lagi, didapatinya Chacha masih berdiri ditempat tadi dengan wajah yang sedih dan tatapan yang kosong.
Rainpun tersenyum sambil melihat Chacha, dan Chachapun tersenyuman, terlihat kaki yang seolah olah dipaku ke bumi, dan matanyapun tak bisa membendung air mata yang jernih serta suci itu, maka menetes juga air mata penghidupan itu yang keluar dari mata yang berkilau bagaikan berlian itu.
Merekapun menjalani hidup masing-masing, karena setelah lulus SD, Rain melanjutkan ke Tsanawiyyah sedangkan Chacha melanjutkan ke SMP, di depan pintu kelas itu adalah intraksi terakhir mereka.
Maka pertemuan di Kodim itu membuat Rain tercengang seolah-olah jantung berhenti berdetak, seakan akan darahpun berhenti mengalir, nafaspun ikut berhenti berhembus.
Saat itu harapan lahir kembali, Rain berpikir dan merasakan bahwa Chacha akan masuk ke ‘Aliyyah, satu sekolah dengan Rain, jadi setiap hari Rain akan melihat Sunrise di sekolahnya, bisa melihat mata yang berkilau bagaikan berlian itu.
Saat bertemu itu tak ada sepatah katapun yang keluar dari mulut Chacha dan Rain, karena mereka beruda sama-sama terpaku tak sanggung mengeluarkan satu hurupun dari mulut mereka, walaupun begitu mata mereka mengatakan satu kata dan melepaskanya yaitu, rindu. Dikatakannya rindu itu olah mata mereka dan dilepaskan oleh senyuman mereka.
Selama acara berlangsung Rain sudah tidak memikirkan apa-apa lagi selain Chacha, dan pikiranya itu terus berada di hayalnya, karena nama itu sebenarnya telah ada sejak dari dulu sekali, sejak Rain masih kecil sejak pertama kali melihat Chacha.
***
Pertama kali Rain melihat Chacha yaitu saat Rain kelas 2 SD karena Rain dan Chacha pernah satu SD tapi saat Chacha naik ke kelas 2 dia pindah sekolah SDnya, dan tak disangka-sangka ternyata Rain dipertemukan lagi dengan Chacha oleh Tuhan. dipertemukan di sekolah agama (Ibtidaiyyah).
Saat itu Rain masih kelas 2 SD, dia diperlihatkan dengan siswi kelas 1 SD, yang ketika Rain melihatnya ada rasa yang tidak biasanya, rasa nyaman dan menentramkan jiwa hadir dalam dirinya saat melihat perempuan itu. Ingin sekali Rain berkenalan denganya tapi diri tidak berani karena saat itu Rain masih seorang anak kecil yang belum mengerti apa-apa, tapi bisa merasakanya. Ternyata keinginanya itu terpenuhi, bahkan lebih dari apa yang dia inginkan, Rain bisa berkenalan bahkan hingga dekat denganya, karena Rain disatukan denganya satu kelas di Ibtidaiyyah.
Cinta, cinta itu anugrah dari Tuhan, Tuhan langsung memberikanya kedalam setiap hati manusia, sebagai perhiasan selama menjalani hidup dimuka bumi ini. Oleh karena itu anak sekecil apapun bisa merasakan cinta, karena perasaan itu adalah fitrah manusia sejak dilahirkan ke bumi.
Bayi yang belum bisa berbicara sepatah katapun, belum bisa mengatakan cinta apalagi memahaminya, tapi dia bisa merasakan mana yang mencintainya mana yang tidak. Itu membuktikan kepada kita bahwa tanpa mengatakan cinta, cinta itu bisa dirasakan. Itulah sebabnya mengapa dalam setiap aktivitas, kita harus menyertakan cinta, karena hati juga bisa berintraksi. Akan berbeda hasilnya ketika ada guru yang mengajar dengan menyertakan cinta dan dengan yang tidak menyertakan cinta, akan berbeda hasilnya pekerjaan yang di sertai cinta dan yang tidak disertai cinta, jadilah seorang pecinta yang mewarnai setiap orang disekelilingmu.