MADRASAHDIGITAL.CO, JAKARTA – Cerita fiksi adalah karangan yang diciptakan dari hasil olah rasa, jiwa, imajinasi, pikiran, dan pengalaman, yang dituangkan dalam bentuk narasi dan dialog. Tapi bagaimana menulis cerita fiksi yang asyik? Hal itu disampaikan Ahmad Soleh, penulis cerpen dan puisi, dalam acara Belajar Menulis Asyik (Benua) yang digelar Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Fikes Uhamka, Sabtu (27/2).
Acara yang digelar secara daring itu mengusung tema “Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreativitas dalam Kepenulisan”. Pada sesi materi mengenai cerita fiksi kali ini, Ahmad Soleh berbagi pengalaman seputar menulis cerita fiksi, khususnya cerita pendek. Bagi Soleh, menulis cerita fiksi adalah pengalaman pertamanya belajar menulis.
“Waktu masih kelas delapan aliyah, saya mulai belajar nulis cerpen. Cerpen yang saya tulis waktu itu bergenre drama komedi. Karena waktu itu bacaan pertama saya adalah serial Lupus karangan Hilman Hariwijaya dan Boim Lebon,” ujar Soleh, Sabtu (27/2).
Dia bercerita, menulis cerpen itu bukanlah suatu hal yang sulit. Namun, sebagai penulis kita harus banyak belajar dari penulis lain yang lebih hebat. Hal yang paling penting dalam menulis cerpen adalah bagaimana membangun cerita yang unik, memiliki sudut pandang, dan memiliki logika cerita. “Selain itu, kita juga mesti bisa menyelipkan pesan. Pesan atau amanat dalam cerpen tidak harus secara tekstual, bisa tersirat. Buat pembaca berpikir apa pesan dalam kisah yang kita tulis itu,” ungkapnya.
Dalam membangun cerita, keberadaan konflik merupakan hal yang penting. “Membangun konflik pada cerita adalah upaya membawa pembaca ke dalam alur cerita kita, bila konfliknya biasa-biasa saja dan mudah ditebak, pembaca bisa jadi bosan,” katanya.
Dia menyarankan agar dalam mengembangkan konflik, berikan hal-hal tak terduga. “Bagaimana caranya membuat konflik? Biasanya penulis kesulitan membangun konflik. Namun, sebenarnya kita bisa belajar mengamati konflik yang ada dalam keseharian. Ya, kita bisa melakukan riset kecil atau observasi,” kata dia.
Selain konflik, penempatan alur cerita atau plotting juga penting. “Plotting biasanya digunakan oleh penulis untuk panduan mengembangkan alur cerita. Plot bisa kita susun dalam kerangka cerita, berupa poin-poin pokok cerita,” ungkap Soleh.
Soleh juga memotivasi peserta bahwa menulis cerita fiksi bukanlah suatu hal yang sulit. “Anggap saja kamu sedang bercerita kepada temanmu. Saat cerita ke teman, pasti lancar, mudah, karena sudah paham materi yang mau dibicarakan. Begitu juga dalam menulis cerita. Bedanya, ini lebih terstruktur dan mediumnya tulisan,” ujarnya.