MADRASAHDIGITAL.CO-Yogyakarta, (30/12/2024) – Program Studi Ilmu Pemerintahan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta mengadakan Seminar Refleksi Akhir Tahun. Kegiatan ini dilaksanakan di Gedung Ibrahim Amphiteather E 6 Kampus Terpadu UMY pada Senin (30/12/2024). Seminar yang bertajuk “Pasang Surut Demokrasi Indonesia 2024” ini dimoderatori oleh Muhammad Eko Atmojo, S.IP., M.IP. dari pukul 08.00 – 12.00 waktu setempat.
Kegiatan ini mengundang para pembicara yang kompeten di bidangnya. Ada Ahmad Akbar Susamto, Ph.D dari LHKP PP Muhammadiyah. Dari kalangan politisi, seminar ini mengundang H. Totok Daryanto, S.E selaku anggota DPR RI dan Ir. Ahmad Syauqi Soeratno, MM selaku anggota DPD RI Dapil DIY. Adapun dari kalangan akademisi hadir Dr. phil. Ridho Al – Hamdi, M.A dari perwakilan dosen Ilmu Pemerintahan UMY, Prof. Iwan Satriawan, Ph.D., sebagai Guru Besar Hukum Tatanegara UMY, dan Prof. Dr. Titin Purwaningsih, M.Si., sebagai Guru Besar Kepakaran bidang Politik Lokal UMY.
Seminar terlaksana dengan khidmat dan penuh antusias dari peserta. Tidak hanya mahasiswa, seminar ini juga diikuti oleh para pelajar SMA yang ada di Yogyakarta. Selain itu, dalam Seminar ini Program Studi Ilmu Pemerintahan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta juga merilis riset dengan judul, “Demokrasi di Ujung Tanduk: Refleksi Indonesia tahun 2024”. Riset ini menyoroti kebijakan publik yang kontroversial atau menuai pro dan kontra selama tahun 2024. Ada empat isu kontoversial yang disoroti. Pertama, isu presiden boleh kampanye. Kedua, isu putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang sengketa Pilpres 2024. Ketiga, aksi peringatan darurat. Dan keempat, fenomena kotak kosong pada Pilkada Serentak 2024.
***
Seminar yang berlangsung kurang lebih empat jam itu menyoroti kemerosotan demokrasi dari berbagai perspektif. Prof Titin mengungkapkan bahwa kemorosotan demokrasi di Indonesia terjadi karena adanya pembusukan dari dalam yang disebabkan oleh dua hal, yaitu melemahnya sturktur dan hilangnya substansi demokrasi. “Kemerosotan demokrasi terjadi karena adanya pembusakan demokrasi dari dalam. Hal ini terjadi karena dua hal: Pertama melemahnya struktur demokrasi, baik itu suprastruktur (lembaga legislatif, eksekutif, dan yudikatif) maupun infrastruktur (partai politik, LSM,dan civil society). Kedua, hilangnya substansi demokrasi dalam praktik penyelenggaraan politik yang tidak merujuk pada nilai – nilai dan norma demokrasi itu sendiri”, ungkap Prof Titin.
Selain itu, Akbar selaku Wakil Ketua LHKP PP Muhammadiyah memberikan sudut pandang kemerosotan demokrasi dari studi kasus kenaikan PPN (Pajak Pertambahan Nilai) yang beberapa hari lagi akan diberlakukan. Dalam penjabarannya, ia menjelaskan rentetan kebijakan kenaikan PPN yang dibarengi dengan diturunkannya PPh (Pajak Penghasilan) Badan. Menurutnya, kenaikan PPN adalah bentuk kebijakan yang sangat tidak demokratis karena berpotensi melemahkan masyarakat kecil dan memperkuat koorporasi dengan menurunkan tarif PPh (Pajak Penghasilan) dari 25% menjadi 22%.
“Kenaikan PPN 12% adalah sesuatu yang direncanakan sekelompok orang untuk mendukung kepentingan koorporasi dan mengenyampingkan kesejahteraan masyarakat umum”, ujar Akbar dalam sesi penyampaiannya.
Ed: Krisnadin
Red: Ramadhanur