Oleh: Ahmad Soleh, Pengasuh Website Madrasah Digital
Baru kemarin kita berkabung mendengar kabar duka soal kepulangan Presiden ketiga RI Bacharuddin Jusuf Habibie, hari ini sudah terbit lagi obituari kepulangan tokoh bangsa, aktivis, dan penggiat kemanusiaan. Dialah HS Dillon. Tentu saja, belum reda bangsa ini berduka ditinggal tokoh genius, seorang ilmuwan cum negarawan yang pernah memimpin bangsa Indonesia ke arah kemajuan demokrasi, kini kita ditinggal pulang oleh tokoh bangsa yang begitu concern di bidang sosial, ekonomi, pertanian, dan kemanusiaan.
Bernama lengkap Harbrinderjit Singh Dillon, tokoh keturunan India yang lahir di Medan 24 April 1945 ini memiliki sepak terjang yang begitu besar untuk kemajuan bangsa Indonesia. Mungkin memang tak seperti BJ Habibie atau tokoh sentral lainnya, tapi jasa Dillon di bidang kemanusiaan perlu mendapat standing applause dan penghormatan besar dari kita semua. Terlebih karena Dillon adalah tokoh bangsa yang membumi, dekat dengan rakyat, dan kerap membela kepentingan rakyat Indonesia.
Adapun penghargaan yang pernah diraihnya misalnya Bintang Jasa Pratama yang dianugerahkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, 15 Agustus 2007. Kemudian dari negara asalnya dia meraih penghargaan Global Award dari Priyadarshni Academy Mumbay, India, di Bidang Hak Asasi Manusia dan Sosial Ekonomi. Yang terakhir, merupakan penghargaan yang diberikan India kepada warga keturunannya yang berkontribusi bagi negara yang ditinggalinya.
Menurut kabar, HS Dillon meninggal di RS Siloam Bali, pukul 18.27 WITA. Dia meninggal di usianya yang ke-74 tahun. Semasa hidupnya Dillon pernah menjabat sebagai anggota Komnas HAM, anggota Tim Gabungan Tindak Pidana Pemberantasan Korupsi (TGTPPK) pada 2000-2001, ketua Pengurus Pusat Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (1996-1999), Utusan Khusus Presiden bidang Penanggulangan Kemiskinan di era SBY (2011-2014). Dan segudang aktivitas lain semasa hidupnya.
Gagasan-gagasan genuine HS Dillon tentang persoalan kebangsaan juga kerap menjadi rujukan para aktivis sosial dan kemanusiaan. Misalnnya saja buku An Indonesia Rennaisance: Kebangkitan Kembali Republik Perspektif H.S. Dillon yang ditulis JB Soedarmanta. Dalam buku ini, penulisnya mengupas pemikiran Dillon tentang catatan kelalaian bangsa membangun landasan yang kokoh. Hal itu ditengarai Dillon karena negara yang tidak memberikan perhatian penuh kepada petani, buruh perkebunan, dan nelayan.
Masih dalam buku An Indonesia Rennaisance, HS Dillon menyatakan kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945 belum menjadi kenyataan, terutama bagi rakyat perdesaan. HS Dillon melalui buku ini, merasa prihatin dengan ironi bangsa yang kaya akan hasil pertanian ini masih bergantung terhadap pangan impor.
Beberapa tahun lalu, saya sempat bertandang ke rumah beliau. Dalam pertemuan singkat dan santai itu, Dillon membagikan pengalamannya mengarungi setiap periode bangsa. Dillon juga memberikan pandangan mengenai Indonesia kekinian. Sebagai seorang yang usianya sangat jauh dari saya, Dillon merupakan sosok yang tak pernah lepas dan abai dengan kondisi bangsa kita. Dia begitu cinta dengan bangsa ini.
Hal ini mungkin bisa kita lihat dari sepak terjangnya. Barusan saya iseng melihat akun Twitter-nya, @HS_Dillon. Cicitan terakhirnya di Twitter ini menegaskan di mana dia berpihak. “Selamat pagi, Bapak Presiden; mohon berkenan mengarahkan para menteri agar berupaya lebih keras menyejahterakan petani, jangan memenjarakannya.” (Twit @HS_Dillon 28 Juli 2019).